TE | Chapter 19

158 12 0
                                    

"Disa, lo kenapa?"

Lamunan Disa buyar kala mendapati sebuah tepukan dibahunya. Disa menolehkan kepalanya kepada Viola yang ada di sampingnya. Ditangan Viola, terdapat sebuah buku yang sedang Viola baca. Disa menyandarkan bahunya di kursi.

Kedua cewek itu sedang berada di kelas 12 IPA 1. Jam dinding yang tertempel di tengah-tengah dinding kelas menunjukkan kalau sekarang pukul 07:03. Di kelas, hanya ada beberapa murid, termasuk Viola dan Disa. Sekitar jam 07:30, kelas akan dimulai. Kemungkinan kelas akan ramai pada saat jam 07:25.

"Lo kenapa?" Viola mengulang pertanyannya.

"Nggak," Disa menggeleng menerawang ke depan.

Perilaku aneh Disa membuat Viola yakin, pasti ada sesuatu yang Disa sembunyikan. Viola menutup buku yang ada di meja. Viola memutar badannya menghadap Disa yang terdiam dengan wajah pucat bak seperti mayat.

"Lo lagi ada masalah? Cerita sini," Viola memegang bahu Disa.

"Gak ada, kok,"

"Hallah! Kentara banget bohongnya," Viola memandang Disa dengan air muka datar.

"Cerita gak lo!?"

Dalam sekali gerakan, Viola menangkup wajah Disa dengan kedua tangannya. Kedua bola mata Viola menatap Disa dengan pandangan tajam. Ditangannya, Viola memegang sebuah pulpen, ia sodong pulpen itu ke arah wajah Disa.

"I-iya-iya gue cerita! Ngeri banget lo,"

Viola melepaskan tangannya dari wajah Disa. Viola ber-smirk andalannya. "Bagus! Cepet cerita!" Perintahnya.

Disa menghembuskan napasnya. Gadis dengan rambut sebahu itu menceritakan kejadian kemarin saat dia bertengkar dengan keluarganya dengan ringkas. Sepanjang Disa bercerita, Viola fokus mendengarkan dengan baik.

"Oh ... gitu ceritanya." Viola menganggukkan kepalanya paham.

"Menurut lo, gue salah, ya?"

"Ee ... pas lo gamau minta maaf ke Nawa itu yang salah. Terus, pas lo ngelawan bokap dan nyokap lo itu juga salah." Viola berpendapat.

"Orang gue ga salah, ngapain gue minta maaf!" cetus Disa.

"Gini, meski lo gasalah, apa susahnya buat lo cuman sekedar minta maaf doang? Harga diri lo gak akan turun, kok, Dis. Dengan lo yang gak mau minta maaf, itu malah ngebuat Nawa jadi ngerasa menang. Karna dia udah berhasil bawa lo terjebak ke dalem rencananya." Viola menjelaskannya dengan nada tenang.

"Tap—"

Ting Nong...

Suara bell sekolah menyela ucapan Disa. Tanpa mereka sadari, seluruh murid sudah memasuki kelas. Seorang guru memasuki kelas dengan gagah dan berwibawa.

"Pagi anak-anak!" Sapa guru itu.

"Pagi, Pak!"

Balasan serentak dari para murid kelas 12 IPA 1. Guru laki-laki itu meletakkan tumpukkan buku yang dia bawa di atas meja. Pak Hendrik~adalah guru MTK yang sangat disukai oleh Viola dan tidam disukai oleh Disa dan Zero. Pak Hendrik memposisikan dirinya di tengah-tengah kelas.

"Oke, pelajaran kali ini, kita cukup—"

"Pak, Gausah pelajaran napa pak, capek tau," Disa berdiri menyela ucapan Pak Hendrik.

"Iya Pak bener. Kalo pelajaran mulu otak kita jadi ngebleng pak, mending jamkos aja," Zero menyahut.

"Nah, bener itu Pak. Atau kalo nggak bapak cerita tentang kehidupan keluarga bapak aja, gimana, Pak?" Disa menampilkan senyumnya.

Transmigrasi ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang