"Lukisan masa depan? Bualan macam apa itu---tidak." Al memijit pangkal hidungnya dengan sebelah tangan melakukan gestur berhenti. "Aku tidak punya tenaga untuk meladeni kekonyolan ini."
"Oh? Benarkah begitu, Al?"
Al yang sudah terlanjur membalikkan badan seketika diam mematung. Setelah mengingat Cheat sering menyerukan namanya keras-keras, dia melanjutkan langkahnya, tetapi terhenti kala gadis itu lanjut bersuara.
"Al, seorang bangsawan jatuh yang kini menjadi rekan gadis yatim piatu yang mereka panggil 'Cheat'," ujar gadis itu pelan. Kuas lukis ia mainkan di tangan. Senyumnya tak kunjung luntur. "Pemuda yang memiliki si---"
Langsung saja Al berbalik menatapnya dengan sorot mata nan tajam. "Cukup sampai di situ," desisnya.
"Oh, tenang, kawan." Gadis itu mengangkat tangan di depan dada tanda menyerah. "Aku tidak datang untuk mencari gara-gara. Aku hanya ingin memperlihatkan lukisan yang kubuat sekitar satu bulan yang lalu."
"Dan setelah itu aku bisa pergi istirahat?"
"Ya, aku hanya ingin memperlihatkannya padamu. Sesimpel itu." Si gadis pirang mengendikkan bahu. Dia pun meraih tas selempangnya, mengeluarkan satu gulungan kertas yang sudah agak usang, lantas memberikannya pada Al. "Bukalah dan lihat."
Al menerima gulungan kertas tersebut dengan skeptis. Dia membukanya dengan perlahan dan tampaklah lukisan yang dimaksud. Ada dirinya di situ bersama Cheat dalam keadaan terikat di dalam sebuah kereta kuda yang dipenuhi jerami. Kereta itu dikendarai oleh dua pria berbadan besar yang sudah pasti wajahnya menyeramkan, padahal mereka hanya tampak punggung di lukisan tersebut.
Makin lama memperhatikan, kening Al kian mengerut. Merasa sebelah kepalanya berdenyut, segera dia kembalikan lukisan itu. "Oke, aku sudah melihatnya. Sekarang tinggalkan aku sendiri," katanya sambil melakukan gestur mengusir dengan satu tangan.
"Tidak mau melihat yang lain?" Si gadis menawarkan sembari menggulung lukisan barusan.
"Tidak." Al membalikkan badan, berderap masuk ke dalam penginapan.
"Ya, baiklah kalau begitu." Gadis itu bersedekap. Sebelum berbalik melangkah ia berseru, "Aku selalu berada di area ini kalau kamu berubah pikiran!"
Brak!
Pintu penginapan reyot itu Al tutup dengan agak keras. Seorang pria paruh baya di meja resepsionis spontan mendelik.
"Ah, maaf, Tuan." Al mengangkat tangan ke depan badan dengan telapak terbuka. "Saya tidak datang dengan niat buruk."
Tampak pria paruh baya tersebut meraih sesuatu di bawah meja resepsionis. Sesuatu dalam kepalanya seketika terklik.
"Tunggu, Tuan! Saya sungguh tidak berniat buruk! Saya hanya ingin---"
Pria tua tersebut mengacungkan pentungan yang terlilit kawat ke arah Al. "Hanya ingin merampok pria tua tak berdaya yang menjalankan bisnis penginapan di bangunan reyot ini?" Ia meludah sembari menggebrak meja, lantas berdiri. "Asal kau tahu, pria tua ini masih bisa menghajarmu---"
Krittt ....
Pintu depan berayun terbuka dan yang pertama terlihat adalah sebuah topi baret merah di kepala seorang pirang.
"Kamu---"
"Ah, halo!" Gadis itu melangkah masuk dengan begitu ringan. "Aku mendengar sedikit keributan dari sini, jadi aku singgah sebentar. Ada apa, ya?"
Suasana hati pun ekspresi sang pemilik penginapan berubah dalam sekejap. Pentungan berkawat dia simpan, pun senyum terbit di wajahnya. "Oh, Dik Ria, bukan apa-apa. Maaf sudah membuatmu khawatir."
KAMU SEDANG MEMBACA
1, 2, 3, POOF! Got Ya Stuff!
FanfictionDi dunia tempat sihir hanya dimiliki oleh kaum bangsawan, di tengah masyarakat yang amat memperhatikan kasta, mereka dipertemukan. Seorang anak bangsawan jatuh dan seorang gadis yatim piatu biang onar dipertemukan untuk menutupi kekurangan satu sam...