Helen merasa khawatir karena sang adik belum juga membalas pesannya sejak beberapa jam lalu. Kunci pintu rumah Hueningkai masih dibawa Helen, dan hal tersebut benar-benar membuat Helen jadi kepikiran.
Usai melayani pelanggan yang berbelanja, Helen keluar dari supermarket sambil mengambil handphone–nya dari saku rok seragam. Dia menelpon Hueningkai untuk memastikan sekaligus agar hatinya tenang. Pasalnya sejak tadi, Anna tidak bisa dihubungi. Yah, mungkin saja laki-laki itu sudah pulang jadi Anna tak membutuhkan kunci rumah lagi untuk masuk.
Tut
“Halo!”
“Hueningkai?! Apa Anna sudah pulang?”
“Belum. Kenapa?”
“Kau di rumah?”
“Iya. Ada apa?”
“Hoo? Anak itu belum pulang juga ...? Boleh aku minta tolong padamu jemput dia di sekolahnya? Tidak tahu kenap—”
Drrtt
Ucapan Helen seketika terhenti saat sebuah notifikasi muncul di atas layar handphone–nya. Dari pop up pesan yang tertera, itu adalah notifikasi dari Anna mengirimkan sebuah foto.
“Helen? Kau masih di sana?” Hueningkai memanggil ketika merasa Helen tiba-tiba tidak bicara lagi.
“Ya! Ya ... Aku masih di sini. Tunggu sebentar.” Balas Helen kemudian membuka ruang obrolan pesan dengan Anna.
Mata Helen langsung membulat saat setelah foto yang dikirim Anna sudah berhasil diunduh. Di foto itu, terlihat Anna yang wajahnya sudah babak belur, dia bahkan hampir tak sadarkan diri.
Ting
Sebuah foto dikirim lagi entah oleh siapa menggunakan ponsel Anna yang menunjukan Helen sedang menatap handphone–nya dari sudut tertentu. Saat diamati lebih teliti, Helen tahu tempat Anna berada sekarang di mana. Kepala Helen pun otomatis menoleh ke arah sebuah lorong yang terletak tak jauh dari supermarket. Bahkan dari posisinya berdiri, Helen dapat melihat separuh tubuh Anna yang terduduk lemas tak berdaya di tembok lorong tersebut.
“Helen?! Helen kau—”
“Bajingan ...” Gumam Helen tapi masih bisa terdengar oleh Hueningkai, air mata pun menetes di pipinya.
“Helen!”
Suara panggilan tak asing terdengar dari arah belakang, Helen pun secara spontan menoleh. Seketika itu dia mendapati Jay tengah melambaikan tangan sambil tersenyum lebar padanya. Mata Helen memerah dengan tangis yang tertahan di pelupuk. Dadanya bergerak secara tidak teratur, dia sangat marah sekarang.
“Park Jong Seok, Lim Rachel ... Bedebah kalian semua ...” Lirihnya.
+×+
Hueningkai mengerutkan kening bingung karena mendengar gumaman Helen di telepon. Merasa seperti ada yang tidak beres, Hueningkai pun beranjak dari duduknya lalu mengambil kunci motor yang tergantung di tembok. Dia melajukan motor secepat mungkin menuju tempat Helen bekerja untuk memastikan bahwa perempuan itu baik-baik saja sekarang. Pasalnya apa yang dia dengar dari telepon tadi sangat aneh. Apalagi suara Helen terdengar bergetar seperti sedang menahan tangis.
.
.
.“Anna ... Kumohon sadarlah ... Jangan buat aku takut.” Helen menangis sesenggukan sambil memeluk tubuh Anna yang belum juga memberikan respon sejak dia menghampiri. “Anna ...” Dia terisak-isak. Sayang sekali ini sudah tengah malam. Ditambah wilayah di sekitar bukan tempat tinggal penduduk melainkan kumpulan toko yang kebanyakan sudah ditutup.
Jay yang melihat kondisi Anna dengan luka bekas pukulan di wajahnya justru bingung sendiri. Dia bahkan baru datang dan tidak pernah bertemu Anna. Tapi yang terjadi kini Helen malah menuduhnya.
Jay berjongkok hendak mengecek kondisi Anna namun Helen langsung mendorongnya agar tidak semakin dekat. “Brengsek kau! Apa yang kau lakukan pada adikku! Bajingan!”
Buaghh
Sebuah pukulan berhasil mengenai tepat di pipi Jay, sampai yang bersangkutan menolehkan kepala karena saking kerasnya pukulan itu.
Mata Jay membelalak kaget menanggapi tindakan Helen, “Helen aku—”
“Kalau sampai adikku kenapa-kenapa, aku akan membunuh kalian semua!” Teriak Helen. Bisa Jay lihat matanya yang penuh amarah.
“Helen, tapi aku tidak—”
Grep
Langkah Jay terhenti usai sebuah tangan menarik lengannya mundur. Dia sebenarnya ingin menjelaskan pada Helen kesalahpahaman ini, namun kedatangan Hueningkai berhasil menghentikan tindakannya.
“Sebaiknya kau tidak berulah lagi, brengsek.” Kecam Hueningkai. Tangan kanannya mencengkram kerah jaket Jay dengan tatapan yang dingin dan menusuk.
“Kak ...” Anna rupanya masih memiliki sedikit kesadaran. Sontak Helen, Hueningkai, maupun Jay yang mendengar panggilan pelannya jadi teralihkan ke sumber suara. “Kak, aku mau pulang ...” Rintih Anna, tangis Helen semakin pecah saat mendengar itu. Dia memeluk Anna dengan segenap rasa syukur.
“Kita pulang setelah ke rumah sakit, ya?” Jawab Helen. “Huening, tolong bawa Anna ke rumah sakit.” Dia minta bantuan pada Hueningkai agar laki-laki itu mengantarkan Anna ke rumah sakit. Segera setelah mendengar ucapan Helen, Hueningkai pun melepas kasar cengkramannya dari kerah jaket Jay dan bergegas memesan taksi.
Tak butuh waktu lama, taksi akhirnya datang. Hueningkai membopong Anna ke dalam taksi diikuti Helen yang mendampingi sang adik selama di perjalanan.
“Pak, tolong antar mereka ke rumah sakit xxxx. Ini ongkosnya.” Tanpa ragu Hueningkai langsung membayarkan biaya perjalanan taksi tersebut dengan uangnya. Setelah pintu penumpang ditutup, taksi pun melaju ke tempat tujuan. Menyisakan Hueningkai dan Jay yang sekarang sedang saling memandang tajam satu sama lain.
“Urusan kita masih belum selesai. Kau akan mendapat balasannya setelah ini.” Ujar Hueningkai berhasil mengundang tawa kecil Jay.
“Kau kakaknya, ‘kan? Bahiyyih ...?” Mendengar pelaku yang sudah membuat sang adik terbaring di rumah sakit selama hampir sebulan berani menyebut nama Bahiyyih, tangan Hueningkai sontak mengepal kuat.
“Kupikir dia sebatang kara, rupanya punya seorang kakak.” Tukas Jay, mengatakan apa yang dia ketahui dari hasil pengamatannya beberapa hari lalu.
“Kalian berdua!”
Seorang pria berseragam yang sepertinya adalah karyawan supermarket tempat di mana Helen bekerja, terlihat berlari menghampiri Hueningkai dan Jay. Kedatangannya berhasil menginterupsi dua orang itu sehingga mereka pun menghentikan pembicaraan.
“Apakah melihat seorang perempuan berpakaian sepertiku dengan rambut dikuncir satu?” Tanya karyawan pria barusan.
“Ah, tolong sampaikan pada bos kalian, kondisi adik Helen sedang tidak baik, mereka pergi ke rumah sakit. Aku mewakilinya untuk meminta ijin.” Sahut Hueningkai.
“Apa?! Ya ampun ... Apakah adiknya sedang sakit? Parah atau tidak?”
“Aku belum tahu. Tapi tolong jangan lupa beritahukan bos kalian soal ini, ya?”
“Baiklah, baiklah. Lagipula aku bisa bantu dia untuk handle pekerjaannya hari ini.” Si karyawan pria menganggukkan kepala paham.
“Kalau begitu terima kasih.” Hueningkai tersenyum singkat. Setelah melirik singkat pada Jay, dia pergi ke rumah sakit menggunakan motornya. Karyawan pria tadi juga pamit kembali bekerja, kini tersisa Jay seorang diri yang masih merasa kesal karena tertuduh atas insiden yang sama sekali bukan perbuatannya.
“Hahahah! Hah ... Lim Rachel sialan.”
To be continue
ෆ Duality : The Revenge ෆ
![](https://img.wattpad.com/cover/333909248-288-k609709.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Duality : The Revenge [Hueningkai]✓
Fanfiction(Ft. JaSuKe Enhypen) Seorang murid pindahan datang mengambil alih beberapa fraksi dan membuat perpecahan di SMA Taerang. TXT Fanfiction/alternative universe, O3 Juli 2023 © 𝗰𝗯𝗴𝘄𝗶𝗳𝗲