Tok tok!
"Zidane, bangun sayang." Zidane yang mendengarnya hanya melenguh manja kemudian kembali menutup kepalanya dengan selimut.
Ia benar-benar tak bisa tidur beberapa malam ini. Selain belum terbiasa di tempat baru, emosinya harus terkuras lagi dengan kejahilan Hansen.
Seperti sengaja mengunci pintunya dari luar, atau sengaja menyentuh kakinya dengan sensual saat makan.
Tapi seketika ia terbelakak. Hari ini upacara!
"Mama Donaaa~"
Jangan ditanya kenapa ia memanggil Dona dengan sebutan mama.
"Anggap aja tante mama kamu disini ya. Mama juga senang kalau punya anak apalagi kalau mantu segemesin kamu."
Ia bergidik membayangkannya. Kalau hanya sebagai anak kandung juga ia senang.
Tapi kalau anak mantu? Emang ia mau nikah sama Hansen atau Gavin?
Kalau Gavin sih ia mau saja, tapi anak itu masih terlalu kecil. Sedangkan kakaknya?
Ga deh. Gavin kelewat bocah eh si Hansen malah kelebihan hormon. Emang mending dianggep jadi anak kedua tante Dona aja.
"Loh Zidan belum berangkat? Hansen udah berangkat loh."
"Hehe gapapa ma. Zidane hapal jalan kok, jadi aman."
"Ya udah makan dulu. Upacara juga butuh tenaga kan?"
Zidane tak habis-habisnya menggerutu. Harusnya ia bangun lebih awal tadi hingga ia tak perlu berdiri ditengah panasnya lapangan.
Salah sendiri kelamaan, sudah tau jarak dari rumah Hansen ke sekolah lebih jauh daripada jarak rumah lamanya.
Tapi ia agak sedikit lega ketika melihat dari kelasnya juga ada dua orang yang sejujurnya ingin ia hindari dulu sementara ini.
Ralat, tiga orang.
Karena musuh utamanya kini berdiri tak jauh darinya dengan wajah datar dengan ekspresi kesal yang kentara.
"Kalian khususnya anak-anak OSIS, kalian tuh panutan. Malu tuh sama rompi. Minimal kalau terlambat gak usah pake rompi OSIS!" Marah Hansen.
"Kan jadi saya yang kena marah! Sepertiga dari kalian terlambat loh. Kalian niat gak sih jadi OSIS?" Lanjutnya.
"Gak."
Zidan hampir menyemburkan tawanya. Kiki dan Sandi, dua teman sekelas yang ia hindari sekaligus anggota OSIS menjawab dengan gelengan.
"Jangan ketawa Zidane! Rumah kamu gak jauh tapi terlambatnya kayak yang punya rumah di luar kota!" Hansen memijit kepalanya.
"Gak jauh matamu! Rumah lo jauh banget ege." Sayang, Zidane hanya bisa mengucapkannya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Hello, Enemy! | BinHao [END]
Fanfiction"Bukannya makin deket sama Celline, malah dideketin gebetannya. Mana bisa kek gini anjir!" ••• Zidane yang baru saja diputuskan mantan pacarnya dengan beruntung dapat pindah ke sekolah mantannya dengan niat mendekatinya lagi. Tapi yang menjadi halan...