!
!
!
!
!
........
Jessica tidak perduli dengan penampilan yang kacau dan matanya yang sembab. Tak perduli sudah berapa kian kali lengannya itu mengusap airmatanya yang jatuh dengan deras. Tak perduli dengan tenggorokannya yang pelahan mengering. Dan tak peduli pada tatapan-tatapan yang melihatnya dengan iba seperti keadaannya yang menyedihkan.
Maka diremasnya rok selutut itu dengan sesak. Ia perlahan mendongak.
"Aku Cuma ingin bebas Dad. Jessi lelah, sangat lelah." Lagi. Airmata itu jatuh dengan bebas.
Yuri sudah pergi dan bahagia diuar sana. Perusahaannya hancur dan kini Jessica bersimpuh di depan kedua orangtuanya sambil memohon. Seringkali ia di tuntut untuk jadi pemanang, maka untuk saat ini saja ia ingin mengibarkan bendera putih untuk menyerah. Jessica juga ingin merasakan bagaimana rasanya keluar dari tuntutan itu, dia lelah menjadi anak baik yang selalu papa banggakan. Jessica terkekang oleh aturan-aturan yang sering dijadikan acuan hidup oleh orangtuanya. Andai saja dulu papa tidak mengajarinya menjadi pemanang barangkali ia tahu rasanya menjadi orang kalah. Selama bertahun-tahun ia tertekan.
Papa mengguncang bahu jessica cukup kasar.
"Jadi ini balasan kamu sama orangtua? Kamu hancurin perusahaan dan sekarang kamu mohon-mohon ingin bebas?" lalu tersenyum sinis.
Kilatan marah tampak jelas di mata papa. Mama mengelus lengan papa mencoba menenangkan.
"Belum cukup kamu membatalkan pertunangan dengan siwon. Dan kamu lancang melawan Daddy?!" kalimat itu sangat lantang. Matanya menatap nyalang kesagala arah. Tidak perduli pada reaksi-reaksi ketakutan para ART di ruangan itu.
Dibawah sana, jessica makin sesegukan dan bersimpuh di kakinya meminta satu pengertian.
"Aku nggak cinta sama siwon, Dad!!" jessica memberanikan diri untuk melawan meski ia tahu itu langkah yang salah. "dan Jessie nggak bisa maksain suatu hubungan hanya demi kebahagiaan semua orang. Sementara Jessie tersi—" disusul tamparan keras dari telapak tangan yang dulu ia bangga-banggakan itu.
Jessica terdiam lama. Mulutnya bungkam dalam sekejap.
Papa menamparnya tanpa mau mendengarkan perjelasaannya terlebih dahulu. Di peganginya pipi itu yang mulai sedikit nyeri. Jessica tersenyum kecut. Ia tidak menampik nyeri di pipinya ini tidak sebanding dengan kehancurannya saat ini. Mata itu berpaling pada mama berharap mama dapat membatunya. Hanya saja reaksi mama sama seperti dirinya. Beliau menutup mulut dengan keterkejutan dan disana ia menemukan airmata yang ikut jatuh. Seolah mengatakan bahwa beliau tidak bisa membantunya selama papa berada diantara mereka.
"KING!" panggil papa dengan lantang.
Pria itu, pengawal papa yang tadinya di belakang mereka dan juga ikut andil menjadi saksi kekacauan rumah itu, melangkah maju kehadapan papa.
"Iya. Tuan."
"Bawa jessie ke kamarnya! Kunci dia dari luar! Dan," papa menatap satu persatu orang yang ada didalam sana sebelum melanjutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Time
Random"Sekali lagi lo hina sahabat gue. Gue jamin dalam dua hari ke depan lo nyesel ber-urusan sama gue." Ancam Yuri. Setelahnya. Gadis nakal itu pergi meninggalkan Jessica yang berdiri dengan senyum sinis. "Sampai matipun aku nggak bakal ber-urusan sam...