7

147 19 5
                                    

Di waktu istirahat...

Tidak ada yang mencoba mengajaknya bicara. Hampir semuanya hanya melirik dan berbisik. Tara tak terlalu memikirkan itu sih. Tapi perhatiannya sekarang mengarah ke anak yang duduk di sampingnya. Anak itu bukan anak baru tapi seperti diabaikan juga.

Begitu semuanya keluar untuk ke kantin, hanya tersisa mereka berdua.

"Hai," sapa Tara.

"Eh? Ah, hai," balasnya.

"Mau ke kantin bareng?" tanya Tara.

"Lebih baik jangan. Kalau bareng aku nanti..."

"Memang kenapa? Siapa namamu?" tanya Tara.

"Aku Vanya Zakharova, dari Rusia," jawab Vanya.

"Senang berkenalan denganmu, Vanya. Ayo kita ke kantin sekarang!" ujar Tara sambil tersenyum ramah.

Di kantin, Vanya langsung mengambil makan siang. Sementara khusus untuk Tara diantarkan oleh petugas kantin setelah ia menunjukkan kartu pelajarnya.

Makan siang sudah termasuk dalam biaya sekolah sehingga mereka tak perlu bayar lagi. Yang memasak adalah chef professional yang merancang menu dengan hati-hati. Semua kualitas dan gizinya pun di awasi langsung oleh FAO dan WHO.

"Kamu tak masalah makan denganku?" tanya Vanya.

"Tentu saja tidak. Memangnya kenapa?"

"Aku dari Rusia," ujar Vanya.

"Terus?"

"Banyak negara menganggap Rusia musuh. Kalau kamu makan denganku, kamu juga akan dijauhi," ujar Vanya.

"Vanya, apa kamu menyukai negaramu?" tanya Tara.

"Huh?"

"Itu tempatmu dilahirkan dan dibesarkan. Tempat keluarga dan teman-temanmu tinggal. Apa kamu tidak menyukainya?" tanya Tara.

"Mana mungkin aku tak menyukainya kan?" jawab Vanya.

"Kalau begitu bukan masalah. Apapun yang negaramu lakukan, percayalah kalau itu untuk melindungi rumahmu juga. Tidak perlu peduli apa yang negara lain katakan karena yang benar-benar tahu apa yang terjadi dan dialami negaramu hanya kalian, warganya. Tentu saja itu selama negaramu tidak melakukan kejahatan," ujar Tara.

"... kamu menyukai negaramu? Meski setelah apa yang ia lakukan pada CH lain? Dan memberikan dampak buruk untuk rakyatnya?"

Tara menghentikan sendoknya sejenak. "Aku mencintai negaraku meski dengan semua kekurangannya. Jadi meskipun aku belum pernah bertemu dengannya secara pribadi aku percaya, ia tak mungkin berbuat seperti itu. Setidaknya ia tak akan melakukan sesuatu yang akan menyengsarakan rakyatnya."

Vanya terdiam mendengar jawaban itu. Media Rusia memang memberitakannya bagaimana ekonomi Indonesia memburuk karena banyak kerjasama yang diputus. Semuanya karena kasus tahun lalu.

"Aku tak peduli meski seluruh dunia membenci dan berusaha menjatuhkan kami. Aku akan berusaha membantu meski sekecil apapun itu," ujar Tara serius. "Setidaknya agar pengorbanan ayah tak sia-sia."

Vanya pun tersenyum. Ia kagum dengan Tara. Selama ini ia sedikit menyalahkan Rusia yang mendeklarasikan perang begitu saja. Tapi ia tak pernah berpikir apa ada alasan dibalik itu? Selain itu pemerintahnya juga berusaha sebaik mungkin untuk tetap bertahan meski terus diserang secara ekonomi oleh negara lain.

"Mungkin aku perlu minta maaf pada Tuan Rusia," gumam Vanya.

"Oh ya, apa ada yang perlu kuketahui tentang sekolah ini?" tanya Tara.

GranthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang