"Ayolah, Ha---maksudku Taki. Barang-barang sebagus ini tanpa lecet hanya dihargai sepuluh koin emas dan tiga koin perak? Tidak bisakah ditambah sedikit? Dua belas koin emas dan lima koin perak," tawar Cheat dengan tatapan memelas.
Taki bersedekap di balik konter kiosnya. "Tidak bisa begitu, Kak. Nanti Taki rugi. Nilainya memang segini."
Cheat menggerutu sebal, lantas berbalik untuk memanggil bala bantuan. "Al, ayo bantu aku di sini! Kau pandai dalam hal ini, kan?"
Bertumpu pada susunan dinding bata berlumut, Al memegangi perut. Wajahnya tiga kali lipat lebih masam dari biasanya. "Tidak. Kamu urus sendiri kali ini dan tolong cepatlah, astaga! Demi Dewi Fortuna!"
"Ugh ... sungguh tidak berguna." Cheat menyerah, kembali menghadap Taki. "Sebelas koin emas. Bagaimana dengan itu?"
"Sepuluh koin emas dan lima koin perak. Ambil atau pergi," sahut Taki sembari mengikat kembali kantong yang Cheat berikan.
Mengembuskan napas sebal, Cheat menjawab, "Baiklah."
Menjual barang curian di pasar gelap bukanlah perkara sulit. Hanya bagian tawar-menawarnya yang memakan waktu cukup lama.
Taki tersenyum puas, kembali memandangi barang-barang yang baru saja dia beli untuk dijual kembali. "Okie dokie, senang bertransaksi dengan Anda~"
Berbanding terbalik dengan ekspresi sang pedagang, Cheat menyahut dengan cemberut, "Kalau nilai barang-barang begini terus turun, aku akan mencari pedagang lain yang mau membelinya dengan harga yang lebih tinggi."
"Eeeh? Kak Cheat jangan begitu. Memangnya pedagang lain di pasar gelap ini bisa dipercaya? Bisa saja mereka menjual nama Kak Cheat pada seorang penjaga, loh," balas Taki sambil membereskan barang-barang yang baru diperolehnya.
"Ck, kau ada benarnya juga." Cheat bersedekap.
"Hei, Cheat! Sudah selesai atau belum?!" teriak Al tidak sabaran. Badannya kian merunduk menahan sakit perut.
"Ah, aku harus segera pergi. Sampai jumpa, Taki." Cheat melambai sebentar, lantas berderap pergi.
Taki balas melambai. "Lain kali coba curi alat sihir lagi, Kak. Harganya amat tinggi."
"Heh!" Cheat mendelik walau diam-diam dia berpikir itu adalah ide yang bagus.
Menghampiri rekannya, Cheat berkacak pinggang. "Baiklah, Tuan Perutku Tidak Terbiasa Mencerna Yang Seperti Itu, ayo kita keluar dari sini."
"Took you long enough!"
"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan, tapi ayo."
Keduanya pun berjalan menyusuri pinggiran pasar gelap, mencari salah satu jalan rahasia untuk keluar. Akan berbahaya kalau mereka keluar melalui jalan mereka masuk.
Mereka memanjat tangga kayu yang membawa mereka ke ladang di pinggiran kota. Cheat berkacak pinggang menghirup udara segar sementara kawannya kesulitan memanjat keluar.
Setelah menutup kembali jalan rahasia tersebut, mereka melanjutkan perjalanan.
"Bisa-bisanya kau sakit perut karena makan tupai," celetuk Cheat.
Al tampak tersinggung. "Bisa-bisanya ada yang baik-baik saja setelah memakan hewan liar yang dimasak sembarang."
"Perutku sudah terlatih." Cheat mengendikkan bahu tak acuh. "Kau pikir sudah berapa lama aku hidup seperti ini?"
Hening sebentar baru Al bertanya, "Apa masih jauh lagi? Rumah ahli herba kenalanmu itu?"
Cheat menggeleng. "Itu rumahnya." Dia menunjuk rumah kecil yang terbuat dari kayu keunguan, dihiasi berbagai macam bunga yang serasi warnanya pun tanaman gantung berwarna hijau segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
1, 2, 3, POOF! Got Ya Stuff!
FanfictionDi dunia tempat sihir hanya dimiliki oleh kaum bangsawan, di tengah masyarakat yang amat memperhatikan kasta, mereka dipertemukan. Seorang anak bangsawan jatuh dan seorang gadis yatim piatu biang onar dipertemukan untuk menutupi kekurangan satu sam...