Flashback
“Kau sudah menunggak selama setahun. Kalau belum membayar juga bulan ini, aku minta maaf Helen, kalian harus keluar.”
“Bu, kumohon beri kami waktu. Dua bulan? Ah, Tidak! Tidak! Sebulan! Aku akan melunasinya selama sebulan.”
“Tidak bisa, maaf.”
FlashbackEnd
Ke mana lagi aku harus mencari uang? Helen tengah berpikir keras. Ke mana lagi dia harus mendapatkan uang untuk membayar biaya sewa rumahnya dalam waktu singkat?
Hueningkai, si rubah jahat itu! Andai dia mau memberikan separuh bayarannya di awal kemarin.
Perasaan Helen terus dibuat berguncang karena banyak masalah terjadi beberapa hari terakhir. Tidak tahu ada apa, tapi rasanya di bulan ini masalah yang muncul hanya soal uang, uang, dan uang. Ah tidak, sebenarnya selalu begitu. Hanya saja kali ini yang terparah. Seolah mereka datang secara beruntun tak melihat kondisi Helen yang hanya seorang gadis berusia delapan belas tahun.
Aku harus segera memikirkan rencana untuk mengambil bukti itu. Tapi mulai dari mana? Tanya Helen pada diri sendiri. Dia melamun sambil berjalan pelan di trotoar.
Ting
Suara notifikasi handphone–nya terdengar dari dalam saku blazer sekolah. Dengan pandangan yang masih kosong ke arah jalan, Helen mengambil benda itu lalu mengecek pemberitahuan yang masuk.
Dari orang tidak dikenal. Batin Helen.
Namun saat pesan dibuka, dia bisa langsung mengetahui siapa pengirimnya.
HK
Jalan xxxx no.17. Aku tunggu di rumah 16.16
Ada informasi baru yang perlu kubicarakan padamu 16.16
“Ah ... Orang menyebalkan ini,” Helen rasanya masih menyimpan dendam karena sikap Hueningkai tempo hari. “Oh? Tunggu! Sepertinya aku punya ide bagus.” Entah darimana pemikiran ini datang, mungkin permasalahan sewa rumah bisa segera diatasi. Tentu dengan adanya Hueningkai.
Tuk!
“Akkhh!” Helen meringis sakit ketika sebuah botol bekas minuman tiba-tiba mengenai kepalanya, menimbulkan suara yang cukup keras. Sambil memegangi bagian kepala yang terkena botol tadi, Helen menoleh ke sekeliling untuk mencari si pelaku pelemparan.
Rupanya orang yang sama. Siapa lagi kalau bukan Rachel dan kawan-kawan. Bedanya kali ini dia bersama tiga laki-laki yang tampak seperti sudah menunggunya sejak tadi. Rachel melambaikan tangan dengan gestur mengejek. Ditambah senyum menyebalkannya itu—Helen jadi semakin muak.
Merasa tidak takut sama sekali, Helen pun menghampiri orang-orang tersebut. Mereka menunggu di dalam sebuah jalan masuk gang sepi. Tentu saja, siapa yang berani memancing keributan di tempat ramai?
Helen menghela napas kasar sambil berekspresi malas membalas pandangan remeh dari Rachel, “Hah ... Jujur saja, aku sangat bosan melihat wajahmu.” Dia meremas botol minuman dari tembaga tadi lalu melemparnya ke tong sampah.
Menanggapi reaksi Helen, wajah Rachel seketika berubah seratus delapan puluh derajat. Dari yang semula tampak senang jadi kesal dan jengkel. “Pelacur tidak tahu diri! Ah ... Aku lupa, bukankah ayahmu dipenjara? Anak pembunuh dan miskin, kau ini benar-benar menjijikkan!” Cibir Rachel.
Helen menarik napas panjang. Perkataan yang selalu menyakiti perasaan jika menyangkut orang tuanya. Sebelum membalas omongan Rachel, Helen sempat melirik lima orang lain yang ada di belakang gadis itu.
Tunggu! Ada yang tak asing ...
Dia! Bukankah laki-laki yang kemarin? Mata Helen membuka lebar ketika secara tak sengaja beradu pandang dengan salah satu laki-laki yang kini tengah bersandar pada dinding gang. Ya, dia adalah Sunghoon.
Sebenarnya Sunghoon sama terkejutnya dengan Helen. Dia tak pernah mengira kalau perempuan yang akan menjadi target Rachel kali ini adalah Helen. Takdir memang terkadang bercanda. Meski menyayangkan hal tersebut, namun Sunghoon tidak bisa berbuat apa-apa. Dia adalah sahabat Jay. Sudah sejak lama Sunghoon menjadi partner pembulian laki-laki itu dan pacarnya.
Rachel menoleh mengikuti ke mana arah tatapan Helen tertuju. Saat dia tahu kalau Helen tengah memandangi Sunghoon, bibirnya bergerak mengulas senyum. Senyum miring yang menyimpan rasa kesal.
Plak!
Tamparan keras dari Rachel berhasil menyadarkan Helen dari lamunannya. Masih pada posisi yang sama, si pelaku justru tampak mendongak bangga. Sedangkan Helen tertawa kecut atas apa yang dia terima. Kepalanya perlahan menoleh kembali, dia memandang Rachel dengan tatapan amarah yang tertahan.
“Tampan bukan? Tapi sayangnya orang sepertimu tidak pantas menatap Sunghoon tanpa merasa malu sama sekali.” Rachel berucap dengan nada yang dibuat sedih. Seolah bermaksud mewakili tangis Helen yang tertahan karena tamparannya.
Kini semua terasa seperti tak bisa dikontrol lagi. Otot-otot wajah Helen mulai mengeras, tangannya mengepal dengan kuat. “Perempuan bangsat! Kau pikir kau siapa bisa menamparku seenaknya!”
Rachel bisa melihat jelas tatapan amarah dari Helen. Tak hanya dari sorot matanya, aura perempuan itu bahkan juga ikut berubah. Senyuman di bibirnya seketika ikut terhenti, dia mulai merasa waspada sekarang. Helen mengayunkan tangan kanannya hendak balas menampar Rachel, namun sial berhasil ditahan oleh Jay yang entah sejak kapan sudah ada di dekat mereka.
“Ohh ... Menyeramkan. Aku tidak bohong, tapi matamu cukup menakutkan tadi.” Di sela-sela perasaan kesal Helen, Jay malah semakin meledeknya. “Kau ingin marah? Sayangnya marah atau tidak, yang menentukan bukan dirimu.” Laki-laki itu mendorong-dorong dahi Helen dengan jari telunjuknya. Perbuatan Jay pun ditanggapi tawa senang dari Rachel dan temannya yang lain. Tak termasuk Sunghoon. Karena dia terus memalingkan wajah seolah tak minat menanggapi.
Mungkin Jay pikir Helen tak akan berani melawan lagi usai dia ikut campur. Namun detik berikutnya malah Jay sendirilah yang dibuat tak berani berkutik. Helen memukul perutnya lalu menggunakan jeda dari pukulan itu untuk mencekik lehernya. Helen dorong tubuh Jay hingga membentur tembok gang.
“Jangan kau pikir hanya karena dirimu laki-laki, aku tidak berani berbuat apa-apa.” Kecam Helen.
Rachel mendelik melihat kejadian tersebut. “Bangsat! Apa yang kau lakuk—”
Bugh!
Helen sedang tidak minat menanggapi ocehan Rachel yang berisik. Dia pun menendang perempuan itu hingga yang bersangkutan tersungkur sambil menahan rasa sakit. Dua teman perempuan Rachel buru-buru menolong sedangkan Sunghoon dan Jake masih merasa terkejut dengan tindakan Helen.
“Hahah ... Perempuan ini rupanya berani melawan.” Jake sudah melangkah maju hendak menghajar Helen tapi Jay menyuruhnya untuk berhenti.
Tidak tahu apa maksudnya, Jay justru tersenyum seolah dia bangga karena perlawanan Helen. Laki-laki itu bahkan tak membalas sama sekali, bisa dibilang tampak seperti memasrahkan diri padahal besar kemungkinan bagi Jay untuk bisa melawan. Helen pikir orang di hadapannya ini sudah gila. Dia tertawa sendiri padahal tak ada hal lucu yang terjadi.
Merasa tidak ingin melihat tawa menyebalkan itu lebih lama, Helen melepaskan cekikannya dari leher Jay dengan kasar. “Berhenti menggangguku atau aku tidak akan segan-segan lagi!” Ancam Helen sebelum akhirnya pergi dari tempat kejadian.
Usai kepergian Helen, Jake pun bergegas menghampiri Jay untuk melihat kondisinya. “Jay, kau tidak apa-apa?”
Jay tak menjawab selain memandangi punggung Helen yang semakin menjauh. Tanpa disadari dia tersenyum lagi untuk yang kesekian kalinya, membuat baik Jake ataupun Sunghoon yang menyaksikan jadi merasa bingung.
“Cho Helen ... Kau benar-benar menarik.”
To be continue
ෆ Duality : The Revenge ෆ

KAMU SEDANG MEMBACA
Duality : The Revenge [Hueningkai]✓
Fanfiction(Ft. JaSuKe Enhypen) Seorang murid pindahan datang mengambil alih beberapa fraksi dan membuat perpecahan di SMA Taerang. TXT Fanfiction/alternative universe, O3 Juli 2023 © 𝗰𝗯𝗴𝘄𝗶𝗳𝗲