Pernah suatu hari sunny membaca salah satu buku bergenre romance. di dalam buku itu tokoh utamanya mengalami patah hati di tinggal menikah oleh sang pacar hingga mengalami depresi. Mengurung diri berhari-hari dikamar dan akhirnya Si tokoh mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. tidak ada seorangpun yang membantunya untuk menghiburnya sekalipun si keluarga tokoh itu sendiri. Mereka membiarkannya sendiri tanpa ada yang tahu di saat si tokoh tengan butuh pertolongan.
Dari buku itu sekarang Sunny dapat menyimpulkan. Orang yang sedang patah hati tak seharusnya dibiarkan seorang diri atau bersedih kepanjangan karena nantinya itu akan berdampak pada psikis orang tersebut. Maka hal itu ia ingin menjadi teman si tokoh dunia nyatanya untuk mengajaknya keluar dari kehidupannya yang hancur. Meski memiliki alur cerita yang berbeda. Dan si tokoh itu kini berdiri disampingnya sedang memandangi kerumunan orang di depan stadion.
"Rame banget ya. Mudah-mudahan konsernya belum mulai." Tiffany menyipitkan mata pada antrian panjang yang tengah menukar tiket konser mereka dengan gelang sebelum masuk.
"Kita kan berangkat jam setengah tujuh, jadi gak mungkin di mulai Tif. Lagian antriannya masih banyak."
Tiffany memiringkan kepala untuk menemukan wajah Sunny di samping Yuri. "Salah siapa?! Lo balik kedai jam 6. kemana aja lo sama Yul, hah? Jahat banget kalian tinggalin gue di kedai sendirian. Nih lihat akibatnya," ia memperlihatkan lengannya yang luka setelah menggulung kaos lengan panjangnya sampai siku.
Yuri menunduk pada lengan Tiffany yang terulur di depannya, ia menyentuh lengan itu sambil melihatnya khawatir. "Ini kenapa? Siapa yang udah bikin lo luka kayak gini?"
Tiffany mendesah dan memalingkan wajahnya ke segala arah. Sunny sudah bercertia padanya tentang masalah Yuri, jadi rasanya tak mungkin menyebut si brengsek di hadapan sahabatnya kalau luka itu sebab akibat dari dorongan si mak lampir.
Matanya menoleh dan bertemu mata dengan Sunny. Gadis itu menatapnya dengan curiga.
"Jatoh di kamar mandi. Yul, boleh nggak gue pinjem hape lo bentaran. Gue mau nelfon nyokab nanyak kabar. Pulsa gue habis nih."
"Oke." Yuri mengeluarkan ponselnya dari kantung celana lalu menyerahkannya pada Tiffany. Gadis itu menyambutnya dengan senyuman antusias.
"Kalian duluan aja ya, nanti gue nyusul. Gue mau ke toilet dulu. Soalnya kalau telfonan disini gak bakal kedengeran. Bye."
Tiffany meninggalkan tempat mereka dan berjalan menuju toilet. Beruntungnya toilet tidak terlalu ramai hanya ada dua orang di dalam, salah satunya sibuk memakai lipstick satunya lagi membasuh wajah. Sementara dia masuk di salah satu bilik dan menguncinya dari dalam. Dia duduk di atas closet sambil mengecek isi ponsel Yuri. Disana banyak pesan masuk dari jessica dan 30 panggilan tak terjawab. Dibukanya pesan masuk dari jessica. Isinya tak jauh dari pemintaan maaf dan penyesalan. Tiba-tiba satu pesan lagi masuk dari orang yang sama.
Aku nggak akan biarin kamu dengan siapapun. Kemanapun kamu pergi aku pasti menemukanmu. Aku egois dan aku tidak perduli. Aku janji nggak akan berhubungan lagi dengan siwon. Dia ngancem aku Yul dan seharusnya dari dulu aku meninggalkannya. Orangtuaku nggak ngasih aku kebebasan Yul, tolong mengerti. Aku nggak mungkin melawan orangtuaku sendiri. Meskipun nanti aku menikah dengan siwon aku akan tetap mengutamakan kamu. Aku nggak bisa lari dari orangtuaku sendiri Yul, mereka memberikan kepercayaan sepenuhnya sama aku dan aku gak mungkin mengecewakan mereka. Aku sayang sama kamu Yul, kamu juga sayang sama aku. Kita sama-sama cinta Yul. Aku minta maaf, percaya sama aku. Aku bisa bahagiain kamu.
Ponsel Yuri terkepal erat di tangan Tiffany. Dia marah, marah luar biasa pada jessica. Wania itu sangat egois tidak memikirkan perasaan Yuri selama ini. Sahabatnya sudah berjuang untuk membahagiakannya tapi kenapa Jessica tidak belajar dari masalalu kalau Yuri ada trauma. Jelas-jelas dia tahu bahwa sahabatnya itu memiliki sejarah kelam di hidupnya. Bahkan Yuri sendiri jatuh bangun menata hidupnya yang hancur. Lalu seenaknya jessica menghancurkanya untuk yang kedua kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Time
Random"Sekali lagi lo hina sahabat gue. Gue jamin dalam dua hari ke depan lo nyesel ber-urusan sama gue." Ancam Yuri. Setelahnya. Gadis nakal itu pergi meninggalkan Jessica yang berdiri dengan senyum sinis. "Sampai matipun aku nggak bakal ber-urusan sam...