O7. Tidak Menyangka

77 13 3
                                    

Dua pasang mata itu—Helen dan Hueningkai—masih saling menatap satu sama lain. Hueningkai sungguh tidak mengira Helen akan menjawab permintaannya secepat ini. Bahkan sekarang baru terhitung satu hari sejak kemarin dia mengajukan kerja sama.

Helen menarik napas lalu menegakkan tubuh seperti tengah menyiapkan diri untuk kemungkinan masa depan. “Katakan! Kita harus mulai dari mana?” Tanyanya tegas.

Hueningkai melirik sekeliling dan mendapati semua orang kini memandang mereka dengan wajah penasaran. Lalu beralih pada Minhyuk di sebelah yang sejak tadi tak melepas pandangan darinya dan juga Helen.

Menanggapi tatapan Hueningkai, untungnya Minhyuk mengerti maksud dari sorot mata itu. Seolah tengah memberitahunya untuk segera pergi karena ada hal penting yang mesti dibicarakan secara empat mata oleh mereka.

Yang bersangkutan pun mengangguk-angguk paham, “Oke, oke. Aku pergi.” Minhyuk mengangkat kedua tangannya sembari tersenyum kikuk. Dia berbalik badan usai mencuri-curi pandang pada Helen selama beberapa detik. Bukan apa-apa, dia hanya ingin mengamati wajah perempuan yang tampaknya punya hal penting untuk dilakukan dengan pemimpinnya itu. Terlebih soal aksi Helen datang ke SMA Taerang sendirian tanpa rasa takut ataupun ragu sama sekali.

“Cepat katakan!” Helen tak ingin basa-basi lagi. Dia hanya berharap pekerjaan ini cepat selesai lalu mendapatkan uang.

Alis Hueningkai terlihat sedikit naik dari posisi awal karena menanggapi sikap Helen. “Kau harus memikirkan caranya sendiri. Lagipula aku membayarmu tiga kali lipat dari harga kesepakatan awal. Ingat! Kau harus hati-hati. Jangan sampai mengacaukan semua yang telah berjalan.” Hueningkai menjawab. Tangannya merogoh saku celana dan mengambil benda berbentuk persegi panjang dari sana.

“Nomormu?” Tanyanya tiba-tiba sambil menekan-nekan layar handphone. Otak Helen rasanya seperti berhenti bekerja untuk sekejap. “Apa?”

Hueningkai mendongakkan wajahnya lagi ke arah gadis itu. “Sebutkan nomormu! Kita ini parter, supaya bisa lebih mudah berkomunikasi, aku membutuhkan nomor teleponmu.” Jelasnya. Helen menatap si lawan bicara ragu namun dia tetap menyebutkan nomor teleponnya.

“Ya sudah kalau begitu. Kembalilah ke sekolahmu.” Hueningkai memerintahkan Helen untuk kembali, namun sikapnya seolah mengusir gadis itu secara halus. Dia mematikan handphone–nya lalu hendak berbalik pergi tapi ditahan oleh Helen.

“Tunggu! Tidak bisakah kau memberikan DP terlebih dahulu? Aku benar-benar—”

Srek

Pegangan Helen ditepis oleh si empunya. Membuat mulutnya otomatis berhenti bicara, dia pun merasa aneh karena penolakan dari Hueningkai.

“Aku harus melihat kinerjamu dulu baru bisa membayar. Bagaimana kalau kau tidak becus padahal aku sudah menyerahkan uang?”

Sungguh. Helen akui laki-laki ini punya tampang yang cukup tenang dan hangat, tapi siapa sangka mulutnya sangat kejam. Awalnya Helen pikir Hueningkai akan cukup berbaik hati mengingat bagaimana dia memohon-mohon pada Helen kemarin. Sial sekali. Jika Helen tidak benar-benar sedang membutuhkan uang itu, dia tidak akan sudi diam saja.

Hueningkai masih mengabaikannya, namun Helen tidak ingin langsung menyerah. “Yha! Kumohon ... Aku janji akan melakukannya dengan baik.”

Dilihat dari wajah perempuan itu, Hueningkai sudah bisa membaca situasi yang sedang dihadapi Helen. Mata yang putus asa dan kelelahan, tampaknya dia sedang sangat membutuhkan uang. Namun, kenyataannya Hueningkai bukanlah orang yang mudah menunjukkan sikap baik hati. Justru sebaliknya, dia akan memanfaatkan situasi tersebut untuk mengendalikan Helen.

“Janji bukanlah sesuatu yang jelas. Dan aku tidak akan mempertaruhkan apapun hanya untuk janji yang masih abstrak,” tolak Hueningkai. “Lagipula siapa yang tahu kalau nanti kau akan kabur setelah mendapatkan uang?” Imbuhnya sukses membuat Helen membulatkan mata.

Duality : The Revenge [Hueningkai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang