TE | Chapter 41

133 20 40
                                    

"Za, ada yang nyariin,"

"Siapa?"

"Gak tau, dia cowok,"

"Cowok?"

"Hm, samperin gih,"

"Oke."

Kedua kaki jenjang Aza melangkah keluar kamar. Gisell, cewek itu kembali menjauhkan dirinya di ambang pintu kamar adiknya saat tugas yang disuruh Mama-nya sudah ia laksanakan. Dengan kerutan bingungnya, Aza terus melangkah sambil menerka-nerka, siapa cowok yang mencarinya?

Lalu, satu nama melintas diotaknya.

Arlo.

Ya, hanya cowok itu yang akhir-akhir ini mengganggu kehidupannya. Arlo yang tiap kali selalu menembaknya dan mengutarakan perasaannya, namun berkali-kali Aza tolak. Entah kenapa cowok itu sangat keras kepala. Aza heran.

Dengan langkah kedua kaki yang malas, Aza keluar dari balik pintu lift yang tiba dilantai satu. Dengan kepala yang tertunduk, Aza terus melangkahkan kakinya sampai pada sofa ruang tamu.

"Kenap—"

"Hai, Za."

Tubuh Aza tersentak kaget kala mendengar suara berat itu. Dengan spontan kepalanya terangkat dan pupil matanya membesar seketika melihat perawakan cowok yang menatap ke arahnya dengan senyuman lebar serta satu tangan yang melambai diudara.

Bahu Aza bergetar ketakutan seketika. Kedua bola matanya juga sudah terlihat berkaca-kaca, air matanya yang menumpuk dipelupuk mata, jatuh seketika.

Clay, orang itu tersentak kaget saat Aza mengeluarkan air matanya di sana. Lalu, ia menghampiri Aza dengan wajah yang terlihat panik tanpa tahu alasan dibalik terjatuhnya air mata Aza adalah disebabkan oleh dirinya.

Tubuh Aza melangkah mundur saat Clay hendak mendekatinya. Melihat itu, tubuh Clay terdiam seketika. Pandangan mata cowok itu menatap penuh arti pada gadis yang mengusap air matanya. Kepala Clay ikut tertunduk, tak mampu menatap gadis yang ada jauh di hadapannya.

Aza menghapus air mata yang membasahi pipinya. Gadis itu menghembuskan napasnya kasar. Ia kembali menatap cowok yang sedang menundukkan kepalanya yang berada cukup jauh di hadapannya. "Mau apa?" tanyanya tanpa berbasa-basi menanyakan tujuan Clay datang ke rumahnya.

Mendengar sebuah pertanyan dari orang yang ada di hadapannya, kepala yang sedari tadi tertunduk itu ternagkat seketika. Dengan senyum yang terlihat nanar, Clay menatap teduh iris berwarna keemasan yang dimiliki Aza. Sudah lama ia tak menatapnya, Clay rindu pada gadisnya. Clay melangkah mendekati Aza.

"Aza tanya mau apa? Gausah deket-deket. Jawab dari situ kan bisa," ketus cewek itu dengan langkah yang kembali mundur.

Deg

Hati Clay kembali sakit mendengar apa yang terucap dari bibir mungil gadisnya. Ia kembali menghentikan langkahnya, dengan senyum nanar, Clay menghembuskan napasnya pelan. "Gue mau kita deket lagi kayak dulu, bisa, 'kan, Za?" lirihnya.

"Gak."

Deg

Sakit sekali hati Clay mendengarnya. Ia tersenyum lirih menatap Aza yang melayangkan tatapan tajam kepadanya. Helaan napas Clay kembali terdengar. Kalau sudah ditolak mentah-mentah seperti ini, ia harus bagaimana?

"Wah wah wah... Ada apanih? Kok diem-dieman gini?"

Gisell datang, membuat suasana yang tadinya hening berubah seketika. Cewek dengan wajah campuran China itu menatap penuh bingung pada adiknya yang berdiri dengan jarak yang ada dengan salah seorang cowok berperawakan tinggi di hadapannya.

Transmigrasi ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang