-
Aroma makanan mengudara, mengganggu pemuda yang masih berbaring nyaman di atas sofa.
Ruangan yang terasa hangat membuat pemuda itu memilih untuk bergelung lebih lama disana.
Meski sesekali iris merah gelap menatap ke arah jendela. Salju turun semakin lebat diluar. Evan menguap.
Sesekali matanya mengerjap. Ia masih mengantuk, tapi, ia harus pulang ke rumah. Mungkin, saat ini ibunya sudah menunggu di rumah.
"Aku ketiduran..." Guman Evan sembari mengucek matanya.
Evan mengambil tas yang tadi ia abaikan di sofa single, mengambil charger dari sana dan mencharge ponselnya.
"Paman masih masak?"
Disaat Evan kembali dari tidurnya yang terhitung cukup sebentar, Ave sudah menggunakan pakaian santainya. Ia bahkan tak terlihat seperti pemimpin ras sama sekali.
Celana bahan panjang yang hangat dan sweater, benar-benar pakaian yang santai, bahkan terlalu santai bagi seorang pemimpin ras yang selalu menampilkan wajahnya didepan rakyat.
Ia berjalan mendekati Evan, lalu meletakan segelas cokelat hangat yang sempat ia buat tadi. Ia juga meletakan tas kecil berisi beberapa makanan yang memang sudah ia buatkan untuk Mikha maupun Evan—tentu dengan bahan yang berbeda.
"Sudah selesai, kok. Kalau Evan masih mengantuk, tidur lagi saja di kamarku." Ave mengucapkannya sembari tersenyum.
"Harus pulang..." Evan menguap, sepertinya kantuk pemuda itu belum sepenuhnya menghilang.
Nampaknya kesadaran Evan belum benar-benar kembali ke tubuhnya. Ia menatap cangkir dihadapannya, butuh waktu beberapa detik sebelum tangan Evan meraih cangkir itu.
Lalu terdiam beberapa detik lagi sebelum meminumnya.
Evan sedikit lemot saat bangun tidur.
Butuh waktu sekitar setengah jam sampai proses pengumpulan nyawa selesai.
"Tidur di rumah nanti.... Kasih kado dulu...." Sejujurnya Ave nyaris tidak menangkap apa yang diucapkan Evan.
Gelas diletakan di atas meja. Masih tersisa separuh, sebelum akhirnya kembali menyandarkan tubuhnya di sofa.
Ia menguap.
Melihat itu, Ave justru tertawa kecil dan tersenyum, menyadari betapa gemasnya keponakannya saat baru bangun dari tidurnya. Wajar saja, namanya juga masih anak-anak, ia pikir.
Diam-diam, Ave memotretnya lalu melihat hasilnya dalam diam. Masih dengan senyuman khasnya, ia pun mengirim foto itu pada Mikha.
[ Photo ]
[ Evan saat bangun tidur mirip sekali denganmu, lihat. Evan sempat tertidur, walau hanya sebentar. ]
[ Padahal dia bilang, dia benci sofa itu. ]
[ Kucing! 😾 ]
[ Lho, sebentar, emoji ini benar-benar mirip dengan Evan! ]
[ 😾😾😾 ]
Lagi, Ave tertawa kecil dan menepuk dahinya sendiri. Ia tahu, publik pun akan menganggap dirinya aneh jika ia terlihat tertawa sendiri dengan ponselnya.
Tidak apa, ini adalah bukti cinta Ave pada keponakan kesayangannya.
Di sisi lain, ia merasa agak sedih. Ia berharap, suatu hari nanti ia bisa membagikan keimutan keponakannya ini pada sang kakak. Entah kapan.
Mengesampingkan hal itu, Ave pun duduk disebelah Evan dan menepuk-nepuk puncak kepala bersurai abu itu.
"Yoshi, yoshi~ Rasa kantuk, pergilah~"
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Family
VampireNamanya Evan Gavrel Angelo, seorang vampir yang teridentifikasi sebagai vampir berdarah murni dengan kemurnian darah lebih dari delapan puluh persen-yang dimana, statusnya lebih tinggi dari vampir lain-. Lahir sebagai anak tunggal dari satu-satunya...