Kedelapan: Kita Semakin Menjauh?

304 42 5
                                    

Eva mengobati luka Jayden dengan pelan dan telaten. Jayden hanya dapat meringis saat Eva mengoleskan obat merah pada luka lebam di bawah matanya.

"Apa sangat sakit?" tanya Eva saat melihat Jayden terus meringis.

"Hanya sedikit," jawab Jayden sebelum kembali meringis.

"Kau juga kenapa berinisiatif memukul Aiden sih, akhirnya kau juga terkena pukulan kan," gerutu Eva yang tanpa sadar membuat Jayden tersenyum gemas. Entahlah, saat ini Eva terlihat sangat menggemaskan.

"Berhenti menatapku, apa kau tidak sadar telah membahayakan diri sendiri?" Lagi-lagi Eva berucap dengan kesal.

"Baiklah, aku meminta maaf." Jayden membalas masih dengan senyum kecil tergambar di bibirnya.

"Kenapa meminta maaf kepadaku? Seharusnya minta maaf kepada dirimu sendiri."

"Hey, Kalian berdua!" suara itu, Eva hanya memutar matanya kesal saat mendengar suara itu.

"Jangan biasakan berteriak Mara, pendengaranku masih sangat sehat." Mara mendengus, kemudian ikut duduk di samping Eva.

"Kau yang membuatku selalu berteriak, Ev," balas Mara.

"Ya terserah dirimu saja," balas Eva enggan berdebat dengan Mara di depan Jayden.

Mara menghela napasnya sejenak, bosnya ini ternyata sedang menjaga "image" di depan orang yang disuka. Ketiganya hanya terdiam, entah sepertinya tak ada yang perlu dibahas.

Keheningan itu terganggu karena suara nada dering mulai terdengar. Eva dan Jayden menoleh ke arah Mara yang sedang menepuk dahinya. Sepertinya Mara melupakan sesuatu.

"Bagaimana aku bisa lupa?" gumam Mara sebelum menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan itu.

Eva dan Jayden saling memandang setelah Mara menjauh dengan raut wajah yang serius. Merasa tak mengetahui jawaban dari tatapan Jayden, Eva hanya menggeleng.

Setelah semua jadwalnya berakhir, akhirnya Eva dapat merasakan kamarnya lagi setelah satu minggu menginap di apartemen miliknya. Menatap cermin di depannya dengan tenang, Eva mulai memakai rangkaian skincare miliknya.

Eva merebahkan diri di kasur queen size miliknya. Pikirannya melayang, lagi-lagi Jayden terus terbayang di pikirannya.

"Aish, bagaimana aku bisa tidur jika dia terus terbayang." Eva menggerutu kesal terus mencoba memejamkan matanya.

"Eva, apa kau sudah tertidur?" Suara Emma terdengar bersamaan dengan ketukan di pintu kamarnya.

"Masuklah, aku belum tidur."

Emma melangkah memasuki kamar milik saudara kembarnya itu. Setelah melihat persepsi Eva, Emma segera mendekat dan mendekap erat tubuh sang saudara.

"Aku sangat merindukanmu, Ev," ujar Emma membuat Eva ikut membalas pelukan gadis itu.

"Ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba menjadi manja seperti ini?" Eva memberi pertanyaan beruntut.

"Tidak ada, hanya aku merasa kita semakin jauh, Ev. Kau tau kita ini saudara kembar, tetapi rasanya sangat jauh."

Eva terdiam, hatinya meresah. "Apakah aku dan Emma sudah sejauh itu?" pikir gadis itu di dalam hati.

"Emma, maafkan aku. Bukannya aku menjauh hanya saja jadwalku sangat sibuk akhir-akhir ini." Nada suara Eva melirih, perasaan tak enak kembali menyelimutinya.

"Hey, ini bukan salahmu, Ev. Kita berdua mempunyai kesibukan masing-masing, jadi jangan merasa bersalah ya." Emma kembali membawa Eva ke dalam dekapannya.

Acara pelukan saudara kembar itu terpaksa terhenti karena ponsel milik Emma bergetar. Dengan tak sengaja Eva dapat melihat siapa yang menyebabkan ponsel Emma bergetar. Jayden, tentu saja tunangan gadis itu.

"Hai, bae," sapa Emma pada Jayden.

"Hai, dear. Kenapa lama sekali mengangkat panggilanku?" tanya Jayden di seberang.

"Kenapa memangnya? Apa kau merindukanku, bae?" Godaan Emma sukses membuat Jayden terkekeh kecil.

"Kau sudah sangat hafal denganku, dear. Aku merindukanmu, sudah dua hari ini aku tidak bertemu dengan cantikku."

Telinga Eva terasa panas mendengar percakapan dua orang itu. Dengan susah payah Eva menahan raut wajahnya yang memerah karena tiba-tiba saja rasa sesak menyerangnya.

"Aku sedang berada di kamar Eva, Jay. Eva tolong sapa calon saudara iparmu."

"Oh-hai, Jay." Eva menyapa dengan canggung. Kenapa tiba-tiba terasa canggung? Bukankah siang tadi Eva berani mengobati luka di wajah Jayden. Huh- Eva membenci suasana seperti ini.

"Tunggu!" suara Emma terdengar cemas membuat Eva ikut menoleh ke arah layar ponsel gadis itu.

"Ada apa, dear? Apa terjadi sesuatu?" Jayden ikut panik tentunya.

"Bae, ada apa dengan wajahmu? Bagaimana bisa sampai lebam seperti itu?" Dapat Eva lihat Jayden menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ini-ini hanya masalah kecil tadi."

"Bagaimana bisa kau berkata hanya masalah kecil, bae? Kau terluka, lihatlah wajahmu itu penuh dengan luka lebam." Perkataan Emma itu tentu membuat perasaan Eva semakin tidak nyaman.

Jayden terluka karena dirinya, karena membantunya melepaskan diri dari Aiden. Argh-bagaimana cara menghilangkan rasa tidak enak di hati Eva? Bagaimana cara berterima kasih agata rasa bersalahnya hilang? Eva menghela napasnya dengan berat.

Emma sudah pergi dari kamar Eva, gadis itu keluar dari kamarnya dengan mulut yang senantiasa mengomeli Jayden. Melihat perhatian Emma pada Jayden tadi sontak membuat Eva berpikir, "Pantas saja Jayden sangat mencintai Emma."

***

Hai hai aku update lagi, kali ini 700 kata lebih. Sejauh ini part paling panjang yang aku tulis. Semoga suka ya, enjoyy all.

Kritik dan saran 👉

Can You Be Mine? (Jaemin Karina) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang