*
*
Hai, Hai aku belum bisa Up di sebelah dan ku lihat aku punya draft cerita ini dan dengan penuh pertimbangan (eakkk) bakal ku publish hehe.
ヾ(❀╹◡╹)ノ゙❀~*
*
Happy ReadingEnjoy :)
*
*
*
Mark berlari menyusuri koridor dengan setelan jasnya yang kini sedikit berantakan, lihat saja bagaimana dasi itu sudah tidak tersimpul sempurna di lehernya. Mark dapat sedikit bernapas lega saat melihat putra semata wayangnya duduk di ranjang rumah sakit dengan mengunyah potongan semangka di pangkuannya. tangan kirinya patah dan harus digips belum lagi wajahnya yang terdapat banyak luka.
"Daddy sudah katakan untuk tidak lagi bertengkar, hindari hal-hal yang dapat membuatmu terluka. Appamu juga tidak akan suka melihatmu seperti ini, Chenle~yaa, dengarkan apa yang Daddy katakan?!" Mark frustasi melihat pertumbuhan dan perkembangan putranya selama tujuh belas tahun.
Apa ia salah mendidik putranya selama ini? Kenapa ada saja yang dilakukan putranya hingga ia harus turun tangan secara langsung untuk membereskannya. Putranya itu bisa membuat ia datang ke ruangan kepala sekolah sekali dalam seminggu.
"Yang penting aku sudah tidak apa-apa, tidak perlu berlebihan begitu, asal Daddy berikan sangsi yang berat padanya, aku tidak mau tahu" wajahnya sedikit mencebik saat melihat Sang ayah menghembuskan nafas berat seraya memijat pelipisnya, ayolah Chenle tahu betul power keluarganya.
"Musuh yang selalu kau ceritakan itu? Chenle kau sudah Daddy berikan tips untuk menghadapi seseorang yang seperti itu, jangan malah memancing emosinya untuk melukaimu, kau tahu bukan kau tidak bisa bela diri, Daddy hanya ingin kau tidak terluka"
Chenle menghembuskan napas berat sebelum menerima pelukan sang ayah. Meskipun sengaja ia memprovokasi Haechan untuk melukainya. Chenle ingin menarik perhatian Mark yang sibuk entah pekerjaan atau kisah cinta barunya. Chenle masih belum menerima jika Mark akan memiliki orang lain selain dirinya dan mendiang Appanya.
"Chenle, kau tahukan kau akan selalu jadi prioritas Daddy?" Chenle sontak mengedikkan bahunya, oh ayolah prioritas bagaimana? Appanya saja tidak pernah menghabiskan waktu untuknya selama seminggu penuh, hanya uangnya sajalah yang Chenle dapat rasakan kehadiran Sang ayah nol besar dalam kesehariannya.
"Ck, Daddy melakukannya karena merasa bersalah sajakan dengan Appa? Uncle Na saja membenci kita berdua karena Appa pergi" Mark menghembuskan nafas kasar, ia tidak bisa mengelaknya lagi, putranya dengan ringan mengatakan hal itu seolah bukan apa-apa tapi ia tahu betul jika hal itu luka bagi putra satu-satunya.
Perbincangan mulai semakin jauh, Mark berhenti tidak ingin melukai putranya juga dirinya sendiri. Melihat bagaimana air muka Chenle yang berubah sekejap mata, meletakkan mangkuk di meja sebelah ranjang rumah sakit dan tidur membelakangi Mark.
Yah andai saja dia tidak melakukan hal bodoh hari itu, mungkin mereka sudah menjadi keluarga bahagia. Iyakan...? Seharusnya mereka bisa hidup menjadi keluarga yang harmonis jika Mark dapat menyadari perasaannya lebih awal.
Bahkan Mark masih ingat dengan jelas, hal yang merupakan mimpi buruknya selama ini....
"AKU JUGA BERHAK BAHAGIA, SELAMA INI KAU TIDAK PERNAH MENERIMA AKU" Mark sungguh tersulut emosi sore hari itu. Sunset yang seharusnya menemani mereka dalam nuansa romantis, hancur sudah karena kenyataan itu dibenarkan oleh Mark dengan bibirnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reoccurring
FanfictionHaechan bertengkar entah kesekian kalinya dengan Chenle karena pemilihan vokalis NEO yang menurutnya dimanipulasi, hal itu tentu saja mungkin jika melihat latar belakang keluarga Jung. Tapi kali ini berbeda dengan pertengkaran yang telah lalu, Chenl...