2. Sebuah Foto

85 9 1
                                    

Pemandangan indah menyambut Inaya yang sedang berkeliling sekolah barunya. Tanpa menyadari langkah kakinya, sesuatu membuatnya tersandung.

Sebuah sepatu mengkilat berada tepat dihadapannya. Perlahan dia mendongak. Gadis itu, Kinara Permata Wijaya hanya menatapnya dengan datar.

Angin yang baru tiba dengan terburu-buru menghampiri Inaya. Semua orang terkejut, seorang pangeran sekolah yang sangat dingin dengan orang lain seperti halnya ratu mereka, tiba-tiba saja peduli dengan gadis yang sepertinya siswi baru itu.

"Kinara! Apa yang kau lakukan pada Inaya?!" Bentak Angin setelah membantu Inaya berdiri.

Kinara hanya menaikkan sebelah alisnya, heran.

"Kalian semua yang ada disini tidak buta kan? Coba jelaskan ke pangeran yang bodoh ini apa yang sebenarnya terjadi," sarkas Kinara.

"Angin sudah. Ini salahku kok. Aku yang tersandung dan jatuh dihadapan Kinara,"lirih Inaya dengan muka memelasnya.

Beberapa orang disana muak melihat sikap Inaya yang sok lugu itu. Well, termasuk Kinara.

"Kau sudah dengarkan apa yang dikatakannya, sudah minggir aku mau lewat!" Kinara berjalan dan dengan sengaja menabrakkan bahunya ke Inaya.

****
Rembulan masih bersinar walaupun suasana semakin dingin. Kinara masih berkutat dengan berkas-berkas proposal program kerjanya yang harus segera selesai.

Laptop dimatikan saat apa yang dikerjakannya sudah selesai. Berjalan keluar kamar dan menuruni tangga menuju dapur untuk mengambil air. Suara pintu masuk di sebelah dapur terbuka saat Kinara sedang minum.

Ayahnya, Nathan Wijaya baru pulang bekerja.

"Ra, kamu belum tidur?" Tanya Nathan sambil melepas dasi yang mengikat lehernya.

"Belum yah, baru selesai mengerjakan proposalnya,"jawab Kinara sambil menghampiri Nathan.

"Yah, minggu depan kita pergi liburan sama-sama yah," mohon Kinara. Nathan mengalihkan wajahnya.

"Tidak bisa, ayah ada urusan pekerjaan," setelah mengucapkan itu Nathan pergi ke kamarnya.

Kinara hanya menatap sedih. Kinara menyadari semenjak Ibunya pergi, ayahnya tidak pernah menatapnya lagi.

****
Malam belum terlalu larut saat Inaya harus bekerja part-time menjaga minimarket. Kertas kecil berisi materi sekolah menjadi satu-satunya hal yang bisa membuatnya tetap belajar disaat dia harus bekerja.

Seseorang menyodorkan satu bungkus rokok untuk dihitung pembayarannya. Mendongak untuk melihat siapa pembeli yang datang. Inaya mengenalinya, dia Ardian. Salah satu pangeran Permata Jaya seperti Angin.

Wajahnya babak belur dan belum lagi darah yang mengalir didahinya yang menetes. Inaya yang melihatnya hanya bisa meringis ngilu.

"Semuanya 20 ribu,"ucap Inaya menyebutkan nominal yang harus Ardian bayar.

Setelah membayar, Ardian beranjak pergi.

"Tunggu dulu!" Tahan Inaya. Inaya menarik Ardian untuk duduk di kursi depan minimarket tersebut.

"Duduk di sini, aku akan segera kembali," Inaya bergegas menuju ke apotik yang tidak jauh dari sana. Beberapa lama kemudian, Inaya datang dengan sekantong perban dan obat-obatan.

"Aku akan mengobatimu, tahan sebentar," cegah Inaya saat Ardian akan pergi.

"Kau tidak usah sok peduli! Minggir!" Bentak Ardian.

"Tidak! Kamu boleh pergi setelah aku ngobatin lukamu," dengan paksaan akhirnya Ardian bersedia diobati oleh Inaya.

"Aku tidak akan bertanya apa yang kamu lakukan sampai kaya gini tapi setidaknya kamu harus hati-hati jangan sampai kamu terluka kaya gini lagi,"ucap Inaya sambil mengobati Ardian. Ardian hanya tertengun karena baru kali ini ada orang yang peduli dengannya.

"Aish," erang Ardian saat Inaya tak sengaja menekan lukanya.

Ardian melihat memar dari lengan baju Inaya yang sedikit tersingkap. Ardian ingin menanyakan itu tetapi sepertinya hal tersebut tidak tepat.

****
Malam sudah larut saat Inaya sampai dirumahnya. Dia berjalan menuju kamar ayahnya untuk mendapati sang ayah yang sudah tertidur dengan bau miras yang memenuhi ruangan.

Inaya bergegas merapikan rumah supaya bisa beristirahat. Termasuk kamar ayahnya yang selalu barantakan. Saat akan mencuci pakaian ayahnya Inaya menemukan sebuah foto. Foto yang berisi tiga orang. Ayahnya, ibunya, dan perempuan yang terlihat mirip dengan Kinara. Dibalik foto tersebut ada sebuah tulisan.

Amanda, Rania, dan Revano selalu bersama.

"Amanda? Jadi dia,"tatapan Inaya menggelap penuh kemarahan.

TBC

Gimana dengan bab 2 ini? Semoga suka🤗
Lanjutin bacanya.

Ilustrasi karakter pendukung yang muncul di bab ini :

Ilustrasi karakter pendukung yang muncul di bab ini :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nathan Wijaya

Nathan Wijaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ardian

Revano Sanjaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Revano Sanjaya

Mahkota RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang