Say goodbye to drama keluarga ini :3"Vin makan dulu." Hansen menghela napas karena sedari tadi Gavin tak merespon apapun ucapannya.
Gavin hanya akan merespon Zidane dan ibunya, itupun lebih banyak di Zidane. Sesekali pemuda itu akan memeluk Zidane layaknya anak kecil yang sedang sakit.
Zidane yang dipeluk terima saja, hitung-hitung merasakan posisi seorang kakak.
"Gavin, makan dulu ya." Gavin menggeleng pelan. Lidahnya benar-benar pahit jadi sia-sia saja makan kalau hanya pahit yang ia rasakan.
"Pahit."
"Ya udah, kakak taruh disini ya makanannya." Gavin sedikit kaget ketika Hansen melabeli dirinya sebagai kakak.
Sebelumnya ia tak pernah mendengar label itu langsung dari mulut Hansen sejak mereka berpisah. Hansen juga tergolong kakak yang cuek dan tak mau repot dengan urusan adiknya.
Diam-diam Gavin tersenyum senang. Sejak lama ia menginginkan ini.
"Kakak minta maaf." Gavin mendongak, Hansen didepannya sedikit menunduk dengan nada bicara yang lesu.
"Andai aja kakak gak lari dan gak nolak dari awal, pasti bukan kamu yang jadi samsaknya dia."
"Dari awal emang aku yang papa mau, aku yang jadi boneka papa buat ambisinya. Harusnya kamu disini sama mama." Dona yang sejak tadi diam, menatap lurus ke arah putra sulungnya itu.
"Ma, aku juga mau minta maaf sama mama." Napasnya memburu.
"Mama udah berubah sejauh ini, mama udah berusaha buat jadi mama yang baik selama kita tinggal bareng, tapi aku masih suka ngehindar, masih suka ingat-ingat luka lama yang harusnya udah aku lupain."
Dona menggeleng. Itu tak lagi jadi masalah baginya.
"No, Hansen. Mama yang minta maaf. Mama dulu emang ga pernah mau sayang sama kamu, mama terlalu takut sama papa kamu. Mama ngelakuin semuanya karena mau ngelindungin mama sendiri, tanpa peduli sama kamu waktu itu."
"Bahkan setelah pisah, mama lebih sibuk buat jadi mama yang baik tanpa minta maaf ke kamu, tanpa mau dengerin apa yang kamu rasain padahal kamu butuh cerita buat mama tahu."
Dona memeluk Hansen, membenamkan kepalanya di ceruk leher Hansen dan mengelus kepalanya.
"Mama salah. Mama minta maaf. Mama sayang Hansen. Jangan tinggalin mama." Keempat kalimat itu terus diulangnya.
Sedangkan Gavin tersenyum. Rasa bahagianya tak bisa diucapkan dengan kata-kata.
Begitupun Zidane. Entah takdir apa yang membuatnya harus ikut ke dalam drama keluarga Hansen.
Tiba-tiba ia teringat tawaran Rafif hari itu. Ia belum sempat memberitahu keputusannya.
Tapi anehnya, setelah hari itu Rafif sama sekali tidak mengganggu siapapun lagi. Seolah-olah ia hilang setelah pertemuan terakhir mereka.
"Lo udah mutusin masuk ekskul mana?"
"Emang harus banget ya?"
Matthew dan Tio mengangguk bersamaan.
"Sebenarnya sih cuma anak kelas 10, tapi karena lo anak baru jadi mau ga mau harus ikut ekskul juga."
"Ya kalo ga mau?"
"Harus ikut."
Zidane berdecak, dibelakangnya ada Hansen yang menjawab sambil menyilangkan tangannya di depan dada.
"Dih."
"Udah jadi kebijakan saya kalo di sekolah tiap murid harus punya ekskulnya sendiri."
"Kayak yang punya sekolah aja." Cibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Hello, Enemy! | BinHao [END]
Fanfiction"Bukannya makin deket sama Celline, malah dideketin gebetannya. Mana bisa kek gini anjir!" ••• Zidane yang baru saja diputuskan mantan pacarnya dengan beruntung dapat pindah ke sekolah mantannya dengan niat mendekatinya lagi. Tapi yang menjadi halan...