Helen menggigit kuku jarinya dengan gelisah di dalam kamar. Dia terus terbayang-bayang kejadian tadi, dimana Hueningkai tiba-tiba menciumnya tanpa izin. Kini bagaimana bisa Helen tinggal di rumah laki-laki itu seolah tidak terjadi apa-apa.
Ceklek
“Astaga!”
Mendengar suara pintu kamar dibuka saja Helen terperanjat kaget. Dia menoleh kemudian mendapati Anna masuk pelan-pelan ke dalam. Gadis itu berusaha untuk tidak langsung menyinggung apa yang dilihatnya beberapa saat lalu karena menyadari Helen tampak sama terkejutnya ketika diperhatikan.
“Kak, kau habis darimana?” Tanya Anna.
Helen tak langsung menjawab, ia menghela nafas sejenak kemudian merebahkan diri ke atas kasur. “Hanya menemui seseorang.” Dia terpaksa berbohong. Kedua tangannya direntangkan ke samping dengan mata terpejam.
Anna sebenarnya merasa Helen seakan menyembunyikan sesuatu. Tapi, dia tahu kakaknya pasti tidak akan memberitahunya begitu saja. “Kak Kai—”
Belum juga selesai Anna berbicara, Helen mendadak membuka matanya lalu buru-buru mendudukkan diri. “Hueningkai kenapa?” Tanyanya spontan.
“Oh?” Anna berpura-pura kebingungan. Sekarang Helen menyadari reaksinya yang agak berlebihan itu, maka ia pun buru-buru menetralkan ekspresi lagi.
“Ah ... Kenapa ... Dengan Hueningkai?” Tanya Helen.
Anna tersenyum kecil menanggapi reaksi Helen yang memang tidak biasa. “Tidak. Tadi aku bertanya padanya karena kau tidak ada di rumah dan membuatku khawatir. Lalu dia langsung pergi begitu saja untuk menjemputmu,” jelas Anna. “Namun, kau terlihat baik-baik saja. Aku bersyukur karena itu.” Bibirnya menarik senyum menjadi lebih lebar dari yang awal.
Helen menatap Anna lekat, dia pun balas tersenyum sebab tak ingin membuat adiknya khawatir lagi. “Ya ... Aku baik. Kau tenang saja.”
Anna mengurungkan niat, ia tidak jadi menanyakan mengenai apa yang sempat dilihatnya beberapa waktu lalu. “Kalau begitu, sebaiknya kakak istirahat.” Yang bersangkutan pun tersenyum singkat kemudian menutup pintu kamar Helen dan berlalu pergi.
Helen perlahan membuang napas. Rasanya butuh air dingin untuk membasahi kerongkongannya. Maka Helen putuskan untuk pergi ke dapur mencari minuman yang tersedia di kulkas, sekaligus makanan ringan mungkin.
Ada beberapa cola saat Helen membuka freezer. Ia tampak mengambil salah satunya kemudian menutup kembali pintu kulkas. Namun, sesuatu berhasil membuat gadis itu hampir melompat karena kaget. Hueningkai tiba-tiba sudah berdiri di balik pintu kulkas yang terbuka.
“ASTAGA!!” Pekik Helen. Ia berkedip berulang kali sedangkan tubuhnya bertumpu pada tepi wastafel di sebelah kulkas.
Hueningkai dengan wajah datar andalannya melirik ke arah cola di salah satu tangan Helen sebelum ia kembali pada matanya. Laki-laki itu tahu bahwa Helen merasa canggung dan aneh ketika mereka sedang berdua saja. Hal ini tentu akibat dari kejadian beberapa waktu lalu, dimana ia menciumnya tanpa seizin yang bersangkutan.
Hueningkai tak berpikir sejauh itu. Yah ... Dia lupa, kalau ini sedang di Korea, bukan luar negeri. Jika di negara tempat ia tinggal sebelumnya, ciuman adalah hal biasa di antara pria dan wanita. Hueningkai hanya ingin memberi Helen pelajaran, sekaligus membungkam mulutnya yang sempat berani memaki.
Atau ... Ada hal lain?
“Aku haus. Jadi, mengambil ini satu.” Jelas Helen pelan. Ia ingin pergi awalnya usai memberitahu Hueningkai apa yang tengah ia lakukan di dapur. Tapi, laki-laki itu ternyata tak membiarkan.
Hueningkai tampak menghentikan. Kedua tangannya bergerak menahan di wastafel, Helen pun terkunci di tengah-tengah. Reflek gadis itu menghalangi tubuh depannya dengan kedua tangan yang memegang cola.
Entah kenapa reaksinya tersebut memberi kesan lucu pada Hueningkai. Haruskah ia secara terang-terangan tertawa? Karena tawanya tak bisa dilihat oleh sembarang orang. “Besok, jangan lupa untuk mengambil bukti rekamannya. Aku mau sesegera mungkin.”
Helen heran. Apa-apaan laki-laki itu tiba-tiba berbicara dengan nada yang lembut. Seolah memang sengaja ingin membuatnya merasa merinding. “Akan aku ambil secepatnya. Tapi, bisakah kau menyingkir dari hadapanku?” Helen tak akan sungkan lagi.
Hueningkai menaikkan satu alisnya sejenak lalu mengambil gelas yang diletakkan persis di belakang tubuh Helen. “Aku ingin ambil gelas.” Katanya diikuti senyum yang meledek. Merasa puas telah mempermainkan Helen. Setelah berucap begitu, ia langsung memundurkan tubuh dan beralih pada kulkas. Helen terlihat memicingkan mata, kemudian pergi meninggalkan Hueningkai tanpa basa-basi lagi.
Melihat kepergian Helen yang tampak kesal, Hueningkai menatap punggung yang bersangkutan semakin menjauh. Tidak tahu perasaan apa ini, tapi ia sendiri sadar bahwa sesuatu telah tumbuh di hatinya semenjak mengenal perempuan itu. Bahkan ketika melihat Helen didekati oleh Jay, dia merasa sangat tidak suka. Namun, sejak awal niatnya hanya ingin memanfaatkan Helen. Bukankah lucu jika Hueningkai malah jatuh cinta pada gadis itu?
Drrrttt
Hueningkai merasa handphone–nya berdering, ia pun bergegas mengambil benda tersebut dari saku celana. Ketika diperhatikan, itu adalah telepon dari nomor tak dikenal namun resmi. Karena berpikir mungkin saja telepon itu penting, Hueningkai pun segera menjawabnya.
“Halo?”
“...”
“Aku segera ke sana.”
Tut
Setelah telepon diputus secara sepihak oleh Hueningkai, ia langsung berlari mencari kunci motor miliknya dan pergi meninggalkan rumah.
+×+
Helen menutup pintu kamar dengan terburu-buru dan perasaan yang tidak karuan.
Apa-apaan orang itu tadi? Bukankah dia jadi aneh? Jika diingat Helen seketika merinding.
Ia membanting tubuhnya ke kasur dalam posisi telungkup dan memejamkan mata. Bukannya melupakan hal-hal memalukan yang telah terjadi di antara ia dan Hueningkai, ingatan itu justru terlintas di kepalanya.
“Arrrrggghhh ... Aku kan seharusnya marah. Benar! Dia mencuri-curi kesempatan,” Helen menepuk kasur menggunakan kedua tangan dengan emosi sesaat. “Hueningkai, kau harus bertanggung jawab!” Gumamnya tak terima.
~~~
Ceklek
“Hiyyih! Kau—”
Ucapan Hueningkai langsung terhenti kala melihat ayahnya sudah berada di dalam ruang rawat sang adik beserta dokter yang menangani. Mereka tampaknya baru saja saling berbincang, hingga si dokter memutuskan untuk pergi menyisakan mereka bertiga saja di dalam ruangan.
Ayah dan Ibu keluarga Hueningkai memang telah bercerai lama. Hueningkai ikut bersama ibu mereka sedangkan Bahiyyih dengan sang ayah. Tidak tahu apa alasan di antara mereka, namun, Hueningkai tahu kalau Bahiyyih selama ini tinggal sendiri. Oleh karena itulah, pembuli-pembuli adiknya mengira ia seorang yatim piatu.
“Kakak ...” Panggil Bahiyyih yang dapat membaca ekspresi kakaknya sekarang.
“Kai ...” Kali ini Tuan Huening bersuara.
“Kenapa ayah datang?”
To be continue
ෆ Duality : The Revenge ෆ

KAMU SEDANG MEMBACA
Duality : The Revenge [Hueningkai]✓
Fanfiction(Ft. JaSuKe Enhypen) Seorang murid pindahan datang mengambil alih beberapa fraksi dan membuat perpecahan di SMA Taerang. TXT Fanfiction/alternative universe, O3 Juli 2023 © 𝗰𝗯𝗴𝘄𝗶𝗳𝗲