21. Rencana di Belakang

47 7 7
                                    

Hueningkai termenung cukup lama di dalam kamar. Perdebatannya dengan Helen beberapa saat lalu berhasil membuat laki-laki itu kebingungan sendiri. Seolah baru menyadari sesuatu, perihal pertanyaan Helen yang membuatnya tiba-tiba jadi sulit menjawab.

Benar. Ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa mengelak? Hueningkai tidak mengerti pada dirinya sendiri. Kenapa aku harus marah jika dia dekat dengan laki-laki lain? Kenapa aku tidak dapat menerimanya? Gumam Hueningkai dalam hati.

Flashback

“Kau ... Jangan bilang kau suka padaku?”

Mata Helen membulat tak percaya. Ketika menyaksikan Hueningkai yang tampak sulit mengelak, perasaannya jadi tidak karuan. “Benar? Kai, kau—” Mulut Helen tercekat. Seketika itu pula dia memundurkan kaki beberapa langkah.

Menyadari kebodohannya, Hueningkai buru-buru menggeleng, “Tidak! Bukan begitu—” Namun belum sempat dia selesai bicara, Helen sudah kabur duluan. Anehnya Hueningkai merasa sedikit sakit hati karena respon Helen.

Flashback End

+×+

Ceklek

Jihan menutup pintu kamar Rachel setelah berhasil merayu si pemilik kamar untuk bermain di dalam. Dia bersama dengan Mina telah merencanakan ini diam-diam. Karena keduanya menyaksikan sendiri kalau Rachel menyimpan handphone milik Yo Reum di kamarnya tepat setelah kejadian pemukulan Bahiyyih.

Sebenarnya mereka berdua berada di ambang dilema. Antara harus menuruti Helen atau tetap berada di sisi Rachel. Namun jika dipikir-pikir, Helen memberikan opsi yang lebih baik. Maka dari itu keduanya berakhir mengkhianati Rachel seperti ini.

“Ah ... Kita sudah lama tidak berkunjung ke sini. Kamarmu tidak banyak berubah, ya?” Celetuk Mina, dia mengamati seisi kamar Rachel yang terlihat cenderung sama seperti terakhir kali dia lihat.

Jihan duduk ke atas kasur Rachel dengan sesekali mencoba mencari di mana kira-kira Rachel meletakkan handphone itu sekarang. Sedangkan yang punya kamar mengganti pakaiannya di kamar mandi, Mina menyusul duduk di sebelah Jihan.

“Rachel, apa aku boleh melihat album masa kecilmu. Aku lupa ingin melihatnya sewaktu ke mari,” Jihan mulai melancarkan rencana.

“Lihat saja asal tidak kau rusak.” Sahut Rachel yang baru keluar dari kamar mandi.

Menanggapi jawabannya, Jihan tampak sangat antusias. Dia berjalan ke lemari buku di kamar Rachel lalu mengambil album foto milik gadis itu. Setelah membuka halaman pertama album foto tersebut, Jihan melirik Mina di sebelahnya. Seolah menyuruh kawannya untuk segera melancarkan aksi. Mina sebenarnya merasa agak ragu namun dia meyakinkan diri sendiri.

“AH! Aku bawa collagen drink tahu, kalian mau?” Ujar Mina tiba-tiba. Membuat Rachel yang awalnya sedang sibuk menggunakan skincare jadi menoleh ke padanya. “Rachel, kau mau mencoba juga tidak? Ini collagen yang sedang hits baru-baru ini, merk XXX.” Mina mengambil tiga bungkus collagen drink dari dalam tasnya.

Rachel beranjak dari kursi rias lalu berjalan menghampiri Mina untuk melihat collagen drink yang gadis itu bawa. “Oh ... Kalau begitu kau seduhlah.” Perintahnya.

“Kau temani aku dong. Aku tidak berani ke dapur rumahmu sendirian.” Pinta Mina sembari menggandeng lengan Rachel. Sebenarnya ini adalah bagian dari rencananya, yaitu membawa Rachel keluar dari kamar supaya Jihan bisa menggeledah dan mencari barang yang mereka incar.

Rachel melepaskan pegangan Mina dengan tatapan malas lalu mengambil handphone–nya di atas meja. “Kau sendiri saja, aku malas berjalan lagi.”

“Ayolah ... Kau kan pemilik rumahnya. Tidak enak jika aku jalan-jalan sendirian tanpa ditemani tuan rumah. Lagipula rumahmu ini besar. Bagaimana kalau aku tersesat?” Bujuk Mina tak mau menyerah.

Rachel tertawa mendengar ucapannya, “Apa-apaan kau ini? Tiba-tiba peduli dengan sopan santun?” Cibirnya. “Jihan, sana kau temani Mina ke dapur.” Dia malah beralih menyuruh Jihan.

“Tidak, ah. Aku masih ingin melihat album fotomu,” Jihan bergerak mencari posisi yang nyaman di kasur Rachel. “Sebaiknya kau saja yang temani. Kau kan yang punya rumah. Aku juga belum terlalu akrab dengan rumahmu karena ini baru kali kedua kami mampir.” Tolak Jihan.

“Yasshh ... Kau—” Rachel ingin mengomel tapi Mina dengan berani menariknya keluar kamar.

“Ayolah ... Sambil membuat minuman collagen ini, jadilah pendamping house tour–ku.” Ujarnya sambil tertawa jahil seperti sengaja mengerjai Rachel. Ia membuka pintu kamar dan membawa yang bersangkutan pergi secara paksa.

“Yha! Sudah kubilang aku sedang malas berjalan,”

“Sekali ini saja. Kau kan jarang-jarang membawaku dan Jihan ke sini.”

Suara Rachel dan Mina terdengar semakin jauh. Untungnya Rachel tampak tidak curiga sama sekali. Setelah memastikan dua orang itu sudah pergi, Jihan langsung menjalankan rencana. Dicarinya barang itu—handphone milik Go Yo Reum—di dalam lemari sampai laci meja kamar Rachel.

“Seharusnya dia menyimpannya di sekitar sini, tapi di mana?” Jihan bergumam bingung. Sesekali dia melirik ke arah pintu untuk memastikan kalau Rachel dan Mina belum kembali.

Dicari di mana-mana tapi tak kunjung ketemu. Jihan benar-benar frustasi rasanya. Dia sempat hampir marah namun segera menenangkan diri. “Mana lagi yang belum kucek?” Dia bergumam. Matanya menatap fokus ke sekeliling. Berusaha mengamati tempat yang sempat terlewatkan saat menggeledah tadi.

Sampai akhirnya Jihan menemukan sebuah kardus di bawah ranjang tidur Rachel. Dibukanya kardus berisi barang-barang lama dan juga beberapa album foto itu. Ketika dilihat lagi, benar saja handphone tersebut ada di sana.

“Ketemu juga!” Jihan tersenyum girang.

“Ahh ... Kenapa jadi aku yang harus membawa semua ini?”

“Haha! Terima kasih, loh sudah mengajakku keliling rumahmu.”

“Beraninya kau Seol Mina!”

“Hahaha! Jangan marah dong.”

Mendengar percakapan Mina dan Rachel yang semakin jelas, buru-buru Jihan membereskan kardus temuannya tadi ke tempat semula. Tak lupa memasukkan handphone Go Yo Reum ke dalam tasnya dan kembali ke posisi semula seperti terakhir kali Rachel dan Mina keluar.

Ketika dua orang itu masuk, Jihan sudah stand by. Dia berpura-pura seolah sejak tadi mengamati album foto masa kecil Rachel tanpa sekalipun beranjak dari tempatnya.

Mina diam-diam mengamati Jihan dengan jantung berdebar kencang, takut jika rekannya itu kepergok tapi syukurlah yang terjadi justru sebaliknya. Ekspresi wajah Mina yang semula risau kini berubah riang kembali. Mereka berdua harus terlihat lebih natural agar Rachel tidak curiga.

“Yha! Jihan! Kau tidak mau mencoba minuman collagen ini?” Panggil Mina kemudian duduk di sebelah Jihan. Mereka saling berkomunikasi melalui pandangan mata. Ketika kepala Jihan mengangguk pelan, Mina akhirnya bisa bernapas lega. “Letakkan album itu, cobalah ini!” Dia memberikan segelas collagen drink yang sudah diseduh dengan air pada Jihan.

Rachel meletakkan sepiring bolu yang diminta Mina agar ia membawanya ke atas meja. Sambil melirik dua temannya itu malas, Rachel meneguk minuman collagen yang dia bawa lebih dahulu.

“Wah ... Terima kasih sudah membuatkannya untukku.”

“Yah ... Karena suasana hatiku sedang baik hari ini, kau kubuatkan juga.”

“Jangan lupa letakkan album fotonya ke tempat semula.”

“Baiklah, baiklah.”

“Hm ... Ternyata rasanya manis.”

Hari itu Rachel tidak menyadari sama sekali. Bahwa dua teman—ah ralat, dua orang yang terpaksa harus menjadi temannya itu diam-diam mengkhianatinya.



































To be continue
ෆ Duality : The Revenge ෆ

Duality : The Revenge [Hueningkai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang