Sendiri. Gadis kecil itu kembali sendiri. Harusnya dia sudah terbiasa dengan itu. Hanya saja, kehadiran seorang rekan sudah membuatnya manja. Sekarang tidak ada teman untuk diajak adu mulut. Hanya ada dia dan dirinya sendiri, berkeliaran di bawah rimbunnya pohon di hutan.
Kesunyian tidak pernah mengganggunya. Yang jadi masalah adalah kombinasi sunyi dan sendiri, membiarkannya bergelut dengan isi pikiran dan hati.
Senyum yang hampir setiap saat terplester pada mukanya perlahan luntur. Bibirnya bergetar kala langkah kaki melambat. Sampai akhirnya dia berhenti, perlahan berjongkok memeluk kaki yang terlipat. Wajah dibenamkan di atas lutut, menyembunyikan air mata yang lolos dari bendungan.
Bahunya bergetar di tengah isak tangisnya. Ujung syal yang cukup panjang berkibar diterpa angin. Menari-nari di udara, tak lama kemudian bergerak mengelus pucuk kepala gadis itu. Lambat laun tangisnya berhenti.
Dia bangkit berdiri setelah cukup lama bergeming menenangkan diri. Senyum kembali terbit, walau kesannya sedikit berbeda karena mata yang sembab.
"Iya, aku tidak sendiri. Aku masih punya kamu,"---Cheat membetulkan syal yang melilit lehernya---"dan mereka."
Plak!
Cheat menampar pipinya sendiri sampai merah, lantas berkacak pinggang. "Cukup! Aku harus bergegas sebelum matahari terbenam!"
Dan dengan demikian, Cheat bergegas menuju tujuannya. Mentari terus bergulir ke ufuk barat, hanya lebih lambat dari sepasang kaki pendek gadis itu.
Tak kenal lelah ia berlari menembus ranting dan semak. Kantong berisi koin yang tergantung pada sabuknya bergemerincing.
Saat mentari tinggal mengintip dari balik pegunungan nan jauh, Cheat tiba di tujuannya. Langkah kaki telah menuntunnya ke hadapan pohon raksasa yang puncaknya nyaris menyentuh awan. Sudah amat tua umurnya, tetapi masih berdiri kokoh.
Cheat berlalu melewati pondok mungil yang dipenuhi sesajen, mengabaikannya. Dia pun mulai memanjat batang pohon dengan diameter kira-kira sepuluh meter. Gadis itu tampak seperti serangga jika seseorang melihatnya dari kejauhan.
Tidak lambat, tidak juga cepat. Cheat tiba di dahan pertama ketika mentari telah sepenuhnya digantikan oleh sang rembulan.
Duduk di sana, Cheat mengatur napas sambil mengusap peluh dengan lengan. Poninya jadi lepek. Syal birunya tidak hanya menari di udara, ia membantu Cheat dengan mengelap wajahnya agar peluh benar-benar terhapus.
Cheat tertawa kecil. "Terima kasih," katanya.
Menoleh ke kanan, terdapat lubang besar di batang pohon tersebut. Di luar sudah gelap, apalagi di dalam sana. Namun, untungnya ada lentera kecil di dalam sana dan Cheat punya korek api di dalam kantong pada sabuknya.
Begitu lentera dinyalakan, suasana dalam lubang itu langsung berubah dari mencekam menjadi nyaman. Seperti ruangan rahasia. Lantainya beralaskan jerami. Terdapat karung goni yang berperan sebagai bantal dan selembar selimut tipis dengan tampalan di sana sini yang berbeda-beda warnanya.
Menyibak selimut tersebut, tampak tiga boneka yang dibaringkan bersebelahan. Satu laki-laki dengan rambut cokelat tua, satu lagi perempuan dengan rambut hitam yang sebagian pirang, dan yang terakhir perempuan dengan rambut sewarna bunga lavender.
"Hai, hai, aku pulang~" Cheat berbisik dengan senyum lebar. Merasakan semilir angin nan dingin, ia membungkus dirinya dengan selimut.
Gadis itu duduk bersila dengan punggung tersandar pada dinding. Senyumnya, jangankan luntur, meredup saja tidak.
"Bagaimana kabar kalian? Sudah lama aku tidak berkunjung, ya."
"...."
"Aku juga baik-baik saja. Sangat baik malahan! Kalian tahu? Belum lama ini aku dapat rekan sesama pencuri. Karena itu aku baru bisa berkunjung."
KAMU SEDANG MEMBACA
1, 2, 3, POOF! Got Ya Stuff!
FanfictionDi dunia tempat sihir hanya dimiliki oleh kaum bangsawan, di tengah masyarakat yang amat memperhatikan kasta, mereka dipertemukan. Seorang anak bangsawan jatuh dan seorang gadis yatim piatu biang onar dipertemukan untuk menutupi kekurangan satu sam...