Bab 32

2 0 0
                                    

Perjalanan menuju 'The City of Love', 1958

Seorang petugas yang berjaga pagi itu menyusuri lorong yang mulai terang karena cahaya matahari yang menembus masuk melalui ventilasi udaranya. Langkah petugas itu kemudian berhenti di ujung lorong, persis di depan sel Richard. Tak lama kemudian Richard mendengar suara dentingan kunci dan besi yang digeser terbuka. Saat itulah Richard terbangun dari tidur singkatnya. Matanya masih terasa berat ketika ia melihat petugas berseragam lengkap yang berdiri menjulang di hadapannya dan memintanya untuk keluar dari sana.

"Apa?" Richard tidak begitu yakin apa yang didengarnya, jadi ia meminta petugas itu untuk mengulanginya lagi.

"Kau mendengarnya, kau bebas. Kapten Frederick sudah menunggumu di depan."

"Bagaimana dengan teman-temanku?"

"Mereka juga sudah dibawa keluar."

Langsung saja Richard berdiri dari sandarannya di dinding sel. Saat itu ia bisa mendengar suara tulang-tulangnya yang kaku berkelotak. Tulang punggungnya terasa sakit tak keruan setelah menghabiskan waktu semalaman untuk duduk di lantai sel yang keras dan dingin. Tidak hanya itu, luka di lengannya juga kembali berdenyut-denyut. Mungkin, pikir Richard, perbannya perlu diganti.

Tenggorokannya kering, perutnya sakit karena kelaparan. Richard lupa kapan terakhir kali ia makan sesuatu. Sembari mengabaikan semua itu, ia kemudian berjalan mengikuti si petugas keluar dari sel bawah tanah, menaiki tangga kemudian menemui tiga awak kapalnya yang sudah menunggu di dekat pantai tempat dimana mereka mendarat di pelabuhan itu untuk pertama kalinya. Disana juga ada kapten Frederick yang sedang berbicara dengan Kapten Myers – salah satu pemimpin yang ditugaskan untuk berjaga disana, dan juga perawat yang wajahnya tidak asing lagi, kecuali karena ekspresinya tampak berbeda kali ini. Richard mendapati wanita itu sedang mengisap rokok sembari menatapnya dengan kedua mata disipitkan dan dahi yang dikerutkan. Wanita itu tidak lagi menunjukkan raut perlawanan, melainkan rasa simpati dan penyesalan.

Richard sudah bisa menebak kalau kapten Frederick akhirnya membenarkan kesaksian Richard sehingga orang-orang itu bersedia membebaskannya, tapi itu bukan lagi hal yang penting. Baginya, apa yang terpenting sekarang adalah ia dapat bebas dan pergi secepat mungkin dari tempat itu.

"Richard!" Kapten Frederick menyambutnya dengan lengan terjulur. Laki-laki itu kemudian menepuk pundak Richard, hanya beberapa senti di atas lukanya yang masih sakit. Richard kemudian berdesis dan kapten Frederick secara spontan menjauhkan tangannya.

"Maaf.. aku minta maaf karena kau harus melewati ini."

"Tidak apa-apa. Aku dan awakku harus pergi."

"Tentu saja."

Kapten Myers melangkah maju mendekatinya dan bertanya, "apa yang kau perlukan? Kami berutang budi padamu."

Richard mengerutkan dahinya kemudian menatap ketiga awak kapalnya yang sedang sibuk menaikkan jangkar di kapal mereka.

"Belum kupikirkankan, tapi untuk sekarang, aku hanya ingin pergi. Ada barang yang harus segera kami antar."

"Baiklah, katakan saja jika kau perlu sesuatu."

Richard menoleh ke perawat yang masih memandanginya, kemudian pergi meninggalkan tempat itu untuk bergabung dengan awaknya yang lain. Angin di pantai yang berdesau kencang pagi itu menyentuh kulit wajahnya, memukul-mukul jaket usang berwarna coklat tua yang dikenakan Richard saat itu. Kemudian secara serampangan mengacak-acak rambutnya, dan berusaha menahan langkahnya.

Sesuatu terjadi di pelabuhan ketika Richard akhirnya sampai pada awak-awaknya. Tiga awak kapal itu tampak tidak senang ketika ia mendekati mereka. Masing-masing dari mereka secara tidak diduga telah mempersiapkan perlawannya. Kejadian yang membuat mereka harus menginap di dalam sel yang dingin nyatanya menimbulkan perlawanan besar dari ketiga awak itu. Mereka secara terang-terangan melawan Richard yang kala itu menjadi kapten dalam perjalanan mereka, dan dengan tegas mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan perjalanan tanpa Richard.

Train to The City of Love (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang