"Eh akhirnya Zidane pulang. Makan dulu sini! Kamu pasti laper kan seharian di sekolah." Ucap Dona
"Apalagi dihukum sama ketua osismu." Lanjutnya menatap ke arah Hansen.
Zidane dan Hansen bahkan belum sempat mengucapkan apapun saat masuk ke rumah mereka.
Iya, rumah mereka
Zidane yang energinya benar-benar terkuras habis hanya mengangguk dan mengikuti arahan Dona untuk makan bersama.
"Mau kemana, Hansen?" Nada suara Dona sedikit naik ketika Hansen hendak beranjak keluar rumah.
"Mau keluar mah, tadi juga kan aku udah di luar."
"Makan dulu sini."
"No. Aku udah ada janji."
"Sepenting apa sih sampe gak mau makan di rumah sendiri? Udah berapa hari loh kamu ga makan di rumah." Tegur Dona.
Ia tak habis pikir. Hansen semenjak terpilih menjadi ketua osis, Hansen menjadi jarang berada di rumah.
Ia tak melarang Hansen melakukan apa yang ia mau. Ia justru merasa bangga terhadap putra sulungnya itu.
Ia hanya khawatir, kesibukan Hansen akan berpengaruh pada kesehatannya.
"Hans.. makan dulu ya." Dona melembutkan intonasi, tak setajam sebelumnya.
Hansen diam sejenak, kemudian mengangguk dan mendudukkan dirinya di sebelah Zidane, berhadapan dengan Dona.
"Kamu mau makan apa? Biar mama ambilin." Tanya Dona, Hansen hanya tersenyum dan menggeleng.
"Gapapa ma, nanti hansen ambil sendiri."
Dona mengangguk.
"Kalau Zidane?"
Zidane tampak berpikir sejenak.
"Mau ayam sama sayurnya dulu mah, enak banget keliatannya." Zidane terkekeh persis seperti anak kecil.
Kegiatan makan malam itu berlangsung dengan tenang, walaupun menyisakan tanda tanya besar di kepala Zidane.
Baru kali ini ia melihat Hansen secanggung itu.
"Ini kalo sarapan pagi juga kek gini apa gimana suasananya? Eh tapi gue belom pernah sarapan pagi bertiga sih, kan tidur mulu."
Mungkin setelah ini ia harus rajin bangun lebih pagi.
"Kok malah gue yang penasaran?"
Hansen menghembuskan nafasnya, merasa bersalah harus membatalkan janjinya dengan Celline tadi karena menerima pesan dari mamanya.
Keluyuran dimana lagi tuh anak. Gumamnya.Perasaan bersalah menyelimutinya sekejap. Ia melihat ekspresi kelalahan Zidane saat menyapu, apalagi tadi adalah jam olahraga dan kebetulan piket hariannya.
Tapi mau diapakan lagi, hukuman tetaplah hukuman.
Ia memberhentikan mobilnya di depan sekolah yang sudah benar-benar sepi bahkan gerbangnya sudah di kunci.
Gak mungkin kan Zidane ketiduran di dalem? Pikirnya.
Hansen menggeleng. Pasti Zidane masih ada di sekitaran sini.
Ia kembali masuk mobilnya dan menyetir lebih lambat.
Ia benar-benar cemas. Ia tahu Zidane adalah seorang laki-laki. Tapi tetap saja ia khawatir.
Membayangkan Zidane kebingungan ketika pulang saja ia sudah panik.
Maklum saja, Zidane selalu pulang naik bus dan tak mau repot-repot menghapalkan jalan karena bus tersebut akan langsung turun di halte dekat rumah Hansen.
Matanya menyipit ketika melihat siswa berseragam sama sepertinya dengan penampilan seperti anak hilang.
"Ketemu."
Di mobil hanya ada mereka dan suasana di dalamnya benar-benar hening.
Ia sedikit melirik Zidane yang benar-benar terlihat kaku. Ia terkekeh pelan.
"Apa lo ketawa? Gila lu?"
Astaga, Zidane dan mulut pedasnya.
"Kamu yang gila. Bisa-bisanya di jalan kayak orang hilang.Kalau mama gak pulang dan gak kasih tahu juga gak bakal ada yang tahu kalau kamu belum pulang. Jalan pulang aja masih gak hapal sok-sokan jalan sendiri." Tatapannya menajam
Zidane mengernyit. Tumben Hansen secerewet ini.
"Ya menurut lo? Siapa coba yang hukum gue bersihin taman belakang segede lapangan sendirian?"
"Salah sendiri datang belakangan. Yang ga dapet pembagiannya ya otomatis disitu. Lagian beresin taman belakang gak sampe sesore ini."
"Bodo amat! Gue kesel ya." Zidane cemberut.
"Makanya lain kali jangan terlambat." Hansen terkekeh pelan, diusaknya pelan rambut halus Zidane.
Entahlah, ia hanya ingin melakukannya.
"Sekalian kalo emang ada apa-apa langsung hubungin aku. Bikin khawatir tau gak?"
Jangan tanya reaksi Zidane, cowok itu hanya terdiam, mengerjapkan mata kemudian berdehem menghilangkan rasa gugupnya.
"Hp gue lowbatt tadi."
"Yaudah, besok-besok berangkat sama pulangnya bareng aku aja." Tawar Hansen.
Zidane melotot.
"YA KALO GITU ORANG-ORANG BAKAL TAU ANJIR KALO KITA TINGGAL BARENG! GIMANA SIH?!"
Ah, mode galaknya kembali.
Part sembilan : a lil bit confusing —end
Segitu dulu ya gaeseu ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Hello, Enemy! | BinHao [END]
Fanfiction"Bukannya makin deket sama Celline, malah dideketin gebetannya. Mana bisa kek gini anjir!" ••• Zidane yang baru saja diputuskan mantan pacarnya dengan beruntung dapat pindah ke sekolah mantannya dengan niat mendekatinya lagi. Tapi yang menjadi halan...