「1.5 : Yang peduli」

464 64 5
                                    

.
.
.
Selamat Membaca
.
.
.

RIUH keributan semakin lama semakin terdengar kencang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RIUH keributan semakin lama semakin terdengar kencang. Dua bola mata yang senantiasa tertutup, perlahan bergerak gusar karena merasa terganggu. Manaf kira itu hanya suara yang berasal dari alam mimpi, tetapi saat penglihatannya terbuka sempurna, ia mendapati seseorang tengah mengintip dan mengetuk kaca jendela dengan tidak sabaran.

Silau cahaya dari arah belakang membuat Manaf tak bisa melihat jelas siapa sosok tersebut. Pelan-pelan Manaf bangun, ia meringis sakit karena merasakan linu hampir di seluruh tubuhnya.

Jendela terbuka, sosok di baliknya mundur selangkah. Ia tersenyum karena akhirnya Manaf bangun, setelah hampir setengah jam perjuangannya membangunkan Manaf.

“Satria?” kata Manaf dengan sedikit keheranan.

“Akhirnya A Manaf bangun juga,” ucapnya, senang.

Sosok yang dipanggil Satria kembali maju satu langkah. Ia menyodorkan sebuah plastik transparan berisi makanan yang terbungkus kertas nasi, dan obat satu papan. Manaf diam kebingungan.

“Dari mama. Katanya, mama khawatir sama A Manaf. Biasanya, kan, pagi-pagi Aa udah pergi sekolah,” serunya, seolah tahu kebingungan Manaf.

“Terima, ya, A,” sambungnya. Sebuah senyum hangat terukir di wajahnya.

Manaf tersenyum tipis, ia menerima pemberian Satria. “Makasih.”

“Satu lagi!” pekik Satria, sedikit mengejutkan Manaf.

Lelaki yang dipastikan lebih muda dari Manaf, membungkuk sejenak, ia mengambil sesuatu dari bawah.

“Minyak gosok. Nanti oles ke badan Aa, ya? Biar sakit sama pegal-pegalnya ilang.” Minyak dalam botol kecil tersebut ia berikan kepada Manaf.

“Kenapa banyak banget? Bu Mala harusnya nggak usah repot-repot kayak gini.” Manaf menelisik setiap barang yang ada di genggamannya.

Satria menggeleng cepat saat mendengar penuturan Manaf. Ia membantah segala perkataan yang lebih tua.

“Mama khawatir banget sama Aa. Dari denger suara keributan kemarin sampai pagi tadi, mama nggak bisa tidur, mama kepikiran terus di rumah Aa baik-baik aja atau nggak. Tapi, abis ini mama pasti lega, aku bakal bilang ke mama kalau Aa baik-baik aja dan udah terima apa yang mama kasih,” tutur Satria dengan sedikit semangat, berharap Manaf tidak perlu merasa sungkan.

Sementara Manaf hanya terdiam. Perasaan gelisah tiba-tiba muncul, apa yang orang-orang pikirkan setelah ini? Nama bapak pasti akan semakin jelek di lingkungan rumah. Pemabuk, tempramental, pembuat onar, lalu apa lagi?

Aang Sayang Aa || Mark Lee & Lee Haechan [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang