「1.1 : Tuduhan tak berdasar」

390 58 14
                                    

.
.
.
Selamat Membaca
.
.
.

MASIH pagi, tetapi Yumna sudah mengoceh tidak jelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MASIH pagi, tetapi Yumna sudah mengoceh tidak jelas. Masalahnya ia harus berangkat pagi buta, ketika sebagian orang masih nyaman bergelung di bawah selimut yang hangat.

“Bun, pagi-pagi banget, Ya, Allah,” dumel Yumna. Tangannya yang kedinginan ia selipkan ke saku jaket yang ia kenakan.

Yumna mengeluh pada ibunya yang baru keluar dari mobil.

“Biasanya juga kamu berangkat pagi, Yumna,” balasnya.

“Tapi ini bukan hari Senin Bundaku tersayang yang paling cantik, uh!” Yumna bisa saja menguyel wajah ibunya jika ia mau.

“Ya, udah, sana pulang lagi kamu.”

Yumna melongo. “Kok, gitu?”

“Katanya kepagian?”

“Ya ... tapikan udah di sekolah juga.”

“Nah, itu. Kamu mau ngomel gimanapun nggak akan merubah apa-apa karena kita udah telanjur sampai di sekolah.”

Bibir Yumna maju beberapa senti. Baiklah-baiklah Yumna akan berhenti mengomel pada ibunya.

“Iya, Bunda Yusi guru BK aku yang baik hati dan tidak sombong. Ayo, mending Bunda ke rungan Bunda sekarang. Tadi katanya buru-buru, kan?” Yumna terkekeh kecil. Kemudian mendorong sang ibu agar lekas berjalan menuju ruangan guru.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Yumna adalah anak seorang guru, hal itu diketahui oleh semua orang. Melihat sekilas saja, rupa keduanya memang terlihat mirip satu sama lain.

“Oh, iya, Yumna? Kamu sekelas sama murid yang namanya Manaf, kan?” Yumna yang saat itu tengah menggandeng lengan ibunya, mengangguk sebagai jawaban. “Kenapa?”

“Ada beberapa guru yang ngeluh soal kelakuan Manaf. Katanya dia udah dua kali masuk kelas, dan dua kali juga setiap guru itu ngajar Manaf suka kedapatan tidur. Bener Manaf suka tidur?”

Anggukan kepala kembali terlihat. Yumna mengiyakan pertanyaan itu. Memang begitu kenyataannya, Manaf memang suka tidur di kelas belakangan ini. Yumna tak bisa memberi pembelaan apapun.

“Guru lain juga bilang kalau nilai harian Manaf turun, nggak biasanya. Ya, udah, kamu ke kelas sana, Bunda juga mau ke ruangan Bunda” titah Yusi.

Alih-alih mendengarkan perintah dari ibunya, Yumna malah diam sambil menatap kosong ke arah lantai keramik lorong sekolah. Masih dengan merangkul lengan sang ibu.

“Yumna?”

“Mungkin Manaf kecapekan, Bun. Bunda tau, kan, kalau Manaf kerja buat penuhin kebutuhan sekolah dia.” Yumna menatap Yusi, sekaligus mencoba meyakinkan sosok di sampingnya.

Aang Sayang Aa || Mark Lee & Lee Haechan [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang