12. Pesan Suara

25 4 0
                                    

~Kinara Pov~

Kubuka pintu kamarku dengan lemas, bajuku basah kuyup. Segera saja aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak terasa air yang kugunakan untuk berendam mulai dingin. Entah berapa lama aku dia disana. Pikiranku penuh, kepalaku juga mulai sakit karena terlalu banyak menangis.

Saat aku keluar dari kamar mandi, Bi Lia datang dengan segelas susu hangat. Sepertinya dia mengkhawatirkanku.

"Nona, ini susu hangatmu. Tadi nona hujan-hujanan, pasti nona kedinginan,"ucap Bi Lia sambil meletakannya susu hangat itu di nakas.

Aku hanya membalasnya dengan senyum tipis, dan bergegas meminum susu hangat itu.

Bibi mendekatiku dan meraba kening serta pipiku.

"Nona sepertinya demam, nanti Bibi ambilkan kompres dan jika tidak membaik juga Bibi panggilkan dokter Andi yah,"ucap Bi Lia yang hanya kuangguki. Omong-omong, Dokter Andi adalah dokter keluargaku, dia sudah dianggap seperti salah satu bagian dari keluargaku.

Bibi keluar dari kamarku, sepertinya mengambil kompres untukku. Kuraba kening dan pipiku. Panas, benar saja aku demam.

Aku bergerak menuju ranjang dan berbaring. Entahlah walaupun pusing mataku tidak bisa terpejam. Kepalaku mulai mengingat kenangan kenangan bersama sahabatku Laila. Aku teringat tentang pertemuan terakhir kami.

Hari itu bukankah seharusnya dia bertemu dengan orang tua kandungnya? Kenapa dia berakhir seperti itu?
Aku teringat jika kami memiliki ponsel jadul khusus kami berdua untuk saling berkomunikasi. Ponsel itu kami dapatkan saat berkeliling ke toko antik di pinggir kota.

Segera saja aku mencari ponsel itu. Mulai dari meja belajar, laci nakas bahkan lemari. Tidak kutemukan juga.

"Dimana sih aku meletakkannya?!"ucapku dengan kesal.

Kulihat sekeliling sambil berdecak pinggang. Tatapanku tertuju ke sebuah kota di atas lemari. Kuseret kursi belajar untuk mengambil kotak itu.

Kulihat banyak barang bekas disana. Kucari ponsel itu dengan tergesa, sampai akhirnya aku menemukannya dibawah tumpukan buku.
Aku ambil dan menyalakannya.

Sebuah pesan suara datang dari Laila. Aku lihat tanggalnya tepat hari minggu lalu, satu hari sebelum Laila ditemukan.
Segera saja kuputar pesan suara itu.

Kak Nara, tolong aku! Mereka ... tidak, dia bukan orang baik. Jika terjadi sesuatu padaku tolong selidiki. Jangan percaya pada siapapun kurasa orang yayasan--

Kututup mulutku dengan sebelah tanganku. Benar dugaanku, Laila dibunuh.
Saat akan memutar ulang rekaman itu, langkah kaki yang menuju kamarku terdengar. Segera saja aku merapikan semuanya dan bergegas ke tempat tidur.

Sepertinya itu Bi Lia yang membawa kompres untukku.

Dan benar saja, beberapa saat kemudian Bi Lia masuk dengan membawa air kompresan.

"Besok tidak usah berangkat sekolah dulu ya,"pintanya sambil mengompresku.

"Iya Bi,"jawabku dengan lirih. Entah kenapa suaraku menjadi serak.

TBC

Dokter Andi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dokter Andi

Mahkota RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang