Menginap

9 5 0
                                    

"Kalau bicara soal bloodlust... Mungkin sampai kau puas memakannya? Menahannya akan menyakitkan, lho."

"Tapi mama sering memberiku darah dari kantung. Apa harus minum secara langsung?" Tanyanya lagi.

Sejujurnya ucapan orang asing tadi membuatnya kepikiran. Blood lust mungkin akan memakan waktu, sementara minggu depan ia harus menghadapi ujian sebelum liburan musim dingin.

"Pada dasarnya, vampir memang bukan hanya sekedar lewat kantung darah saja. Sejak dulu, vampir selalu menggigit langsung dari mangsa nya, dan itu karena memang tabiatnya."

Sepasang iris onyx nya itu melirik ke arah Evan, "Semakin kau tahan, akan semakin menyakitkan. Kalau kau lepas kendali, kau bisa semakin ganas. Maka dari itu, aku sarankan kau minum secara langsung."

Ketika sampai di tempat tujuan dan Ave sudah memarkirkan mobilnya, Evan langsung turun. Ia merapatkan coatnya dan melihat ke toko yang berkilauan.

Evan menghela napas, bagaimanapun ini cukup merepotkan baginya. "Aku harus bicara pada mama soal ini? Paman tahu, mama sering sakit-sakitan belakangan ini, dan aku tidak tahu harus minun secara langsung dari mana. Sementara, ujianku minggu depan. Beruntung besok sabtu, aku bisa tenang selama dua hari."

Mendengar kondisi Mikhaela dari Evan sebenarnya membuat Ave cukup kaget, pasalnya wanita itu selalu tampak baik-baik saja.

Tapi, sakit, vampir bisa sakit?

"Heeee.. Sakit? Terakhir aku mengunjunginya sepertinya tidak sampai terlihat seperti itu."

Ave pun turut ikut turun dari mobilnya, tak lupa ia kunci lalu berjalan menuju pintu toko perhiasan tersebut. Sebelum memasukinya, ia pun menoleh ke arah Evan, seakan-akan menunggu keponakannya itu.

"Soal itu, aku bisa mencarikannya besok. Ikutlah denganku ke kantorku. Tapi, kau bisa saja merasa bosan disana selagi menungguku selesai bekerja."

Ave tersenyum penuh arti, walau ia tak punya maksud jahat apapun dibaliknya. Setidaknya, bagi dirinya sendiri.

Evan berjalan membarengi Ave, menatap banyaknya orang-orang yang masuk ke toko dan melihat-lihat perhiasan disana.

"Mama belakangan ini sering tidur, wajahnya juga lebih pucat dari biasanya." Nada khawatir terdengar dari ucapan Evan. "Mencarikan kemana?"

".... Oh, benar juga."

Mendengar 'penyakit' yang diucapkan Evan membuat Ave terkesiap. Ia sadar, ada yang salah. Dan benar saja, ia ingat apa yang salah.

'BENAR JUGA, KAPAN TERAKHIR KALI MIKHAIL MEMINUM DARAHKU!? HARUSKAH AKU MENJADIKAN SEGALON DARAHKU SEBAGAI KADO ULANG TAHUN!!?'

Senyuman memang terpancar jelas di wajahnya, namun batinnya tengah berteriak sekencang-kencangnya, bagaimana bisa ia lupa kalau Mikhaela sedikit keras kepala untuk masalah minum darah.

Terlebih, Mikhaela memiliki kasus spesial.

Bukan karena Ave ingin memasang topeng, tapi tak etis bila ia menampilkan sisi paniknya di depan Evan.

"Kesampingkan hal itu, akan Paman urus semuanya. Sekarang, pilihlah kalung yang ingin kau jadikan kado, Paman akan menunggu disini!"

Sekali lagi, Ave menepuk-nepuk puncak kepala Evan dengan gemas.

Evan mengangguk, ia tampak langsung berjalan ke arah pelayan. Berbicara dan sang pelayan langsung membawakan sebuah kotak berwarna hitam.

Kalung perak berbandul salib dikeluarkan dari sana. Evan tampak memperhatikan kalung itu dengan seksama. Entah apa yang ia lihat.

Happy FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang