[ 여섯 : 6 ]

648 68 3
                                    

[ TO DIE : WHAT SHOULD I DO WITHOUT YOU ]
.
.
.
.
.

Anggap saja Pak Lee, guru matematika tengah menjelaskan mengenai segitiga. Dengan perumpaan seekor monyet yang ditembak, lalu dia terjun bebas, apakah pelurunya akan kena atau tidak. Namun suara sirine ambulan lebih berisik mengganggu konsentrasi dan menambah rasa kantuk karena suara Pak Lee yang muncul redam.

"Ah, sudah berapa ambulan pagi ini, berisik sekali!"

"Hei, kau yang lebih berisik. Tutup saja jendelanya!"

"Ssaem ... " keluhan panjang mengudara namun segera dipotong oleh Pak Lee.

"Nyalakan saja pendingin ruangan."

Sekali lagi suara sirine kembali berisik, Tae-man memajukan wajahnya di dekat telinga So-yoon.

"Bukankah terdengar seperti itu? jugyeo sallyeo, jugyeo sallyeo," Hidup atau mati, nada bicara Tae-man semakin pelan saat Pak Lee menatapnya tajam. Dia segera memerintahkan anak-anak menutup jendela ketika pintu depan digeser menampilkan sosok Ji-woo yang, sama sekali tidak terlihat baik-baik saja dari wajahnya, bahkan lebih seperti hantu. Masih menggendong tasnya, membungkuk untuk meminta maaf sekaligus menyapa.

"Jwesonghamnida, ssaem."

Pandangan anak-anak segera teralihkan, tak terkecuali Kim-chi, dari tempat dia duduk tidak bisa terlihat bahwa Ji-woo baik-baik saja.

"Ya, Bo-ra, bagaimana bisa Ji-woo terlambat dan anak perempuan tidak ada yang peduli?" suara Woo-taek kecil namun memecah keheningan di barisan pojok belakang.

"Dia sudah hilang sebelum kami bersiap ke sekolah, tanyakan saja padanya kenapa dia suka sendirian," Bo-ra tampak terusik, padahal dia sedang mengawasi Ji-woo menggoreskan kapur menyelesaikan perumpamaan segitiga yang dibuat Pak Lee.

"Jika Vx adalah Vcos nol maka Vy mengambil posisi sebagai sisi miring untuk menentukan panjangnya. Tentang monyet tertembak atau tidak ini tergantung pada masing-masing kecepatan pergerakan, kalau mereka bertemu di titik yang sama maka monyet akan tertembak. Kalau tidak, tidak akan. Begitu cara mudahnya."

Ji-woo kembali ke tempat duduknya saat tepuk tangan Pak Lee mengisi udara kosong, canggung karena anak-anak tidak. Ji-woo juga diam saja tidak memberi ekspresi senang atau bangga, buku matematika yang dia keluarkan adalah buku yang mulai dia ajak perang dengan pikiran buruk di kepalanya, hanya dengan ini dia akan merasa lebih baik. Diiringi suara Pak Lee memberi motivasi untuk tetap menjalani latihan dengan serius dan bersemangat.

Pergantian guru terasa begitu cepat, mata pelajaran terakhir bahkan sudah usai. Setiap kali jam berubah secepat itu Ji-woo mengganti bukunya dan membuat dirinya terlihat hanya ingin belajar bukan berbicara. Hingga pada akhirnya dia mengalihkan pandangan, menghela nafas atas menahan diri yang tak mudah. Bagaimana bisa dia tidak disalahkan atas luka Young-hoon, luka itu terlalu parah, terbayang perkataan Tae-man seolah itulah yang sedang Young-hoon alami. Tapi, dia sedang tidur kan? Apapun alasannya dia tetap akan mengalah dan merasa bersalah.

Itu benar, aku hanya membawa petaka.

Latihan hari berikutnya adalah latihan taktik serangan, dan posisi tembakan. Anak-anak kelas 3-2 tampak bersemangat? Mereka menyusuri, merayap di bawah jaring-jaring duri, berlarian melewati lingkaran ban, memukulnya, melewati lorong, dan posisi serangan serbu. Berjalan seolah bukan beban.

TODAY OR TO DIE | Duty After School x ocTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang