DWTLY #16: Menantu Ibu

117 18 3
                                    

Canggung dan kikuk

Itu lah atmosfer yang mendominasi tempat ini, rumah Jinan

Kenapa bisa? Tadi saat di halte, Jinan kebetulan lewat—sebenarnya tidak juga, tadi ditelpon Jaenan buat ganti jemput Aleon, emang gak bilang aja ke Aleonnya—dan berhenti di depan halte, bagusnya Jinan sudah dapat SIM mobil dari seminggu yang lalu, jadi kalau bawa mobil sudah bebas

Aleon awalnya mengabaikan Jinan, tapi pemuda itu menariknya masuk ke dalam mobil, membawanya ke rumah kediaman Jinan dan sang ibu

Selama sejam ia duduk di ruang tamu, selama itu juga Jinan dan Aleon hanya berdiam diri, tak ada hal yang perlu dibicarakan, ya kecuali saat ini ketika Jinan tidak sengaja menangkap kedua mata dihadapannya dipenuhi genangan air

Tangannya terulur membawa tubuh yang lebih kecil dalam dekapannya, meski tidak mau, ia harus, seseorang sedang dalam keterpurukan, "Keluarin semuanya, mental lo yang rusak kalo ditahan" Bisik Jinan datar

Tidak ada respons sampai beberapa detik setelahnya terdengar isakan kecil, kedua tangan Aleon membalas dekapan itu, mencengkram erat bagian belakang kaos Jinan

"Na-nan, gue... gue" Ia tak mampu menyelesaikan kalimatnya, tangisannya benar-benar sakit, berbicara saja rasanya tidak enak

"Hushh... Diem aja dulu, ngomongnya nanti" Dielusnya pelan punggung Aleon dan bahu anak itu yang bergetar

"Hiks, sakit, Nan..." Keluh Aleon disela-sela tangisnya, terserah siapa yang mendengarkan, ia sudah tidak peduli, ia hanya butuh seseorang mendengarkannya

"Hm" Jinan mengiyakan saja, masalah mengerti atau tidak itu belakangan

"Gue mau nyerah... Gue, gak..." Aleon dengan reflek menarik tubuh Jinan sehingga pelukan keduanya makin erat, semakin berusaha ia hentikan tangisnya malah makin deras

"Gue gak tau masalah lo, tapi solusi dari kehidupan yang dikasih ke lo bukan sebuah kata nyerah, sehancur-hancurnya hidup lo pasti semua ada akhir baiknya sendiri, nyerah bukan solusi, lo cuma lagi capek, butuh istirahat, bukan malah diakhiri" Percaya kah kalian seorang Jinan bisa memberi kata bijak semacam itu? Ya, kenyataannya begitu, dan memang ia harus berkata begitu juga

Hidup itu anugerah, sudah pasti ada akhir tersendiri bagi setiap kehidupan, percayalah bagaimana hidupmu sekarang akan menghasilkan akhir yang setimpal juga, tidak patut ada kata menyerah dalam hidup, istirahat lalu lanjut lagi, memilih tenang sejenak dari keributan dunia tidaklah salah, asal jangan menyerah sebelum waktunya

"Lo tinggal disini, gue tau lo diusir" Ucap Jinan melepas pelukannya, menatap koper bawaan Aleon sejenak lalu kembali pada Aleon, wajah manis itu sekarang tampak menyedihkan

Aleon menggeleng pelan, wajahnya tetap tertunduk dengan tangan yang sibuk menyeka air matanya, "Gu-gue di rumah Jaenan aja"

Jinan berdecak pelan, "Di luar ujan gede, Jaenan juga sama tunangannya, gak baik tinggal sama mereka, Jaenan juga nyuruh lo disini aja" Tidak bohong, Jaenan sungguhan berkata seperti itu tadi, aneh

Jinan tadinya mau menolak tapi Jaenan memaksa, katanya Aleon diusir dan tidak tahu mau kemana lagi, ya sudah Jinan iya kan saja

Aleon diam, ia merasa tidak enak tinggal dengan keluarga Jinan, apalagi ada ibunya, tapi mau menolak pun ia bingung mau kemana lagi

"Ibu udah tau, lo mending ke kamar deh, tenangin diri, makan malem nanti gue panggil" Saran Jinan langsung berdiri dan membawa koper Aleon ke salah satu kamar yang entah punya siapa Aleon tidak tahu

Dengan berat hati ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar itu, memutuskan untuk membersihkan dirinya setelah itu mengistirahatkan tubuhnya sebentar

Difficult Way To Loving You | JichenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang