28

537 64 18
                                    

Sebenarnya Yuri bisa saja menolak, tapi mengingat ia tidak memiliki tempat tinggal akhirnya mau tak mau ia menerima tawaran Jessica. Walaupun seohyun pernah memberinya kunci cadangan rumahnya waktu itu, tetap saja rasa tak nyaman pada wanita itu menyiksa batinnya sampai sekarang. Di tambah lagi ia telah menyakitinya, ia juga tidak tahu bagaimana kabar seohyun setelah mereka meninggalkannya di kedai begitu saja kemarin.

Yuri membuang nafas sambil duduk di teras depan pintu. Dia baru sadar di sapanjang lorong yang ia lihat, ada kursi dan meja tunggal di tiap-tiap pintu. Setahunya dulu tidak ada, apa mungkin Jessica sengaja melatakkannya demi kenyamanan para tamu? Mengingat sekarang gedung ini sudah jadi miliknya.

Ia kembali menoleh ke depan, tapi tahu-tahu kepalanya menoleh lagi. Yuri menemukan Elle berdiri di ujung tangga sambill mengibas bajunya yang basah kuyup. Sejak tadi hujan memang turun sangat deras, untungnya sebelum hujan turun Jessica sudah berangkat ke kantornya pukul delapan pagi.

Yang dilihat mulai menyadari keberadaannya. Elle melempar senyum canggung.

"Temen Jessie, bukan?"

"Emh, iya."

Hening. Tapi kemudian Elle berjalan ke arahnya sambil mengulurkan tangan.

"Elle,"

Yuri ragu, tapi karena tak enak hati ia akhirnya menyambut tangan gadis itu.

"Gue Yuri, panggil aja Yul." Sebenarnya Yuri tidak pandai basa-basi, apalagi dengan orang asing. Dia hanya akan menjawab kalau di sapa duluan. Dan sepertinya Elle tipe orang yang mudah akrab.

"Oh, oke. Ngomong-ngomong mana Jessie?" Elle melongokkan kepalanya ke sagala arah.

"Dia udah berangkat kerja."

Kalau di lihat-lihat wajah Elle memang seperti bule pada umumnya. Cuman kebanyakan bule biasanya memiliki rambut pirang, tapi kalau rambut Elle itu sedikit gelap dan bergelombang. Postur tubuhnya cukup tinggi tapi lebih tinggi dirinya sedikit. Dan kulitnya putih agak kemerahan akibat terbakar matahari. Tipe-tipe bule yang suka berjemur.

"Emh, kalo gitu aku masuk dulu ya." Elle meninggalkannya masuk ke dalam. Merasa obrolan mereka terlihat kaku. Tapi beberapa saat kemudian gadis itu muncul lagi di balik pintu apartmentnya. Wajahnya kelihatan gelisah.

Yuri yang memang sedari tadi tidak berpindah tempat, menatapnya sambil mengenyit bingung.

"Ada apa?"

"Kamarku bocor, bingung mau minta bantuan sama siapa. Jessie juga nggak ada di sini, biasanya sih dia bakal minta tolong tukang."

Yuri berdiri dari kursi. "Bocornya parah?"

Elle mengangguk gelisah. "Aku nggak tau bakal hujan, padahal minggu lalu udah di benerin tapi malah bocor lagi."

Yuri bukannya tidak tahu. Memang kelihatan dari cat temboknya yang mengelupas dan atapnya yang sudah lapuk. Jessica kemarin juga bilang, kalau dia sengaja tidak merombak gedung ini takut dirinya kecewa. Padahal ia tak masalah sekalipun gedung ini di rombak sepenuhnya, masalahnya apartment ini sudah lama ia tinggalkan dan tidak ada niatan untuk menyewanya lagi.

Melihat wajah Elle yang makin gelisah, Yuri memutuskan untuk membantunya. Gadis itu memimpin jalannya masuk ke dalam apartment, dan menujuk bagian mana saja yang bocor.

Plafonnya sudah retak, airnya menetes melewati retakanya di sana. Kalau sudah seperti itu harusny plafonnya di ganti dengan yang baru, jadi tidak repot-repot menambalnya dengan lem.

Yuri menurukan matanya dari atap, ke Elle. "Punya lakban, nggak?"

"Ada kayaknya, tunggu dulu. Aku ambil didapur."

One Last TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang