11

300 46 18
                                    

Pukul 06.30 AM.

Drrttt...Drrrtttt.......

Sepasang mata indah mengerjap sesaat setelah dering ponsel berbunyi untuk kesekian kali yang menjadi sebab musabab sang pemilik gawai itu akhirnya terbangun dari tidurnya.

Ia mencoba untuk duduk dan menyandarkan kepalanya pada sandaran headboard tempat tidur.

Meski sudah mendapatkan seluruh
kesadarannya namun dering ponsel yang berulang-ulang tak kunjung membuat dirinya untuk segera menjawab panggilan itu.

Yang ada justru ia nampak enggan dan tidak tertarik sedikitpun untuk menerima panggilan tersebut.

Jika memang tidak ingin terganggu, setidaknya dia bisa saja me-reject panggilan itu bukan?
Namun yang dilakukannya hanya diam mematung seraya melirik datar kearah layar ponsel yang terus menyala.

Entah ini sudah yang keberapa kali hingga akhirnya dering panggilan itu berhenti sendiri dan tak lama kemudian berganti dengan sebuah tanda pesan masuk.

Hal itu lantas membuat dirinya kini sudah mau bergerak untuk meraih ponselnya dan memeriksa isi dari pesan itu meski dengan gerakan tubuhnya yang dipaksakan.

One message received:

"Sayang, aku harap kau tidak sedang marah padaku. Maaf karena aku yang menghubungimu sepagi ini.
Aku sungguh ingin segera mengatakan ini padamu, mari bertemu.
Malam Natal adalah malam yang sangat bagus untuk menghabiskan waktu bersama, tapi aku tidak bisa karena besok aku harus ke luar negri untuk urusan bisnis. Jadi, aku ingin mengajakmu dinner malam ini.
Ku mohon jangan menolakku, aku sangat merindukanmu."

Soodam menyisir pangkal rambutnya kebelakang dengan jemarinya dan reflek membanting ponsel itu usai membaca isi pesan singkat dari seseorang yang entah sejak kapan telah mengaku diri sebagai kekasihnya.

Raut wajah tak senang jelas tergambar pada wajah polosnya pasca bangun tidur. Ini masih pagi dan mendapat pesan dari orang yang tak diharapkan benar-benar telah berhasil merusak moodnya dipagi hari.

Soodam pov.

Hhh..

"Kenapa dia begitu keras kepala? "

Aku berucap dengan intonasi yang lebih terdengar seperti sebuah penyesalan.

Bagaimana tidak, ini adalah upaya yang kesekian dari cha eunwoo untuk bertemu denganku. Setelah beribu alasan kulayangkan agar bisa terus menghindarinya.

Dulu rasanya lebih mudah bagiku untuk menolak ketika sudah merasa bosan bersamanya. Dia payah dan terlalu mudah untuk diperdaya.
Dan sekarang? Aku seperti telah terjebak oleh permainanku sendiri.

Aku seolah sudah kehabisan akal. Rasa lelah turut melemahkanku. Bingung, jurus apa lagi yang bisa ku gunakan untuk bisa lolos darinya?

Pria itu telah berhasil mengikatku dalam situasi serius oleh tangan dinginnya.

Inikah akhirnya? Aku harus rela bertunangan dengan Eunwoo?

Membayangkannya saja sudah cukup membuatku frustasi.

Padahal dia sendiri tahu bahwa wanita seperti apa aku ini.

Bukankah aku yang jelas-jelas sudah mempermainkannya terlalu buruk untuk ia jadikan sebagai calon istri? Lantas kenapa?

Sungguh aku tak habis pikir.

Dalam beberapa saat, aku tersenyum getir dengan sudut bibirku yang terangkat, sebab baru aku sadari betapa bodohnya aku ini.

RASA INI (didamxdijin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang