Jessica mengeratkan pelukannya di pinggang Yuri. Anak itu mengajaknya ke pantai yang mana baru kemarin dia bisa pulang dari rumah sakit. Dokter sudah mengingatkan untuk istirahat tapi Yuri tetaplah Yuri, gadis itu keras kepala tidak bisa di nasehati. Padahal setengah mati Jessica menolaknya agar mereka tetap di apartment menghabiskan waktu.
Yuri melirik Jessica dari kaca spion dan sedikit melemparkan senyum kecil menangkap sepasang mata yang dari tadi mengawasinya.
Jessica mimiringkan kepala sambil memegangi helmnya yang longgar. Lalu berbisik di telinga Yuri.
"Gimana kalau kita pulang aja? Aku nggak mau kamu sakit lagi,"
Yuri menanggapinya dengan tertawa, kemudian menyahut saat lampu lalulintas berganti warna.
"Nggak perlu ada yang di khawatirin, dokter aja udah ngizinin pulang. Jadi dari pada kita di apartment ada baiknya kita ke pantai. Menghabiskan waktu di sana?"
Mereka mengendarai vespa yang sering Yuri gunakan semasa mereka masih berada di bangku SMA. Vespa yang Jessica kira sudah tak berfungsi lagi atau barangkali kendaraan itu sudah dijual. Anehnya vespa itu masih berfungsi dengan normal. Padahal tujuh tahun ia tak menemukan keberadaan vespa itu. Satu lagi, helm yang ia gunakan adalah helm Yuri yang tak sengaja ia bawa sewaktu Yuri mengantarnya pulang, dulu.
"Tapi dokter bilang kamu harus istirahat. Gimana kalo nanti jahitan di lengan kamu terbuka lagi?" Jessica kembali mencodongkan tubuhnya bersamaan dengan vespa mereka yang melaju dan di ikuti beberapa kendaraan lainnya.
"Ada elo kan yang bakal ngobatin?" Yuri masih mengintip dari kaca spion. Membuat gadis di belakangnya mencubit gemas area perutnya. Wajahnya kelihatan kesal, sesekali tangannya membenarkan letak helmnya yang longgar.
"Sampai sekarang aku masih penasaran! Sebenarnya apa yang membuat kamu melakukan itu? maksud-ku, siapa yang sudah mancing kamu sampai-sampai kamu nekat sayat tangan lagi? Kamu beneran berhenti konsumsi obat itu kan?"
Senyuman Yuri sedikit terkikis. Sebelum sepenuhnya hilang di bibir itu, di ikuti vespanya yang melaju pelan. Yuri terdiam beberapa lama, mencari alasan yang cocok untuk menjawab rasa penasaran sang kekasih. Mengatakan bahwa Mark menemuinya tempo hari adalah pilihan terburuk. Belum lagi Jessica menuduh Victoria sebagai penyebabnya, ini bukan tentang sang kakak atau siapapun. Pada dasarnya si pendosa ini masih di selimuti rasa bersalah. Di perburuk lagi oleh obat yang pernah ia konsumsi.
"Gue,"
Jessica menunggu.
"Engh...ngapain sih kita bahas yang sudah lalu. Kita kan mau ngabisin waktu di pantai." Akan lebih baik Yuri tidak membahasnya. Meski dia dapat melihat kekecewaan di wajah gadis itu.
Tidak ada pembahasan selanjutnya.
Sadar bahwa mereka sampai di pantai, Yuri segera mematikan mesin motor. Di tariknya lengan Jessica mendekati hamparan laut di hadapan mereka. Sesekali ia melirik pada pengunjung yang tengah duduk tak jauh dari mereka sambil menunggu terbenamnya matahari. Kemudian pada pohon kelapa yang berbaris rapi sepanjang pinggir pantai. Dan berakhir ke beberapa warung yang masih beroperasi meski sudah terbilang sore.
Jessica menurunkan pandangannya pada perban di lengan Yuri. Tangan di depannya mencengkramnya begitu erat, seolah takut genggaman mereka bisa lepas.
"Maaf soal kemarin," Jessica akhirnya berani mendongak. Mengusir kesunyian di antara mereka. Berikutnya, Yuri tiba-tiba berhenti berjalan. Yang membuatnya hampir mau menabrak gadis itu.
"Soal apa?"
"Nggak memberimu kabar selama dua hari, aku tahu kamu pasti kebingungan mencariku."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Time
Random"Sekali lagi lo hina sahabat gue. Gue jamin dalam dua hari ke depan lo nyesel ber-urusan sama gue." Ancam Yuri. Setelahnya. Gadis nakal itu pergi meninggalkan Jessica yang berdiri dengan senyum sinis. "Sampai matipun aku nggak bakal ber-urusan sam...