Eps. 13 : Sungguh, Apa Alasanmu?

12 3 117
                                    

Al sadar kalau rekannya bertingkah aneh sejak bertemu dengan Ria. Penyanyi jalanan itu pasti menunjukkan suatu lukisan masa depan yang menjadi pemicu. Masalahnya, Al tidak tahu dan rasanya tidak berhak tahu. Itu sudah masuk ke ranah pribadi.

Namun, seaneh-anehnya Cheat setelah percakapannya dengan Ria, lebih aneh lagi tingkahnya saat menempuh perjalanan ke tempat yang aman. Si cebol itu diam seribu bahasa. Biasanya tanpa perlu dipancing, dia akan mengoceh panjang lebar tentang ini dan itu. Sungguh mengherankan.

Anak itu sejak tadi menjaga jarak dengannya, berjalan di depan. "Di sini." Cheat berhenti di hadapan jalan masuk ke sebuah tambang tua. Papan-papan kayu yang membingkainya kelihatan sudah termakan usia ... dan rayap.

Sementara Al menyusul, Cheat memungut sebuah lentera dan menyalakannya menggunakan pemantik api dari kantong di sabuknya. Anak itu menunggu Al yang hanya berjalan santai, baru mereka masuk berbarengan.

Langkah demi langkah mereka menghasilkan gema dalam tambang itu. Al dapat melihat beliung-beliung yang sudah digerogoti karat ditinggal begitu saja di tepi. Sesekali didapati ada kereta tambang yang dipenuhi bebatuan dirapatkan pada dinding.

Dalam temaramnya cahaya lentera, terlihat kayu-kayu penyangga tidak lagi dalam kondisi prima. Sedikit khawatir, Al bertanya, "Yakin di sini aman? Kelihatannya bisa roboh kapan saja."

"Kita akan baik-baik saja selama tidak ada orang bodoh yang berteriak seperti kesetanan," sahut Cheat tanpa menoleh.

Al mengangkat bahu. "Hanya ada satu orang bodoh di sini."

Kali ini, Cheat melirik, tajam. "Jangan memancingku, Kakek Pintar."

Respons itu sedikit di luar dugaan. Caranya menjawab memang seperti Cheat yang biasa, tetapi tidak dengan nadanya. Al rasa pertemuan dengan tiga orang tadi punya pengaruh besar pada suasana hati anak itu.

Saat dirasa mereka sudah cukup jauh dari jalan masuk, tidak terlalu dalam, Cheat memutuskan untuk berhenti. "Di sini saja," ucapnya seraya meletakkan lentera di tengah. Dia kemudian duduk di sisi kiri, sedangkan Al di sisi kanan. Keduanya bersandar pada dinding kasar bermandikan cahaya oranye kemerahan.

Al bersedekap, menunggu. Dia paham betul kalau Cheat butuh waktu setelah apa yang dilaluinya. Dari pembicaraan yang sempat dia dengar, reuni itu tidak berjalan dengan mulus.

Ternyata selama ini, orang-orang yang Cheat cari selalu mengawasi dan membantunya saat diperlukan. Mereka tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan Cheat karena suatu syarat. Mengetahui hal itu pasti sangat menyakitkan baginya. Al mengerti, tetapi maaf saja, Al tidak akan bisa tidur jika tidak diberi penjelasan setelah semua yang baru saja mereka alami.

Berselang kira-kira tiga menit, Cheat memulai, katanya, "Aku sengaja membiarkan diriku diculik supaya bisa bertemu ... orang-orang yang kucari."

Sembrono. Al ingin mengatainya demikian, tetapi ditahan. Jangan membuatnya kesal sekarang, Al.

"Harusnya aku tidak perlu mengajakmu sore itu. Maaf." Cheat menghela napas berat, kemudian mengembuskannya sampai kepala tertunduk dalam. "Aku sudah senang saat kau menolak dan aku tertangkap seorang diri. Ternyata kau menyusul. Kita ini sebatas rekan bekerja, tapi aku malah menyeretmu ke masalah pribadiku."

Al menggeleng dan berkata, "Ini salahku sendiri yang malah menyusul. Aku tidak diseret oleh siapa pun; aku yang terjun ke dalam masalah ini." Dia meluruskan kaki ke depan, lantas memalingkan wajah ke arah jalan keluar. "Harusnya aku yang minta maaf karena sudah sembarangan ikut campur."

Tidak ada sanggahan. Cheat pasti mengerti apa yang Al katakan. Memang betul, Al yang ikut campur karena terlampau penasaran. Ini bukan salah Cheat. Hanya saja, Al tidak senang dengan tingkah sembrono anak itu.

1, 2, 3, POOF! Got Ya Stuff!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang