TE | Chapter 18

185 14 0
                                    

"Kalo gitu kita balik dulu, ya. Sehat-sehat, Rick," Viola melambaikan tangannya pada Arick.

Arick membalas lamabaian tangan Viola. "Makasih, Kak!" Di sebelah Arick, Clay menghembuskan napasnya lega saat melihat punggung Erlangga dan Viola yang menghilang dari balik pintu. Clay melangkahkan kakinya menuju sofa tempat di mana Erlangga duduk tadi.

"Hampir aja."

***

"Mau langsung pulang?" Erlangga bertanya kepada Viola yang berjalan di sampingnya.

"Iyadeh, udah malem juga."

"Oke."

Erlangga dan Viola melangkahkan kakinya melewati koridor rumah sakit. Seringkali Erlangga dan Viola mendengar beberapa suara tangisan sedih dan beberapa suara tangisan Bahagia. Erlangga dan Viola melewati sebuah ruangan, di mana di dalamnya terdapat beberapa orang yang tengah menangisi kematian seseorang yang tertutup kain putih di atas brankar.

Erlangga dan Viola terus berjalan, keduanya melewati sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat seorang gadis tengah menangis tersedu-sedu saat dinyatakan lumpuh oleh dokter. Gadis itu menangis dalam pelukan seorang wanita. Mungkin wanita itu adalah ibunya.

"Kasihan banget, ya, masih muda udah lumpuh," celetuk Viola menatap penuh rasa iba pada gadis dengan rambut Sebahu yang sedang menangis dalam pelukan ibunya di dalan ruangan itu.

"Namanya juga hidup, Vi. Semuanya berjalan sesuai roda kehidupan. Ada kalanya manusia harus ditimpa kenyataan pahit supaya nantinya bisa terus kuat menjalani hari-hari selanjutnya. Terkadang, dengan adanya masalah, kita bisa belajar gimana caranya menjadi pribadi yang lebih kuat lagi untuk ke depannya. Gimana kita bisa jadi pribadi yang lebih sabar lagi dalam menghadapi sebuah kesulitan. Setiap masalah itu pasti ada pembelajaran dan hikmahnya, dan rencana tuhan selalu yang terbaik untuk para hambanya." ujar Erlangga.

Viola menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Erlangga. "Menurut lo, gimana soal orang yang bilang kayak gini 'kenapa gue harus lahir dari orang tua yang ga berkecukupan? Sampe kapan hidup gue bakal terus melarat kayak gini, kalo jadi lo enak banget pasti, punya orangtua yang kaya',"

Erlangga terkekeh mendengar ucapan Viola.  "Ada yang bilang gitu ke lo?" Tebak Erlangga.

"Banyak, malah,"

Erlangga menghela napasnya. "Menurut gue orang yang kayak gitu gak menikmati dan gak mensyukuri apa yang lagi dia jalani. Sesuai apa yang udah gue bilang tadi, rencana tuhan selalu yang terbaik buat hambanya, dan roda kehidupan akan terus berputar. Menurut gue hidup itu gak semuanya kelihatan enak, pasti ada gak enaknya. Entah kenapa, yang orang-orang lain lihat pada hidup kita itu cuman pas enaknya doang. Mereka gak tau hal-hal yang gaenaknya, kalo mereka tau, pasti mereka gak akan bilang kayak gitu."

"Nah, bener nih. Gue setuju," celetuk Viola membenarkan perkataan  Erlangga.

Erlangga tersenyum dan membasahi bibir bawahnya. "Semuanya, akan berubah pada masanya. Asal, kita-nya aja yang mau berusaha. Kalau kita pengen kaya tapi tetus-terusan ngeluh dan gak usaha, ya kita bakal terus kayak gitu. Kehidupan kita ga akan berubah. Karna menurut gue, kunci perubahan itu ada dalam diri kita sendiri. Kita, yang bisa bikin kehidupan kita seperti apa di masa depan, dan kita juga yang bisa ngerubah takdir kita di masa depan, asal kita terus usaha dan jangan lupa juga harus disertai Do'a," jelas Erlangga dengan Lugas.

Viola manggut-manggut. "Bener, hidup dengan terus ngeluh dan iri itu gaada gunanya. Mending Kita gerak sekarang juga, dan buat perubahan untuk masa depan kita."

"Nah, pinter...."

Erlangga menepuk pucuk kepala Viola tiga kali. Viola terkekeh merdu. Keduanya terus melangkahkan kaki melewati koridor-koridor rumah sakit. Erlangga dan Viola berhenti tepat di depan sebuah ruangan di mana di dalmnya terdapat banyak orang yang tengah menangis haru menyambut kelahiran seorang bayi kembar yang ada dalm gendongannya seorang suster. Di samping ruangan itu, ada seorang anak kecil berusia sekitar 9 tahun melompat-lompat di atas brankar rumah sakit saat mengetahui kalau dia bisa pulang kembali kerumahnya besok. Kedua orang tua anak itu tertawa diujung brankar melihat keantusiasan anaknya.

Transmigrasi ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang