Chapter 3: Bad feeling

117 14 8
                                    

Chapter 3

Matahari terbenam dan bulan mulai naik untuk menggantikannya. Langit juga semakin gelap dan ditemani bintang-bintang. Hawa angin malam semakin dingin, suasana semakin sepi. Diana menghapus kabut yang terhasil pada kaca yang ada di hadapannya menggunakan lengan bajunya yang panjang untuk menatap pantulan dirinya sendiri. Diana membasuh wajahnya beberapa kali sebelum balik lagi menatap dirinya melalui cermin. Dia menghembuskan nafasnya berat. 

"Yang gue lakuin sekarang bener gak sih?" Tanya Diana pada diri sendiri.

"Dalam mimpi gue, gue liat Ta pake baju putih tapi buat apa? Terus penuh dengan darah. Kenapa gue gak bisa ingat mimpi gue sendiri? Itu petanda atau apa?" Diana masih sibuk membawa dirinya kembali kepada mimpi yang dialaminya tadi pagi.

Knock, knock, knock

Diana sedikit kaget mendengar suara ketukan yang kuat pada pintu kamar mandi.

"Iya?" Ucap Diana pada orang yang ada diluar.

"Semua udah pada kumpul di bawah" Kata Alexa, teman baik kepada Diana. Diana membuka pintu kamar mandi dan menarik Alexa masuk ke dalam sebelum kembali mengunci pintu itu. Diana menolak bahu Alexa untuk merapat pada pintu dan meletakkan kedua tangannya pada pundak Alexa yang sudah memberi tatapan menilai pada temannya yang sedikit aneh hari ini.

"Lu kenapa sih?" Alexa memerhatikan wajah Diana dengan intense untuk membaca raut wajah temannya.

"Gue... gue gak pasti kalo ini ide yang bagus" Diana mengucapkan itu dengan suara yang pelan dan ragu.

"Huh? Maksudnya? Gue gak paham ni?" Alexa melipat kedua tangannya di dada.

Diana menggelengkan kepalanya sebelum melepaskan pegangannya pada pundak Alexa. "Ini, yang kita mau lakuin ini. Gue gak tau kalo ini ide yang bagus atau enggak tapi gue udah terlanjur manggil kalian semua" Diana mengikat rambutnya dengan kasar tanpa memandang Alexa.

"Apa yang mereka lakuin itu emang salah. Kita emang harus hentikan aktivitas mereka itu. Kenapa lu gak yakin? Manggil roh dan coba menghidupkan yang mati itu emang salah" Alexa coba menyakinkan temannya dengan suara yang terdengar sangat tenang tapi Diana masih kelihatan gelisah.

"Hey, hey liat gue" Alexa menangkup wajah Diana dengan kedua tangannya supaya Diana bisa menatap tepat pada manik mata gelap milik Alexa.

"Lu mikirin apa sebenarnya?"

Bukan jawaban yang didapatkan oleh Alexa melainkan hembusan nafas yang berat keluar dari bilah bibir Diana.

"Gue mimpi"

"Okay?" Balas Alexa dengan perasaan aneh karna dia masih belum paham kenapa temannya bersikap aneh.

"Gue mimpi Ta, berdarah. Berdarah banyak, Alexa. Gue gak tau apa terjadi sama anak gue. Kalo dia kenapa-napa gimana? Kalo ini cuman jebakan gimana? Semua orang mau anak gue mati" Diana meluahkan semua yang ada di dalam benaknya dengan cepat.

"Okay, okay slow down. Take a deep breath, okay? Inhale and exhale" Alexa coba menenangkan Diana. Diana meniru semua aksi Alexa untuk merasa lebih tenang.

"Ini jebakan ataupun bukan. Apa yang mereka lakukan tetap salah dan kita harus hentikan itu sebelum semuanya menjadi lebih buruk. Dan gue mau tanya. Ta dimana?"

"Dia di Stella" Alexa memiringkan kepalanya tanda bertanya, dia ,engerutkan keningnya sambil berfikir.

"Ngapain di Stella? Belum musim panas"

"The Golden Fleece katanya dicuri jadi anak-anak balik ke Stella untuk keselamatan mereka" Jelas Diana.

"Jadi kenapa lu masih khawatir sama Ta? Dia disana, baik-baik aja. Ada yang jagain dia disana. Lu gak usah khawatir. Lu seharusnya khawatir sama diri sendiri" Alexa menudingkan jarinya pada Diana.

Holding onTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang