Hari pun berlalu, pagi yang dingin dengan setumpukan salju diluar menambah dingin suhu disana. Waktu menunjukan sudah pukul 7 pagi. Tentu saja, Ava maupun Ave sudah terbangun dari tidurnya dan kini tengah berbincang berdua di dapur sembari menyiapkan sarapan bersama. Yah, sebenarnya Ava yang hendak menyiapkannya, namun Ave yang terbangun pun langsung membantunya.
"Kita harus pergi pagi-pagi?"
"Kau terlalu rajin, Kak. Kita bisa pergi pukul 9 nanti, santai saja..."
"... Kau terlalu santai. Kemana kedisiplinanmu itu?"
"Kenapa sekarang jadi bawa-bawa soal disiplin? Itu tidak hubungannya, tahu!"
"Ada."
"Tak ada!"
Suara ribut dari luar cukup menarik kesadaran Evan dari tidurnya. Biasanya, Evan akan bangun jika ibunya sudah mengetuk pintu atau sesak karena tercekik pamannya.
Kali ini, terdengar suara debat dari luar, entah karena apa.
Dengan rambut yang sedikit berantakan, Evan bangkit dari kasur. Menata selimut dan bantal sebelum keluar kamar.
Dan lihatlah kedua anak kembar yang pagi-pagi sudah membuat kerusuhan di dapur, Evan menghela napas. Kapan ia bisa terbiasa dengan ini?
"Berisik sekali..." Evan berkomentar sebelum masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka.
Mandi? Tidak, mungkin kali ini Evan akan sakit jika ia memaksakan diri untuk mandi.
"Oh, selamat pagi, Evan! Sebentar, ya. Sarapannya sedang kami siapkan~"
Ave yang menyadari keponakannya sudah terbangun dari tidurnya pun menyapanya. Ava justru hanya melirik sekilas kemana anak itu pergi.
"Orangtua nya tak mempertanyakannya?" Ava mulai bertanya.
"Belum, mungkin sedang sibuk juga. Aku juga belum memberi kabar soal anaknya padanya." Ave menghela napas panjangnya.
"Huh, selama dia tak macam-macam, bawa saja ke kantormu nanti. Lalu titipkan ke bawahanmu. Aku tak ingin ketika berdiskusi nanti dia mendengarnya."
"Iya, iya. Aku paham, kak~"
Ave tersenyum dan tertawa kecil. Di dalam batinnya, ia berteriak pada dirinya sendiri. 'BAGAIMANA JIKA MIKHAIL MELIHAT AVA BERJALAN DENGAN EVAN!?'
Evan tampak keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah, handuk menggantung di lehernya.
Sempat mendengar apa yang dibicarakan kedua orang itu sebelum akhirnya duduk di depan sofa.
"Aku akan langsung pergi ke ruangan mama nanti. Tidak perlu khawatir" celetuk Evan
Iris merahnya menatap ke arah luar jendela. Salju sudah menumpuk diluar sana. Mungkin agak sulit membawa kendaraan saat ini.
"...." Ava terdiam dan kembali melirik ke arah Evan yang mengatakan secara terang-terangan bahwa ibunya bekerja disana.
"... Ibumu bekerja disana?"
Dan disaat itulah, Ave panik walau masih mencoba terlihat tenang. "H-haha! Memang, maka dari itu ia percaya padaku untuk menjaga anaknya, haha-!"
Mendengar itu, Ava mendengus kecil. "Kenapa kau mau disuruh oleh bawahanmu sendiri? Bodoh."
"Ayolah! Anggap saja karena aku suka jadi seorang paman! Faust sudah terlalu besar untuk kumanjakan, tahu!"
Mendengar cecaran begitu, Evan mendengus tidak suka. "Pamanku bahkan lebih sering bersamaku daripada ayahku yang mati entah dimana. Meski terlihat sangat tidak bisa diharapkan, paman Adryon itu orang yang baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Family
VampireNamanya Evan Gavrel Angelo, seorang vampir yang teridentifikasi sebagai vampir berdarah murni dengan kemurnian darah lebih dari delapan puluh persen-yang dimana, statusnya lebih tinggi dari vampir lain-. Lahir sebagai anak tunggal dari satu-satunya...