「O.8 : Ini tidak adil」

453 65 5
                                    

.
.
.
Selamat Membaca
.
.
.

MENELISIK setiap sudut ruang tata usaha, netra bulatnya hanya menangkap tiga orang guru yang sedang duduk menghadap komputer

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MENELISIK setiap sudut ruang tata usaha, netra bulatnya hanya menangkap tiga orang guru yang sedang duduk menghadap komputer. Sementara guru yang dicari tak bisa Manaf temukan sama sekali.

“Cari siapa Manaf?” tanya salah seorang guru.

“Bu Sri-nya ada, Bu?” balas Manaf.

“Ada. Ibu panggilin dulu, ya?” Manaf hanya mengangguk dengan senyum simpul di wajahnya.

Tak membutuhkan waktu lama, sosok guru yang dicari pun muncul. Kelihatannya beliau baru selesai makan.

“Manaf, ada apa cari ibu?” ujarnya.

Manaf mendekat. “Saya mau bayar sebagian uang SPP saya, Bu.”

“Oh, boleh-boleh.”

Manaf merogoh saku celananya. Perlahan beberapa lembar uang berwarna merah muda Manaf keluarkan dari sana. Terbesit sebuah keraguan ketika ia melihat uang tersebut.

“Udah istirahat kamu Manaf?” tanya Bu Sri tiba-tiba. Tangan dan netranya fokus pada sebuah buku besar.

Manaf tersentak kaget. Dengan segera ia menyerahkan sejumlah uang kepada Bu Sri.

“Abis ini saya pergi istirahat.”

Bu Sri hanya mengangguk-anggukkan kepala. Jari-jari beliau sangat lihai ketika menghitung jumlah lembar yang Manaf beri.

“Satu juta? Oke, ujarnya. “Ini nota pembayarannya, kamu simpan baik-baik, ya?”

Sempat terdiam sebelum akhirnya Manaf menerima nota tersebut.

Manaf bingung, seharusnya dia merasa lega karena tunggakan sekolahnya telah berkurang sedikit. Namun, kenyataannya, dia sangat ingin meremas nota di tangannya.

Mata bulat miliknya terpejam kuat, sampai menciptakan sebuah guratan  pada dahinya.

Beberapa jam sebelumnya, tepatnya tadi pagi.

Pagi buta Manaf sudah sampai di area sekolah. Tungkainya melangkah cepat, mendekat pada sebuah mobil hitam yang terparkir di ujung sana.

Kaca mobil turun sedikit, memperlihatkan sepasang mata yang memberi isyarat agar Manaf masuk ke dalam.

“Ini,” kata Manaf begitu ia masuk dan duduk tenang. Tangan miliknya mengulurkan sebuah map pada seseorang yang duduk di kursi kemudi.

Hening sempat melanda beberapa saat. Sebelum akhirnya terdengar tawa puas dari arah depan.

Aang Sayang Aa || Mark Lee & Lee Haechan [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang