「O.5 : Berbanding terbalik」

581 85 10
                                    

.
.
.
Selamat membaca
.
.
.

WAJAH mungil milik Ibnu mengkerut se-sekerut-kerutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WAJAH mungil milik Ibnu mengkerut se-sekerut-kerutnya. Tat kala ajakan yang dia beri pada Manaf kembali ditolak oleh sang kakak.

Dengan bibir maju beberapa centi, tangan tersilang di depan dada, dan kaki yang berulang kali terhentak ke tanah, ia melempar tatapan nyalang ke arah Manaf.

“Sekali ini aja, atuh, A,” mohon Ibnu.

“Aa pergi dulu, ya?” pamit Manaf. Lelaki itu memlih pergi, alih-alih menimpali sang adik.

“Tapi bukan itu pertanyaannya, A! A? A Manaf?” panggil Ibnu sebal.

“Sekali aja, ayuk?” lanjut Ibnu, sembari mengadang sepeda Manaf.

“Emang udah bilang sama ibu?” tanya Manaf memastikan.

Gelengan yang Ibnu beri sudah menjelaskan semuanya. Tak ada izin dan persetujuan, maka tak mungkin ia bertemu dengan ibu saat ini.

“Aa harus pergi sekarang.” Manaf mengakhiri perdebatan saat itu juga.

Tangan kurusnya menggeser tubuh Ibnu yang menghalangi jalan. Sebelum benar-benar pergi, Manaf sempat memberi senyum simpul pada sang adik.

Ibnu berdecak sebal. Bibirnya terus mengoceh hal yang tidak jelas.

Tak mau kehilangan kesempatan, buru-buru pria gembul itu mengambil motornya. Ia berniat membuntuti Manaf dari belakang. Setidaknya ia harus tahu 'urusan' apa yang dimaksud itu.

Mumpung tak ada panggilan telepon dan ibu juga akan pulang larut. Kesempatan ini harus Ibnu manfaatkan sebaik mungkin.

Kelas sudah berakhir setengah jam yang lalu, itu mengapa mereka berdua bisa berdebat panjang di tempat parkir sama seperti hari sebelumnya.

Tanpa disadari oleh keduanya, ada sepasang manusia yang asik memantau dari kejauhan. Jujur saja mereka masih tak percaya dengan apa yang terjadi di kantin.

“Manaf pernah cerita kenapa pisah sama adiknya nggak, sih?” tanya Yumna. Manik cantiknya menangkap sosok Manaf yang meninggalkan sekolah.

“Nggak tau, lagian kenapa ngurusin hidup tetangga, sih?” balas Heru. Ia berdiri di belakang Yumna.

Yumna memutar badan hingga keduanya saling berhadapan.

“Tapi Manaf bukan tetangga gue.” Heru melongo. Mulutnya sedikit terbuka mendengar respon Yumna.

“Nggak salah, sih, tapi salah!” jengkel Heru. “Dah, lah! Gue mau balik, capek. Hari ini terlalu banyak kejutan di luar bumi. Bye, Yum!”

Heru berlalu begitu saja. Ia meninggalkan Yumna yang menurutnya agak aneh hari ini.

Aang Sayang Aa || Mark Lee & Lee Haechan [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang