Kesembilan Belas: Am I Free?

219 32 3
                                    

Ucapan Eva tidak berarti bagi Jayden, lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya pada Eva. Terus mengecup kepala gadisnya itu, enggan melepaskan barang sedetikpun.

Niat Eva yang memang ingin mulai menjaga jarak pada Jayden jelas tidak terlaksana, sepertinya lelaki itu mengetahui niat Eva untuk sedikit memberi ruang padanya.

"Kau bisa kesini langsung, Mara. Aku akan bersiap-siap." Eva yang tengah menerima panggilan dari sang manager tidak menyadari bahwa Jayden telah berdiri di belakangnya, mendengar semua percakapannya dengan Mara.

"Kau ingin pergi? Kemana Kau akan pergi?" Suara itu mengejutkan Eva. Sejak kapan laki-laki itu berada di dalam apartemen miliknya.

"Tidak, aku tidak akan kemana-mana," jawab Eva tergagap. Gadis itu panik, takut-takut Jayden mendengar semua rencana yang telah dirinya dan Mara rancang.

"Benarkah? Aku sedikit tidak percaya." Tatap Jayden penuh curiga.

Eva menggeleng, "Tidak, Jay. Aku akan bersiap-siap untuk pergi ke studio pemotretan, Mara sudah mengomeliku sejak tadi."

"Baiklah, aku percaya padamu. Oh iya, aku kemari sebenarnya ingin mengajak kamu untuk pergi berjalan-jalan, tetapi sepertinya kamu akan sibuk. Mungkin lain kali saja."

Eva tersenyum tertahan, "Sayang sekali, jadwalku hari ini sangatlah padat. Mungkin beberapa hari lagi jadwalku sedikit longgar, jadi kita bisa pergi saat itu."

Jayden mengangguk, "Ide bagus, kalau begitu aku pulang dulu, kamu perlu bersiap-siap untuk bekerja 'kan?"

Eva mengangguk, sedangkan Jayden terkekeh gemas. Laki-laki itu mendekat kemudian mengecup—tidak, melumat bibir merah milik Eva. Senyumnya terus mengembang melihat reaksi Eva yang juga membalas lumatannya.

Setelah memastikan Jayden sudah benar-benar pergi, Eva menghubungi Mara lagi. "Halo, Mara! Sepertinya kita harus bergegas. Kita tidak memiliki banyak waktu lagi."

Akhirnya mereka berdua di sini, berada di dalam sebuah mobil taksi untuk menuju bandara. Eva hanya memandangi jalanan yang dilewatinya, begitu juga dengan Mara yang hanya terdiam. Sejujurnya, Mara hanya akan mengantarkan bosnya itu ke bandara, sedangkan dirinya akan menyusul karena ada beberapa pekerjaan yang perlu Mara selesaikan.

"Kau yakin akan pergi sendirian, Ev?" Tanyanya khawatir, sungguh Mara tau Eva ingin menyendiri dulu untuk saat ini tetapi tetap saja rasa khawatir kepada bosnya itu sangatlah besar.

"Tidak perlu khawatir kepadaku, Kau lebih baik menyelesaikan pekerjaanmu yang menumpuk karena diriku itu."

Mara menghela napas panjang, kemudian mengangguk. "Kau harus menjaga dirimu sendiri saat aku belum datang, jaga dirimu baik-baik. Aku tidak mau melihat dirimu bersih atau bahkan terluka. Ingat ya!"

Lagi-lagi Eva hanya terkekeh, manajernya ini sudah ia anggap sebagai seorang kakak. Jarak usia keduanya hanya satu tahun, dan betapa sabarnya Mara harus ikut menanggung banyak hal karena perbuatan dirinya. Kalau boleh jujur Eva ingin memeluk Mara dengan erat, ingin menangis di pelukan gadis itu. Tapi hal itu tentu hanya akan menambah beban yang dipikul oleh Mara.

"Sudah, lebih baik Kau kembali ke kantormu itu, bertemu dengan bos tampanmu itu?" Mara memang memiliki pekerjaan lain, bukan hanya sebagai manajernya. Sebenarnya, menjadi manajer artis adalah pekerjaan sampingan Mara. Sulit dipercaya memang, kalau dipikir-pikir memang aneh. Mana mungkin juga bos Mara memperbolehkan karyawannya untuk memiliki pekerjaan lain yang tentunya sama-sama memiliki jadwal yang padat.

Pesawat yang dinaiki Eva sudah mendarat, setelah empat belas jam lebih perjalanan akhirnya Eva sampai di tujuannya. Senyuman lega terbit dari bibir Eva. Dengan langkah tegasnya, Eva berjalan menarik koper miliknya.

"Baiklah Eva, mari buat hidup baru, yang lebih indah tanpa harus merusak kebahagiaan orang lain."

Di lain tempat, Jayden menyeringai menatap layar laptop miliknya yang tidak memperlihatkan apapun. Dengan segera lelaki itu mengambil ponsel pintar miliknya dan menghubungi seseorang.

"Kau harus terus mengikuti gadis itu, jika sampai kehilangan jejak gadis itu, nyawamu yang akan menjadi taruhannya." Gadisnya itu sangat nakal rupanya, berani sekali berusaha meninggalkan dirinya. Tapi sepertinya gadisnya itu lupa tentang seberapa besar kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Jayden Benjamin Lee.

"Seharusnya kamu tidak perlu menjadi nakal, Sayang."

***

Hai, im back!
Yuhu akhirnya update juga, siapa kangen Eva Jayden?
Selamat membaca

Can You Be Mine? (Jaemin Karina) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang