Chapter 14

334 36 9
                                    

Hampir saja saya melupakan cerita membagongkan ini....

.

Maaf kalau ada typo dan kata kata kasar...

.

.

Author POV

Jam kosong merupakan pelajaran terakhir jadi setelah bel berbunyi Darvid dan geng nya langsung menyeret Arven pergi.

Mereka membawanya ke gang di sebelah sekolah.

Sebelum itu Darvid lebih dulu memberi tahu Edwin dimana mereka akan bertemu.

Tak butuh waktu lama Edwin pun sampai di tempat itu.

Disana sudah ada beberapa orang menunggunya.

Dia kaget saat melihat keadaan kakaknya.

Terlihat beberapa luka bekas pukulan di wajahnya.

Sudut bibirnya juga berdarah.

"Edwin, pergilah jangan pedulikan kakak."

"Orang lemah sepertimu masih saja sok melindungi orang lain." Darvid semakin mengencangkan jambakannya pada Arven.

Setelah itu dia mendorong Arven hingga jatuh tersungkur.

"Kakak."

Edwin tidak memperdulikan lagi ucapan kakaknya yang menyuruhnya pergi.

Dia langsung saja menghampiri beberapa orang disana.

"Edwin kakak tidak apa-apa. Ayo kita pulang saja."

Arven baru saja mau berdiri tapi dia kembali terjatuh karena kakinya terasa sakit.

"Kakak..." Edwin melihat sebentar ke arah kakaknya.

Melihat kondisi kakaknya itu emosinya tidak terbendung lagi.

Edwin langsung menghampiri Darvid dan gengnya yang saat ini sedang tertawa.

"Lihat guys dia marah hahaha. Ayo sini pukul kalau berani." Ucap Darvid mengejek.

Edwin tanpa pikir panjang langsung memukul wajahnya.

Belum sempat mencerna keadaan, Darvid kembali dipukul di sisi wajah yang satunya kemudian dia ditendang sampai tersungkur.

Melihat itu teman Darvid tak tinggal diam.

Mereka menyerang Edwin secara bersamaan.

Meski begitu Edwin bisa mengimbangi mereka.

Mereka yang kalah memilih kabur.

"Jangan kabur kalian. Awas saja kalau gue lihat lo semua lukain kakak gue. Gue bunuh kalian." Teriak Edwin.

"Edwin sudah jangan lagi."

"Kakak maaf aku tak bisa menjaga emosi lagi."

"Tak masalah. Untungnya luka mereka tidak terlalu parah. Tidak seperti kejadian waktu itu. Jika tidak ada cctv maka kau sudah ditetapkan sebagai tersangka."

"Maaf, saat itu aku benar-bensr sangat marah. Tenang saja aku hanya membuat mereka babak belur dan tidak sampai masuk rumah sakit." Ucap Edwin.

"Dan kakak tenang saja disana ada cctv dan jika cctv nya mati aku sudah punya bukti."

Edwin mengeluarkan ponsel miliknya.

"Aku merekam semua kejadiannya. Meski hanya suara tapi bisalah dijadikan bukti."

"Ya sudahlah, ayo kuta pulang saja." Ajak Arven.

"Kakak naiklah. Aku tahu kaki kakak sakit jadi ayo aku gendong saja."

Everyone Has A SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang