"Orang itu... Tidak tahu cara menghargai orang, bukannya? Sombong sekali. Meski pada adiknya" Ucap Evan saat sang paman sudah masuk kedalam mobil.
Pemuda itu tampak melipat tangannya di depan dada. Kebiasaan yang ia miliki sejak kecil, terutama ketika ia merasa terganggu pada sesuatu.
Meski ekspresi anak itu masih datar, bisa terlihat kalau Evan tidak menyukai Ava. Sangat.
Sikapnya yang sombong membuat pemuda itu merasa risih sendiri. Sebisa mungkin, ia tidak ingin bertemu dengannya lagi.
Kalau bisa.
Dan ia baru menyadari rasa sakit di area pinggangnya. Mungkin efek saat ia ditarik ke tempat tadi.
Memang seperti rumornya, ia kuat. Tapi ia yang bahkan tidak becus untuk berhadapan dengan orang lain, apa gunanya menjadi kuat?
Ini semua pikiran dari Evan. Ave bisa pingsan kalau mendengar pemuda itu mencecar kakaknya terang-terangan
"Ahahaha-" Ave yang mendengan cecaran Evan hanya bisa merespon dengan tawa canggungnya. Ia sudah tidak akan heran jika ada yang tak menyukai kakaknya itu.
Tidak hanya Evan, bahkan Ave sendiri merasa perilaku kakaknya itu sudah sulit untuk diubah lagi, Ave tidak akan pernah bisa memaksanya untuk berubah setelah tahu apa saja yang telah dilewatinya.
'Tapi, cara Evan tak menyukai Kakak pun... KENAPA MIRIP KAKAK KU PULA. AKU KAN JADI TAK BISA MEMBEDAKANNYA!' Ave berteriak dalam hati.
Pasalnya, setelah melihat Evan dan Ava berjejer begitu, Ave merasa ada yang ganjal. Bahkan sejak awal Mikha mengatakan tentang kematian ayah kandung Evan, Ave memang sudah merasa ada yang salah.
Setelah kejadian ini, entah kenapa ia terpikirkan untuk mencari tahu siapa ayah kandung keponakannya itu.
Ya, ia harus melakukannya.
"Aku sudah terbiasa, kok. Lagipula, bagaimanapun juga kakak ku itu baik, kan? Yah- Kalau ia bukan orang yang baik, mungkin aku sudah lama mati, haha-"
"Sikapnya buruk. Sebaik apapun tidak akan ada gunanya jika sifatnya begitu." Sanggah Evan lagi masih dengan sifat keras kepalanya.
Ia membuang muka ke luar jendela mobil. Melihat pemandangan di luar dengan salju yang turun dengan lebatnya.
Tidak heran, biasanya di Illiya salju akan turun dari November sampai sampai akhir Januari. Libur musim dingin juga semakin dekat.
"Bukannya sebagai saudaranya, paman harus bisa menegurnya?"
Ave tersenyum, sesekali ia melirik ke arah Evan walau ia akhirnya kembali fokus ke depannya. Mobil melaju dengan cukup santai namun juga cepat, Ave hanya ingin menghindari kemacetan nantinya.
Apalagi salju baru saja turun, akan bahaya bila akan ada badai yang datang tiba-tiba saat mereka masih di dalam perjalanan.
"Terkadang aku menegurnya, jika sudah kelewat batas. Aku jarang menegurnya bukan karena aku segan atau takut, tapi karena aku paham alasan dibalik sikapnya itu."
Sejenak, Ave tertawa kecil. "Dia berbuat baik bukan karena ingin dilihat sebagai orang baik. Kalaupun ada yang menganggapnya jahat, ia tak akan protes. Itulah cara dia hidup." Jelas Ave masih terfokus ke jalanan. "Tapi! Kau jangan ikuti cara hidupnya ya, Evan! Ibu mu bisa menangis darah nanti, lho!"
"Kenapa aku harus meniru gaya hidup orang yang bahkan tidak ku kenal?" Evan berkomentar tajam.
"Hei, bagaimanapun juga, dia itu paman mu juga, lho! Kau hanya belum kenal lebih dekat saja. Walau reputasinya di mata orang juga setengah-setengah, sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Family
WampiryNamanya Evan Gavrel Angelo, seorang vampir yang teridentifikasi sebagai vampir berdarah murni dengan kemurnian darah lebih dari delapan puluh persen-yang dimana, statusnya lebih tinggi dari vampir lain-. Lahir sebagai anak tunggal dari satu-satunya...