TE | Chapter 48

137 9 0
                                    

Warning!
Di chapter ini terdapat adegan kekerasan.

***

"

Kaila?" lirih Viola setengah tak percaya.

Hawa dingin menyapu kulit putih mulus Viola. Masih dengan pandangan yang tak percaya, napas gadis itu tersendat. Tenggorokannya terasa kelu. Lidahnya sangat susah digerakkan hanya untuk sekedar berbicara.

Kedua bola matanya terpejam. Ia berusaha mengontrol kembali dirinya dari rasa terkejutnya. Cewek itu menghenbuskan napasnya panjang. Kelopak mata itu kembali terbuka, kembali menatap pada gadis yang ternyata adalah orang yang pernah ditolongnya.

Kaila Anggraeni.

Viola baru sadar, huruf 'K' dan 'A' yang ada diujung jepitan itu, sama dengan huruf depan nama panjang Kaila. Ini di luar dugaan Viola.

Dia salah, kenapa ketika mendengar huruf 'K' dan 'A', pikiranya langsung tertuju pada nama Keny Amora?

"Kaila, lo bunuh Neisha?"

Zero, mewakili bertanya. Cowok pemikik gigi gingsul itu juga ikut terkejut melihat paras wajah dari gadis misterius tadi.

Sudah ketahuan. Kaila tidak bisa lagi berbohong sekarang. Kalau sudah begini, apakah Kaila harus menangis tersedu-sedu dan memohon ampun?

Tidak.

Kaila tertawa bak seorang iblis yang merasa senang karna telah mejerumuskan manusia melakukan dosa. Tawanya terdengar mengerikan di gendang telinga Viola, Zero, dan Erlangga.

"Iya! Puas kalian!" geram Kaila yang sudah neredakan tawanya.

Napas Viola semakin tercekat mendengar jawaban gamblang dari Kaila. Erlangga dan Zero menghembuskan napas kasar.

Kenapa bisa Kaila?

Ini juga di luar dugaan mereka.

"Gue salut sama kalian yang terus nyari kebenaran di balik kematiannya Neisha sampe detik ini." Kaila tertawa lagi.

"Kenapa?"

Lirihan Viola berhasil mengalihkan atensi Kaila. Gadis itu meredakan tawanya. Menatap Viola lekat-lekat.

"Kenapa lo bunuh Neisha?" tanya Viola.

"Lo tanya kenapa?"

Gigi-gigi Kaila bergemelutuk penuh amarah. Jari-jarinya spontan mengepal seketika, buku-buku jarinya pun memutih.

"Neisha itu pantes mati!" desisnya tajam.

Viola menatap dengan pandangan tak percaya kepada Kaila. Gadis yang ia kira baik dan lugu, ternyata memiliki topeng asli yang busuk. Gadis yang ia kira bai—

"Supaya hartanya Papa Aldi, jatuh ketangan gue semua," sambung Kaila melanjutkan kalimatnya.

Oke, perkiraan Viola sepenuhnya salah tentang Kaila. Dia menatap tak percaya Kaila yang kembali tertawa.

"Lo liat bekas luka cakaran ini?"

Kaila memperlihatkan sebuah luka cakaran yang terdapat dileher jenjang bagian kanannya untuk diperlihatkan pada Viola. Rambut panjangnya ia selipkan dibalik daun telinga.

Sebuah bekas luka cakaran, memang terlihat di leher bagian kanan Kaila. Luka yang terlihat panjang, berwarna sedikit kemerahan.

"Bekas luka cakaran ini, adalah bukti perjuangan gue yang ngebunuh Niesha, demi dapet hartanya Papa."

Kejam.

Sungguh kejam. Kaila tertawa lagi, bagai seoarang kesetanan. Kembali Kaila ingat dini hari yang panjang, yang sangat melelahkan dan juga bersejarah bagi kehidupannya.

Transmigrasi ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang