「2.4: Event Bazar」

302 47 5
                                    

.
.
Chapter ini sedikit lebih panjang dari biasanya.
.
.

ENTAH, sudah berapa kali Manaf mengembuskan napas sambil memandangi jejeran arum manis warna-warni yang terpajang di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ENTAH, sudah berapa kali Manaf mengembuskan napas sambil memandangi jejeran arum manis warna-warni yang terpajang di depannya. Yang jelas dia sudah melakukannya sangat lama.

Tidak terhitung berapa kali ia menolak tawaran dari Yumna dan Heru untuk pergi ke sebuah bazar makanan, paksaan itu terus saja berlangsung. Puncaknya tadi pagi, ketika secara mengejutkan Ibnu muncul dengan motor kebanggaannya. Mengulas senyum tanpa dosa ke arah Manaf yang menatapnya raut penuh ketegangan.

“Ibnu, kamu ngapain ke sini? Cepet pergi!” Belum apa-apa Ibnu sudah langsung diusir.

“Iya, tapi Aang perginya bareng sama Aa. Aang nggak bakal pergi kalau Aa nggak ikut,” jawab Ibnu, masih tenang.

Geram. Manaf menggaruk tengkuk lehernya kasar. Kenapa adiknya ini sangat sulit diberitahu, asik-asik menolak, asik-asik membantah. Yang tanpa sadar sifat itu sama dengan dirinya, Manaf tidak bercermin diri rupanya.

“Kenapa nggak bilang dari semalem?” sungut Manaf.

Ibnu mendelik, mengembuskan napas kasar lalu menatap Manaf dengan penuh intimidasi. “Emang Aa suka baca SMS dari Aang? Aa suka angkat telepon dari Aang? Nggak, kan?”

Malam sebelumnya, Ibnu sudah berusaha menelpon Manaf, tetapi kakaknya itu tidak kunjung mengangkat panggilannya. Entah, apa yang sedang terjadi, bahkan Manaf jarang sekali membalas pesan yang Ibnu kirim. Menyebalkan, setidaknya balas agar Ibnu tidak merasa panik.

Baiklah, Manaf mengalah. Setelah menutup pintu dan memastikan Bapak tidak melihat Ibnu, sesegera mungkin keduanya pergi. Sadar caranya berhasil, Ibnu tertawa penuh kemenangan dan langsung melajukan motornya menjauh dari rumah.

“Pulang sekolah Aa sama Aang lagi, ya? Aa, kan, nggak bawa sepeda, nanti juga kita mampir ke bazar dulu, ya, A?” ajak Ibnu, sedikit menoleh ke belakang untuk berbicara pada Manaf.

Sekarang Manaf paham, semua ini pasti ada hubungannya dengan Yumna juga Heru. Benang tidak kasat mata ini sudah sangat menjelaskan jika tiga orang itu bekerja sama.

“Nggak bisa, Aa mau kerja,” tolak Manaf, dengan sedikit berteriak.

“Nggak usah! Aang udah minta izin sama Mas Tegar kalau Aa izin hari ini!” timpal Ibnu yang juga ikut berteriak.

Ini sudah terencana dengan baik rupanya. Sampai sejauh itu mereka merencanakan izin kerja Manaf. Luar biasa, Manaf hanya bisa tertawa sumbang. Mau bagaimana lagi? Kalau sudah begini Manaf hanya bisa menurut saja, sudah pasti mereka punya plan B jika rencana ini gagal.

Satu hal yang Manaf bingungkan adalah sejak kapan Ibnu dekat dengan Yumna dan Heru sampai-sampai mereka bisa merencanakan semua ini. Kenapa hal ini bisa luput dari perhatiannya?

Alih-alih ikut bersama yang lain guna berburu berbagai jenis camilan, Manaf malah memilih terdiam menikmati dengan sangat khidmat keramaian ribuan manusia yang berlalu lalang. Matanya menoleh ke arah Yumna yang sedang mengantri di depan stand jajanan korea. Tidak jauh dari sana, Heru juga sedang mengantri untuk mendapatkan seporsi takoyaki isi gurita incarannya. Lalu, di arah yang berlawanan ia melihat Ibnu dengan wajah sumringah, sedang menunggu giliran untuk membeli telur gulung.

Aang Sayang Aa || Mark Lee & Lee Haechan [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang