28. Bentrok

45 8 4
                                    

Terowongan yang sudah lama terbengkalai kini dipenuhi suara teriakan dan ramai orang berkelahi. SMA Taerang dan Gahnam memang selalu menjadi musuh bebuyutan, tak heran apabila mereka tawuran, bisa saja seimbang antara keduanya. Sudah hampir separuh siswa—baik itu dari SMA Taerang ataupun Gahnam—sama-sama kehabisan tenaga.

Sruukk

Ughh ... Kau benar-benar petarung sejati rupanya,” Jay dengan wajah yang sudah babak belur dan penuh keringat, menahan serangan Hueningkai yang tak berbeda kondisi darinya.

“Salahmu mengusik hidupku.” Balas Hueningkai.

Bughh

AkkARRGGHHH! SIALAN!” Jay tampak geram ketika Hueningkai berhasil menyerang bagian perutnya di sela-sela pembicaraan. Ia kesal sebab sempat tidak fokus tadi. Ia benci kalah, ia tak boleh kalah.

Hueningkai mencoba mengatur nafas, lalu hendak melangkah menyerang Jay lagi namun tiba-tiba seseorang memukul kepalanya dari belakang. Seketika, Hueningkai merasakan telinganya berdenging, kepalanya pusing, pandangannya pun kabur. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tetap sadar tetapi rupanya sulit. Hueningkai lantas terjatuh ke tanah.

Jay menarik senyum ketika melihat pemandangan itu. Sedangkan Jake, si pelaku, membuang kayu yang ia gunakan untuk memukul kepala Hueningkai dengan kepala tegak. Seakan puas sudah membuat Hueningkai akhirnya jatuh tak berdaya.

“Kau kalah Hueningkai! Ha~ha~ha~

“Dia tidak akan bisa sombong lagi sekarang.”

“Haruskah kita buat dia masuk rumah sakit seperti adiknya?”

Suara itu terdengar samar-samar selama Hueningkai berusaha membuat dirinya tetap sadar. Posisi dimana ia dan Jay berkelahi memang sedikit jauh dari anak-anak yang lain. Hal biasa antara pertarungan pemimpin satu dengan pemimpin yang lain. Ia lupa memprediksi kemungkinan bahwa akan ada teman-teman Jay membantunya menyerang. Hueningkai pikir mereka benar-benar satu lawan satu seperti yang laki-laki itu minta.

Entah kenapa feeling Yoshi berusaha membujuknya untuk mencari keberadaan Hueningkai. Segera setelah melumpuhkan seorang keroco dari SMA Gahnam, ia berlari menyusuri terowongan yang semakin gelap ke dalam. Sampai akhirnya ia menemukan Hueningkai akan diserang oleh Jay dan Jake. Bahkan salah satu di antara mereka sudah menggenggam batu bata di tangan.

Yoshi lantas berlari kemudian melayangkan tendangan dari arah belakang pada Jake di mana saat itu dialah yang membawa batu bata. “Brengsek! Aku membiarkan temanku sendirian karena temanmu itu selalu menantang duel, tapi kau malah ikut campur dan menggunakan cara rendahan seperti ini.”

Yashhh! Kau mau mati, huh?” Jake gemetar saking kesalnya.

Setelah mencoba mengembalikan kesadaran, Hueningkai bangkit kembali. Suatu hal tak terduga padahal ia baru saja dihantam cukup keras di bagian kepala. Laki-laki itu memijat pelan kepalanya untuk meredakan pening, dan ia pikir sedikit berhasil.

“Huening, kau masih kuat?!” Tanya Yoshi sembari bersiap-siap. Kedua tangannya mengepal di depan badan.

Hueningkai melambaikan tangan sebagai balasan bahwa ia baik-baik saja. “Aku tidak apa-apa. Sebaiknya aku selesaikan segera. Helen menungguku di rumah.” Ujarnya agak pelan namun masih terdengar sampai ke Jay.

Jay tentu heran. Kenapa Hueningkai terkesan seperti sedang memanas-manasi dia?

“Sekadar info untukmu, kami pacaran.”

Jay langsung terbelalak. “Apa?”

“Awasi tanganku!” Hueningkai tanpa aba-aba langsung memberikan serangan. Tak berhenti menyerang seolah tenaganya tidak pernah habis padahal ia dan Jay sudah berkelahi hampir selama tiga puluh menitan tanpa henti. Begitupun Yoshi dan Jay, mereka juga saling menyerang tak jauh dari Hueningkai dan Jay berada.

~~~

Buaghh!!

Agghh!”

Tak ada satupun di antara mereka yang benar-benar tak terluka, bahkan Hueningkai atau Jay sekalipun. Wajah sudah berdarah-darah namun keduanya enggan berhenti. Sampai akhirnya Hueningkai berhasil mengunci pergerakan Jay, laki-laki itu pun tak bisa menyerang lagi. Pengalamannya selama beberapa tahun di atas ring tidak sepenuhnya sia-sia. Sebab itulah Hueningkai menguasai teknik berkelahi lebih baik.

Semua pihak tampaknya juga sudah kehabisan tenaga. Hanya tersisa pemimpin mereka sebagai penentuan pihak pemenang. Sekarang sudah mulai terlihat titik ujungnya. Ketika Jay tak lagi mampu berdiri, Hueningkai sebenarnya juga sudah kehabisan tenaga, tetapi masih ada sisa sedikit yang dapat digunakan untuk sekadar menegakkan kedua kaki.

“Kita impas. Setelah ini, aku akan menyelesaikannya.” Ucap Hueningkai tapi Jay tidak mengerti maksudnya.

Ia pun berjalan menuju ke area anak-anak SMA Taerang yang lain lalu memberi isyarat untuk pergi. Setelah melihat Hueningkai kembali sendirian, mereka bersorak keras. Itu adalah pertanda bahwa pihak mereka menang, menyisakan satu pemimpin yang berhasil keluar dengan kesadarannya. Di waktu bersamaan, anak-anak SMA Gahnam tertunduk lesu. Lagi-lagi, mereka harus kalah dari SMA Taerang.

Rombongan Hueningkai dan anak-anak SMA Taerang akhirnya pergi meninggalkan musuh mereka yang masih terbaring tak berdaya.

+×+

Pintu rumah dibuka, Helen terkejut melihat kondisi Hueningkai yang rupanya benar-benar kacau. Ia menganga kaget sembari menghampirinya. “Huening ... Kau—” Helen sampai kehabisan kata-kata.

“Kau belum tidur?”

Pertanyaan itu justru yang diucapkan Hueningkai ketika Helen tampak khawatir dengan kondisinya. Membuat Helen tak habis pikir. Padahal Hueningkai sendiri melarang Helen berkelahi dengan Rachel waktu itu, tapi sekarang dia malah pulang dengan keadaan seperti ini.

“Kau bodoh, ya?” Helen heran buka main.

Mendapat pertanyaan dan sadar akan kekesalan Helen, Hueningkai justru tertawa. “Aku akan mengalah kali ini.”

“Ah ... Menyebalkan. Kalau sudah begini, berarti aku harus mengobati lukamu sekarang?”

.
.
.

Ssshhh, akk! Sakit.”

Helen hanya menghela nafas kasar ketika Hueningkai selalu bereaksi kesakitan ketika luka memar di wajahnya diolesi obat. Untung saja Helen bisa menahan untuk sabar. Jika tidak, luka-lukanya sudah ditekan sejak tadi. Biar saja laki-laki itu kesakitan.

“Kenapa kau belum tidur? Apa kau—”

“Aku tidak menunggumu. Aku hanya tidak bisa tidur.”

Belum juga pertanyaan Hueningkai selesai diucapkan, Helen langsung memotong. Membuatnya jadi tak bisa menahan senyuman sebentar. Helen hanya menatap malas kemudian menutup kembali obat yang digunakan untuk meredakan luka-luka di wajah pacarnya itu.

“Aku akan mengungkap semuanya tak lama lagi. Terima kasih, sudah membantuku.” Baru kali ini Helen mendengar ucapan terima kasih keluar dari mulut Hueningkai tanpa diminta. Tampaknya ia pun sudah memutuskan jalan selanjutnya. Tindakan yang akan diambil untuk Rachel dan antek-anteknya yang telah membuat seorang anak sampai masuk rumah sakit.

“Terima kasih kembali.” Balas Helen.
































To be continue
ෆ Duality : The Revenge ෆ

Duality : The Revenge [Hueningkai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang