TE | Chapter 4

783 58 0
                                    

Erlangga mulai terusik dengan deringan dari HP-nya.

"Ck, siapa sih yang nelpon pagi-pagi gini!"

Erlangga menggerutu. Satu tangannya
meraba kasur mencari keberadaan HP-nya.

"Hm?"

"..."

"Hah? Beneran, Ze?!"

Kedua mata Erlangga spontan terbuka.

"..."

"Oke, gue ke sana sekarang."

Lantas, Erlangga berdiri dan mengambil seragam sekolahnya. Dengan gerakan kilat ia memakai seragamnya, menyambar tasnya, lalu pergi dari kamar.

***

"Halo, Ze?"

"..."

HP yang berada digenggaman Viola terjatuh.

"G-gak mungkin."

***

Suara sirine mobil polisi terdengar memasuki gerbang sekolah SMA Trisatya pagi itu. Di pinggir lapangan, Zero berdiri dengan sekujur tubuh yang gemetar dan keringat bercucuran. Setelah menghubungi teman-temannya dan juga kepala sekolah.

Di bawah gumpalan awan hitam, Zero menatap tak percaya pada seseorang yang terkapar di tengah lapangan sana. Bajunya sudah penuh dengan noda darah. Beberapa polisi terlihat mengamankan keadaan sekitar.

"Zero!"

Erlangga dan Renzo berlari menghampiri Zero. Sesampainya ia dan Renzo di sana, Erlangga dapat melihat pemandangan mengerikan dengan kedua bola matanya.

Erlangga tercengang.

Di sana, seseorang terkapar dengan cucuran darah yang terus mengalir disekujur tubuhnya. Satu organ tangannya terpisah berada di dekat orang itu.

"Neisha!"

Viola berlari dengan Disa di belakangnya. Air mata mengalir deras diwajah keduanya. Saat jarak Viola dan Disa hampir dekat dengan orang yang terkapar itu, langkah keduanya mulai memelan, Viola tak kuasa menahan isak tangisnya, begitupula dengan Disa.

"Neisha!"

Ya, orang yang terkapar itu adalah Neisha.

Disa memeluk Viola kemudian mendekapnya. Saling menumpahkan tangis dalam dekapan itu. Viola meraung-raung, dia ingin mendekati tubuh Neisha, ingin memastikan sekali lagi kalau yang dia lihat bukanlah Neisha, sahabatnya.

"Neisha Dis, gue pengen lihat Neisha!"

"Iya Vi. Nanti ya, sekarang biarin Polisi nanganin Neisha dulu."

Viola berjalan menghampiri salah satu polisi itu. "Pak, sahabat saya masih hidup, 'kan?"

Sedikit jeda.

"Maaf, mungkin tuhan lebih sayang sama sahabatnya adek,"

"Nggak nggak, NGGAK MUNGKIN, PAK. NEISHA!"

Dengan sigap, Disa menangkap tubuh Viola yang hendak jatuh. Erlangga, Renzo dan Zero menghampiri Disa dan Viola. Erlangga mengambil alih tubuh Viola dari rengkuhan Disa dan membawanya ke UKS.

Jadi, alurnya udah dimulai, ya.

"Dengan saudara Zero?"

Renzo dan Zero hendak mengikuti langkah Erlangga namun urung karna panggilan dari seorang polisi. Zero membalikkan tubuhnya menghadap polisi itu.

"Iya, Pak. Saya sendiri."

"Bisa ikut kami sebentar, kami butuh penjelasan dari anda,"

"Baik, Pak."

Transmigrasi ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang