Selamat membaca!
Sekarang posisinya adalah Celline dan Hansen bersebelahan dengan Matthew dan Zidane di depan mereka.
Zidane sedikit meringis, pesona cowok didepannya ini memang luar biasa. Ia saja dengan ketampanan yang diakui sekolah lamanya juga merasa sedikit terintimidasi.
Dan sekarang, cowok itu mendekati Celline bahkan waktu gadis itu masih menjadi pacarnya.
Ia kira saingannya tidak ada apa-apanya dibanding ia yang sering mengikuti kompetisi violin.
Tapi ini? Hansen Satria yang selain menjabat sebagai ketua kelas dan ketua osis juga menjabat sebagai mantan ketua ekskul dance dan sudah banyak membawa piala untuk lomba matematika dan kompetisi dance. Bahkan cowok ini sering mengikuti kegiatan sukarela di beberapa tempat.
Jelas Zidane sangat jauh di bawahnya.
Tanpa sadar, ia menuangkan sesendok sambal ke baksonya.
"Loh banyak banget kak? Bukannya gak bisa makan pedes ya." Ucapan Celline tiba tiba mengejutkannya.
"Eh i-iya nih lagi pengen yang pedes." Jawabnya seadanya.
Celline tersenyum kemudian menatap Hansen di sebelahnya.
"Gimana lombanya kak?"
"Easy kok. Soalnya yang udah biasa dipelajarin jadi aman."
"Hehe hasilnya kapan?"
Zidane membeo. Selama dengannya, Celline tak pernah menatapnya seperti itu.
Entah tak pernah atau ia melewatkannya.
Tapi yang membuat Zidane merasa aneh adalah reaksi Hansen yang terlalu seadanya.
"Kalau gue mah langsung unyel-unyel tuh mukanya."
"Hasilnya lusa." Ucapnya sambil menepuk kepala Celline yang tersenyum lagi.
Makin patahlah hatinya.
Celline terlihat bahagia.
"Eh, Zidane? Lu gapapa?" Matthew yang menyadari ekspresi Zidane langsung melambaikan tangannya di wajah Zidane.
"Eh gapapa kok." Ia tersenyum kikuk. Meyakinkan semua orang kalau ia tak apa-apa.
"Kamu sakit?" Zidane refleks memundurkan wajahnya ketika Hansen meraba dahinya dengan tiba-tiba.
Apa-apaan ini?
"Eh? Gue gapapa sumpah." Zidane langsung menggeleng dan menyeruput kuah bakso hingga tersedak.
Dan lagi-lagi Hansen dengan cepat mengambilkannya air.
"Makasih." Jawabnya singkat.
"Makasih ya udah nganterin aku ke kelas. Biasanya cuma kak Hansen sekarang kak Zidane sama kak Matthew juga. Padahal kak Matthew jarang bareng kita."
"Gue cuma nemenin dia makan, terus dia nunjuknya ke bangku lo jadi yaudah duduk aja." Celline spontan menatap Zidane dan tersenyum canggung.
"Yaudah. Kita duluan Cel, ayo." Hansen menyudahi percakapan.
"Aduh.." Rintih Zidane pelan.
Saking kesalnya melihat interaksi Celline dan Hansen ia sampai memakan bakso yang pedasnya luar bisa hingga perutnya perih.
"Mr.?" Untung saja suara pelannya bisa didengar Mr. Mahen di depan.
"Saya izin ke toilet mr. perut saya perih banget." Rasanya suaranya mau habis sakit perih perutnya.
"Ya sudah. Kalau masih gak enak perutnya langsung ke uks saja."
"Baik mr. terima kasih." Langsung saja Zidane berlari ke toilet.
Dan sekarang ia benar-benar lemas di UKS dengan memegang minyak aromatherapi yang sesekali ia oles ke perutnya.
"Sialan banget, gara-gara cemburu malah gini." Umpatnya menatap langit-langit.
Tapi kalau dilihat-lihat, uks sekolah barunya sangat bagus dan lengkap dengan obat dan beberapa roti juga susu.
Tirainya juga sangat bersih dan lucu dengan beberapa motif, sampai akhirnya terbuka menampakkan orang yang ia kenal.
Siapa lagi kalau bukan gebetan Celline.
"Kamu sakit?"
"Iya." Ketusnya tanpa sengaja. Ia benar-benar iri dengan Hansen yang bisa-bisanya membuat mantannya berpaling.
Tapi apa yang ia lakukan disini?
"Lo.. ngapain?" Zidane mengerutkan dahi ketika tangan cowok itu sudah ada di atas perutnya.
"Ngolesin perut kamu pake aromatherapy." Hansen dengan santai mengolesi perut Zidane dengan minyak aromatherapy.
Tapi kenapa elusan tangan cowok ini makin sensual dan... lama-lama makin ke atas?
"Shit! Bahaya."
Part tiga : Gebetan Celline- end
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Hello, Enemy! | BinHao [END]
Fanfiction"Bukannya makin deket sama Celline, malah dideketin gebetannya. Mana bisa kek gini anjir!" ••• Zidane yang baru saja diputuskan mantan pacarnya dengan beruntung dapat pindah ke sekolah mantannya dengan niat mendekatinya lagi. Tapi yang menjadi halan...