Suasana sunyi yang jarang sekali dirasakan, terlebih bagi Aleon, dimana kelasnya selalu berisik, sekarang dia sedang di UKS, tentu sudah izin, sayangnya Jaenan tidak bisa ke sana, malah orang yang membuat moodnya jelek yang diberi izin
"Masih mau tetep diem?" Tanya Jinan dengan dongkol, begitu pula dengan mimik wajahnya yang menggambarkan segala kejenuhannya sekarang
Aleon memilih diam, Jinan berdecak dan mendekat pada Aleon yang berbaring di atas brankar UKS, di lihatnya seksama tiap detail wajah Aleon, bahkan sang empu sampai risih dibuatnya, Jinan tampak berpikir entah apa itu
Setelah dirasa cukup, Jinan tersenyum miring, ia mendekatkan wajahnya pada milik Aleon, si manis dengan reflek memejamkan matanya, tangannya juga dengan otomatis mengepal menyalurkan rasa tak nyamannya
"Nghh.." Jinan mencium lehernya, bukan yang lembut, tapi ciuman sensual, yang sifatnya dapat meningkatkan gairah seks seseorang
Jinan tersenyum puas sebelum menghentikan ciuman itu, "Kalo tadi lo gak ngeluarin suara sama sekali, gue bisa aja terus lanjut" Jinan menangkup wajah Aleon, suara dalamnya yang juga tegas menusuk indra pendengarannya
Rasa sensual itu masih sedikit membekas, sehingga suaranya menjadi sedikit terbata-bata, "A-anjing lo!" Aleon juga masih takut, hal seperti ini mengingatkan dirinya dengan kejadian waktu lalu, yang cukup menyisakan perasaan trauma baginya
Tangan Jinan beralih diletakkan pada kepala Aleon, "Aww, ada yang kebawa suasana ya?" Godanya dengan nada yang mengesalkan, terutama ia berucap tepat di telinga Aleon
Aleon menatap tajam Jinan, "Hhh, santai Al" Tawa hambar Jinan ia keluarkan, kedua tangannya ia angkat seperti berhadapan dengan polisi, berlagak takut melihat Aleon
"Lo ngapain di sini sih? Balik ke kelas lo sana!" Marahnya walau masih ia tahan-tahan, ia sedang tidak mau lihat wajah Jinan, yang ada hanya memancing amarahnya saja
Bukannya menjawab, Jinan justru kembali mendekatkan wajahnya, kali ini Jinan memperhatikan luka yang sudah diobati itu, mata Aleon menelisik gerak-gerik Jinan, barulah dia menjawab, "Berani berbuat, berani tanggung jawab" Kalimat klasik yang sering Aleon dengar tapi cuma sampai di mulut saja, orang-orang cenderung gengsi untuk melakukannya
Aleon mendengus remeh, masalahnya itu keluar dari mulut seorang Jinan, bukannya wajar kalau tidak percaya?
"Lo tanggung jawab? Serius atau cuma..." Aleon menggantung ucapannya, menampilkan senyum yang terkesan merendahkan pernyataan klasik dari mulut Jinan, ia ikut mencondongkan tubuhnya seakan menantang sehingga posisi keduanya akan terlihat sangat aneh jika ada yang lihat
Jinan tersenyum mendengarnya, tak merasa ditekan sekalipun oleh aura menantang Aleon, ia mengusap perlahan garis rahang Aleon, "Menurut lo? Apa gue terlalu bad di mata lo yang sekarang?" Tanya Jinan yang lebih mirip seperti menggoda Aleon
Bukannya makin terintimidasi, jiwa penantangnya justru bangkit, ia semakin melebarkan senyumnya, "What if... something big is happen to me? Terus berhubungan sama lo? Lo bisa tanggung jawab?" Masih dengan nada meremehkan, Aleon menyusuri lengan Jinan, ia masih mau tahu sampai mana Jinan berteguh pada kalimat tersebut
Jinan mengernyitkan dahinya, apa maksudnya pertanyaan itu, sesuatu pada Aleon? Memang ia melakukan apa sampai Aleon mempertanyakan pertanggungjawabannya?
Aleon terkekeh melihat Jinan yang tetap diam dan hanya menatapnya dengan seribu tanda tanya di mata si jangkung, "Lupa ya? Biar gue ingetin lagi..." Ia menarik pangkal leher Jinan, berbisik disana
Sebelum itu, Aleon perlu memberitahu intinya dulu, ia jamin Jinan akan langsung paham, "I'm mpreg" Bulu kuduk Jinan seketika meremang mendengar suara parau itu menyentuh gendang telinganya
Jinan mendorong Aleon menjauh, hingga tubuh Aleon membentur brankar dengan lumayan kencang, apa itu? Aleon bisa hamil? apa mungkin bayangan buruknya bisa saja terjadi? setidaknya Aleon mampu membuat otak Jinan bercabang hanya karena ucapan singkatnya
Walau sempat meringis sedikit, ia melanjutkan, "Lo gak lupa kan? Pelepasan lo waktu itu didalem, anjir! Gak sekali, berkali-kali! Dikata gue toilet kali!" Cerocos Aleon yang sepertinya hanya berlalu di telinga Jinan, otaknya sekarang harus berpikir jernih dan cepat
"Belom lagi cacing-cacing lo itu ngerangsang hormon gue terus-terusan, pulang-pulang badan gue anget, sat!" Aleon terus berucap, bahkan terlihat sangat menikmati menceritakannya pada Jinan
Bayangkan jadi Aleon, tentu pertama kali melakukan seks dan tidak tahu harus bagaimana, ya dia langsung pulang saja saat itu, untung di rumah tidak ada orang, bibi yang kerja pagi pun pasti sudah pulang sore itu
"Nah... terus kalo gitu, lo mau—" Aleon masih bisa tersenyum, sebelum mendengar potongan Jinan
"Mau" Jawabnya serius, bahkan terdengar tegas
Senyum di wajah Aleon surut, jadi Jinan benar-benar serius pada prinsip tanggung jawab itu, "K-kenapa?" Tanya Aleon masih was-was dengan Jinan serta aura dingin disekitarnya
Jinan kembali memasang wajah bingungnya, "Lo beneran nanya?" Ia kembali bertanya dan tidak menjawab pertanyaan Aleon
"A-apa yang buat lo mau tanggung jawab kalau... amit-amit gue beneran hamil?" Jantung Aleon berdegup kencang, sungguh ia tidak bisa berekspektasi apa-apa di situasi ini
Jinan kembali mendekati Aleon, memegang kedua bahu laki-laki itu, menyalurkan rasa yakinnya pada Aleon, "Gue ngelakuin itu dengan sadar, gue tau apa yang gue perbuat atas lo, dan gak ada alasan buat menghindar dari konsekuensi yang perlu ditanggung di suatu saat" Ungkapnya dengan jelas, berharap Aleon dapat mengerti prinsip dan pendirian seperti apa yang ada padanya
Aleon terdiam, ia tak tahu harus memberi reaksi apa, pikirannya tiba-tiba menjadi penuh, mulutnya juga terasa kelu untuk mencoba berbicara, matanya bergerak-gerak mencoba memindai sekitarnya yang dimana hanya ada ekstensi Jinan
"Gue emang gak suka sama lo, risih!" Tambah Jinan ketika sadar Aleon tidak akan menjawabnya
"Gue maunya kita gak usah deket lagi, tapi kalau itu berkaitan dengan tanggung jawab, gue gak bisa pergi gitu aja, sama aja kayak pengecut, cowok pemberani itu ya harus berani dalam masalah mental juga bukan berani di fisik doang terus ngilang pas dibutuhin, egois" Cerocos Jinan tanpa henti, mata keduanya juga masih saling bertatapan, tak ada yang mau memutuskannya, mereka sama-sama terbawa suasana
Hingga Jinan sadar kalau terdapat genangan pada mata Aleon, pikirannya jadi semakin kemana-mana, tapi disisi lain, Jinan mengerti yang dirasakan Aleon, dia pasti dihantui rasa takut dan membuatnya sedikit mengurangi mental mencoloknya, ia juga sadar Aleon jadi lebih sering berhati-hati dalam melakukan sesuatu, bukan dia saja, bahkan mungkin saja satu sekolah menyadari perbedaan Aleon itu
Dibawa tubuh kecil Aleon kedalam dekapannya, hanya sebagai penenang saja bukan karena ia punya rasa atau apa, lagipula jika dia diposisi Aleon pasti juga berharap ada yang datang dan memeluknya seperti ini
Aleon menangis, meluapkan rasa gundah yang terlalu mengitarinya dalam seminggu terakhir, ia banyak mempertimbangkan tentang rasa gundahnya, ia terlalu takut dengan sekolah kala itu, ingatannya akan hubungan badan dengan Jinan masih membekas
"If you crying like this... gue jadi beneran takut ada yang lain di tubuh lo" Celetuk Jinan yang masih mengusap punggung Aleon
DWTLY #9...
Full of Jichen moment ;)
Sejauh ini menurut kalian dari sisi pembaca, karakter Jinan dan Aleon itu seperti apa?
Up lagi sebagai penebusan ke para pembaca setia ya ges ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult Way To Loving You | Jichen
Teen FictionApa yang ada di pikiran kalian ketika terbesit kata "tingkat akhir SMA"? Bukankah semacam bersenang-senang dengan teman, belajar untuk ujian akhir, dan berbagai macam kegiatan sekolah yang tak ada habisnya? Juga perasaan untuk bersenang-senang selay...