Dia kembali!

575 71 43
                                    

~~~~~~~~~~~~~~~!!!

Setelah menghabiskan waktu berjam-jam di atas pesawat. Perempuan itu bisa duduk tenang di bangku penumpang. Punggungnya ia sandarkan di sana. Tatapan itu ia lempar keluar jendela mobil. Penampakan jalan yang dulu ia tinggali kini berkembang pesat. Ternyata sudah enam tahun kota itu ia tinggalkan. Seperti orang yang baru kembali dari pengasingan. Melarikan diri layaknya pecundang. Wajah-wajah masa lalu terngiang kembali, peristiwa mengerikan muncul menyerbu ingatannya. Victoria merasakan tubuhnya membeku di tempat.  Sekujur tubuhnya gemetar hebat. Ibarat film lama, kejadian itu kembali terputar.

"Kakak bangga sama kamu." Waktu itu Victoria baru menginjak masa SMA. Usia dimana ia mengetahui rasanya menjadi remaja. Di hadapannya Yuri duduk bersila, sang adik  mengernyitkan dahinya  seperti orang kebingungan. Mencerna makna 'bangga' yang baru saja ia ucapkan.

"Bangga punya adik kesayangan yang pinter kayak kamu dan sekaligus iri karena kamu selalu dapet perhatian papa  mama. Kamu selalu rangking di kelas, dapet penghargaan dimana-mana. Ya Tuhan! Kapan kakak kayak kamu Yul?" Wajah Victoria berubah kecewa. Sebenarnya ia tidak benar-benar sedih hanya penasaran saja dengan reaksi sang adik.

Dan dugaannya benar. Yuri si gadis polos itu tiba-tiba beringsut. Mendekatkan diri pada sang kakak. Kemudian tangannya mengelus kepala Victoria seperti memberinya semangat.

Malam itu mereka tengah berada di kamar Yuri. Victoria selalu menemaninya tidur. Ia tidak mau jauh-jauh dari Yuri.

"Makanya kakak belajar, jangan main terus."

"Kakak nggak punya bakat kalo soal belajar. Beda sama kamu, sekali baca langsung hafal."

"Tapi kalo kakak belajar pasti pinter kayak Yul kok."

Victoria memangku dagu, memandang gemas pada sang adik. Yuri si adik kesayangannya terlampau pintar di usianya yang baru menginjak pendidikan menengah pertama.

"Kamu bisa nggak satu kali aja dapet nilai jelek, biar papa sama mama perhatian sama kakak."

"Nggak mau!" Yuri menggeleng. Kunciran rambutnya  ikut terayun."Kalo mama papa perhatian sama kakak, terus nggak ada alasan lagi Yul perhatian sama kakak. Aku kan sayang sama kakak."

"Oh ya? Apa buktinya?"

Telunjuk mungil Yuri menyentuh dagu seperti sedang memikirkan sesuatu. Malam itu Victoria begitu menikmati ekspresi wajah sang adik. Ia tidak tahu kalau peristiwa mengerikan itu akan terjadi.

"Buktinya Aku slalu ada buat kakak. Nurut sama perintah kakak. Aku mau jadi adek kesayangan kakak." Matanya berbinar.

Victoria  lalu mendekap tubuh Yuri dengan hangat. Ia yang selalu menunggu bocah itu pulang sekolah, ia yang selalu menemani tidur sang adik, ia yang selalu menemaninya belajar, dan ia pula yang selalu mengajaknya bermain saat kedua orangtuanya sedang sibuk bekerja. Yuri begitu sangat berharga untuk Victoria. Kenyamanan itu selalu ia berikan pada anak itu. Sampai-sampai Yuri ketergantungan terhadapnya. Karena keberadaannya membuatnya merasa tenang.

"Kakak selalu buat Yul nyaman. Kakak jangan berubah dan ninggalin Yul!"

"Iya sayang. Kamu juga jangan  jadi anak nakal. Baik-baik ya. Jangan kayak kakak yang suka keluyuran. Kalau kakak nanti sudah kerja, kakak bakal turutin semua yang Yul mau." Bocah itu mengangguk antusias.

Seperti angin yang berlalu. Malam itu hujan turun sangat deras, petir menyambar dimana-mana. Listrik tiba-tiba padam. Kamar itu mendadak gelap. Yuri mulai ketakutan, lengan kecilnya melingkar erat di pinggang Victoria. Tepat pada jam sepuluh malam, suara pecahan gelas terdengar dari arah ruang tamu.

One Last TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang