6. Garis Pantai

61 10 1
                                    

"Pantai?"

Ternyata Langit mengajak Kinara ke sebuah pantai yang indah tetapi bukan tempat untuk wisata.

"Iya, gimana bagus nggak?"tanya Langit.

"Bagus banget, darimana kau tahu tempat seperti ini?" Kinara mendekat ke bibir pantai dan menikmati angin.

"Aku menemukan tempat ini saat aku ingin menenggelamkan diriku,"jawab Langit dengan tatapan yang menerawang jauh ke arah laut. Kinara menoleh ke Langit. Tatapan matanya berubah menjadi iba.

"Sudah, kenapa malah membahas tentang aku. Kau lihat ada karang besar di ujung sana?" Kinara mengangguk.

"Aku punya sesuatu untukmu. Jika kau lebih cepat sampai kesana sesuatu itu akan menjadi milikmu. Dimulai saat hitungan ketiga, 1.. 2.. 3"

Kinara berlari sebelum Langit menghentikan hitungannya. Langit yang tidak mau kalah pun mengejar Kinara. Keringat mulai terlihat di dahi mereka. Langit berhasil mendahului Kinara.
Akhirnya Langit tiba terlebih dahulu, kemudian disusul Kinara yang datang dengan nafas memburu.

"Hei! kau niat nggak sih ngasih hadiahnya,"kesal Kinara yang hanya ditanggapi senyum menjengkelkan oleh Langit.

"Udah lega belum?"tanya Langit yang membuat Kinara menaikan sebelah alisnya.

"Udah lega belum setelah lari kaya tadi? Kesedihan sama emosimu udah hilang belum?" Kinara mulai paham arah pertanyaan Langit.

"Hem, lumayan,"jawab Kinara ambigu.

"Saat berlari, kosentrasi dan tubuhmu akan terfokus ke lari. Itu salah satu caraku untuk melampiaskan emosiku, daripada lempar-lempar barang kaya kau tadi. Untung aku nggak kena,"jelas Langit dengan setengah menyindir Kinara. Kinara hanya memutar bola matanya.

****

Langit merah mulai terlihat di sebelah barat, angin semilir terbang mengenai muka mereka berdua. Langit memejamkan matanya.

"Bukankah nyaman? Aku ingin terus seperti ini,"ucap Langit tanpa membuka matanya. Kinara mengangguk.

"Iya, rasanya bebas. Tanpa tekanan, tanggung jawab, dan realita yang terus menjatuhkanku," Kinara mulai menikmati suasana disekitarnya, sudah lama dia tidak merasakan hal seperti itu.
Langit membuka matanya.

"Omong-omong tentang tanggung jawab, bagaimana dengan posisimu sebagai Queen Permata Jaya? Bukankah sebentar lagi pemilihan Queen, King, serta pengurus Kingdom Center? Apakah kau akan mempertahankan posisimu atau menyerahkannya untuk orang lain?"tanya Langit.

"Entahlah, aku juga masih bingung. Di sisi lain aku ingin terbebas dari tanggung jawab yang membelengguku tetapi di sisi lain aku tidak ingin menyerahkan posisiku untuk mereka yang hanya ingin mahkota dan kekuasaan tanpa tugas berat yang ada dibelakangnya,"jawab Kinara.

"Kalau begitu kau harus benar-benar selektif dalam memilih menggantimu,"ucap Langit.

"Bagaimana denganmu?"tanya Kinara. Mendengar pertanyaan itu Langit mengalihkan perhatiannya.

"Lihat langit merah disana, bukankah indah?"tanya Langit sambil tersenyum mengagumi apa yang tersaji didepan matanya. Kinara yang tahu jika Langit tidak ingin menjawab pertanyaannya pun merespon pertanyaan Langit.

"Ya indah tetapi aku tidak menyukainya. Seperti pelangi, senja hanya ada untuk sementara dan kemudian pergi tergantikan oleh malam yang gelap,"ucap Kinara.

"Namun, bukankah hal indah biasanya ada hanya sementara? Karena itu kenanglah dan nantikan hal indah berikutnya,"ucap Langit. Langit mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak.

"Ini," Langit memberikan kotak tersebut ke Kinara.

"Apa ini?"tanya Kinara sambil menerima kotak tersebut.

"Buka aja," Kinara membuka kotak yang ada dihadapannya.

"Wah kotak musik, lihat ada piano dan juga bunga mawarnya,"kagum Kinara, Langit tersenyum puas.

"Saat aku ke toko musik disana aku menemukan itu, kemudian aku menambahkan sedikit melodi ciptaanku sendiri. Coba bunyikan,"ucap Langit. Mendengar hal tersebut Kinara berbinar senang. Kemudian dia membunyikan kotak musik dihadapannya.

Alunan melodi lembut mengalun dari kotak musik tersebut. Kinara dan Langit menikmati musik serta suasana nyaman disana.
Saat musik berhenti, Kinara menoleh dan menatap Langit yang masih tersenyum tipis menatap senja. Kinara teringat sesuatu.

"Sudah satu tahun berlalu kan? Kau pergi ke Korea,"tanya Kinara. Langit menatap Kinara yang juga sedang menatapnya.

"Iya, dan sepertinya banyak hal yang aku lewatkan,"jawab Langit sambil tersenyum sedih.

"Yah banyak sekali yang kau lewatkan, banyak hal yang sudah terjadi satu tahun terakhir ini dan salah satunya adalah masa terburukku,"kata Kinara sambil melirik pergelangan tangan kirinya yang sedikit sulit digerakan.

"Ya aku tahu setelah melihatmu yang lebih suram dari terakhir kita bertemu di bandara, yah aku bisa melihatnya,"ucap Langit sambil tersenyum maklum.

"Ya! Suram kau bilang?!"marah Kinara. Langit mengangguk sambil tersenyum jahil, tanpa aba-aba Langit mencubit kedua pipi Kinara dan berlari menjauhinya. Kinara yang kesal pun mengejar Langit.

Mereka berdua berlari-larian disepanjang bibir pantai dengan senja yang menjadi latar belakang mereka.

TBC

Gimana dengan bab 6 ini? Semoga suka🤗
Lanjutin bacanya.

Mahkota RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang