Clue #day18
#TejaTeja itu bisa diartikan sebagai lembayung saat senja.
***
Terkadang seseorang mempunyai cara untuk mencari kebahagiaan diri sendiri di tengah kerasnya kehidupan. Di sisi lain dalam diri menuntut untuk selalu bertahan, segala hal pun dilakukan untuk melawan kerasnya hantaman dunia yang entah bisa dikatakan adil atau tak adil. Setiap makhluk hidup pasti pernah merasakan pahitnya dunia, tapi apakah ada yang sampai akhir hayatnya merasakan kepahitan?
Hwa Gi masih berdo'a dengan menangkupkan kedua tangan, matanya tertutup khusyuk. Berharap segala pahitnya kehidupan akan berujung dengan kemanisan, semuanya menjadi lebih baik dan akan segera mendapatkan kebahagiaan diantaranya lulus sekolah dengan nilai memuaskan, mendapat beasiswa untuk kuliah di universitas favoritnya.
Shin Woo kini menatap Hwa Gi yang sedang berdo'a. Dia teringat ketika masih kecil, ibunya sering datang ke sini untuk berdo'a. Walau pun hari sudah senja dengan teja yang mengubah suasana nampak kekuningan, ibu Shin Woo tetap menyempatkan diri untuk datang.
Shin Woo mengarahkan tangan ke rambut Hwa Gi, guna menyingkirkan sisa butiran salju menempel di rambut Hwa Gi namun sebelum itu terjadi terdengar deheman dari seseorang yang duduk di belakang.
Mendengar itu, Shin Woo pun menoleh ke arah datangnya suara. "Kau kenapa bisa ada di sini?"
Jae Han sebenarnya hanya ingin diam-diam mengikuti, namun karena salju yang semakin tebal, mau tidak mau dia harus masuk kalau tidak dia akan beku kedinginan. Namun ketika dia baru masuk, Shin Woo seperti ingin melakukan sesuatu pada Hwa Gi, secara reflek Jae Han ingin melarang itu. Entah kenapa dia tidak ingin Shin Woo menyentuh Hwa Gi.
Hwa Gi yang sudah selesai dengan doanya turut menoleh ke arah belakang. "Jae Han?"
Jae Han terpaksa mempertebal rasa tidak tahu malunya dan berucap, "Memangnya kenapa kalau aku ada di sini? lihat ekspresi kalian itu terlalu berlebihan. Seperti melihat hantu saja."
"Memangnya tadi siapa yang tidak mau ikut ketika diajak?" Shin Woo berjalan menuju Jae Han, sikap dan tatapannya begitu meremehkan. "Kau seperti penguntit," ujarnya.
Merasa tidak terima dikatai sebagai penguntit, Jae Han pun berdiri. "Siapa yang kau bilang penguntit hah?" tatapan permusuhan sangat kentara terlihat di antara keduanya.
"Tentu saja kau! kau mengikuti mobilku dari daerah tempat tinggal Hwa Gi hingga sampai masuk gereja ini, lalu apa namanya kalau bukan penguntit?" Shin Woo mengangkat dagunya.
Hwa Gi yang dari tadi hanya diam kini ikut berucap untuk menengahi. "Sudah, cukup kalian berdua tidak sepantasnya bertengkar di rumah Tuhan. Ini tidak sopan."
Bak dua anak kecil yang ditegur oleh ibunya, Jae Han dan Shin Woo pun menurut namun keduanya masih memasang tatapan sinis. Sepertinya masalah sekecil apapun akan menjadi besar kalau yang mendapat masalah adalah dua kakak beradik ini. Mereka memang terlihat tidak akur namun Hwa Gi tidak tahu sampai separah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HWA GI-SSI (END)
FanfictionRuangan berwarna merah dipenuhi wewangian gaharu yang menenangkan, seorang pemuda duduk di atas ranjang dengan pakaian Oiran merah menyala, mata berona merah cantik memasang ekspresi wajah bosan dan tatapan penuh goda. Hwa Gi jelas mampu menggaet si...