Tiffany diam-diam menahan tawa saat memandangi sunny tengah sibuk nonton salah satu beauty vloger di Youtube melalui ponselnya. Mereka sedang duduk di dapur karena pengunjung sudah sepi. Memang di jam dua siang biasanya mereka menggunakan jam-jam istirahat. Sejam lalu Yuri berpamitan untuk mengunjungi kantor jessica. Dan sampai sekarang sahabatnya belum juga kembali ke kedai.
"Sebenarnya sih sudah satu minggu aku pake produk ini, iseng-iseng aku beli pas lagi ke paris. Eh gak taunya bikin muka aku glowing. Kalau kalian gak percaya aku tunjukin before after wajah aku. Duh kusem banget."
Tiffany ikutan mengintip ke ponsel Sunny, dia cekikikan tanpa suara. Dari awal kenal dengan Sunny, ia tidak pernah memergoki sahabatnya berurusan dengan make up boro-boro make up skincare saja sunny masa bodoh.
"Lo kesambet mana, sun? tumben-tumbenan lo peduli sama perawatan wajah. Biasanya gue ajak beli skincare aja gak mau."
Sunny mengibas tangannya tidak perduli.
"Buat kalian yang punya masalah muka kusem, aku rekomend produk ini. Kalau kalian minat, aku buka jastip. Nomer ponselnya aku taro di deskripsi. Kebetulan banget minggu depan aku mau ke paris."
Tiffany geleng-geleng gemas. "Jangan percaya sama gituan, mereka cuman cari ke untungan dari subcribersnya. Kalau lo beneran mau skincare-an biar nanti gue ajarin."
Dari dulu ia selalu mengenalkan alat-alat make up pada Sunny tapi namanya juga tidak perduli dengan penampilan, gadis itu acuh tak acuh saat ia sedang menjelasnya caranya menggunakan make up.
"Halah... lo nawarin gitu ujung-ujungnya minta di traktir." Sunny menggulir layar mencari cara memutihkan kulit kusam. Tanpa mau menatap Tiffany disana yang sedang tersenyum mengejek.
"Realistis aja sun. di dunia gak ada yang gratis. Lagian skincare gue mahal-mahal. Jadi lo tahu diri dong sun." Tangan Tiffany sibuk mengambil roti yang baru di angkat dari oven.
Beberapa roti yang di jual sebagian resepnya dari mereka sendiri, dan sebagiannya lagi dari jasa titipan milik warga yang dulunya jadi tempat mereka KKN masa kuliah. Mereka memang suka bekerjasama dengan beberapa warga yang memiliki usaha menengah kecil. Supaya UKM mereka berkembang tidak melulu home industri .
"Tif. Lo kalau nyindir orang dalem banget ya. Gak heran sih. Tapi ngomong-ngomong ini Yul kenapa lama banget baliknya. Apa jangan-jangan mereka sibuk pacaran."
Tiffany tergelak di tempatnya. "Kenapa? Lo cemburu? Ckck. Untung banget iman gue kuat, gak sampe ikut suka sama Yul. Ya, setidaknya gue punya banyak mantan. Gak ngejomblo seumur hidup."
Sunny langsung mengangkat wajah dari ponselnya. Tangannya melempar apron yang sejak tadi ia letakkan di atas pahanya pada Tiifany. Gadis itu segera menghindar sambil menertawainya sangat kencang.
"Iman yang lemah cuman buat orang-orang yang suka sama sahabat sendiri, sun."
Sunny makin tersindir. Ia tak mungkin melempari Tiffany lagi dengan roti-roti jualan mereka di atas meja. Bisa rugi.
"Ngomong sekali lagi, gue ambil payung lo."
"Jangan dong Sun! itu payung kesayangan gue dari Yul. Lo mau kulit gue ke bakar?"
"Bodo amat!" sunny terkikik geli. Sahabatnya memang punya alergi dengan panas. Kadang kalau sudah seharian terpapar matahari kulitnya akan memerah dan keluar bintik-bintik kecil. Dan selama itu Sunny harus menemaninya menangis berhari-hari. Belum lagi cerewetnya yang membuatnya harus menutup telinga.
"Jahat! Sun. nanti kita tutup jam 5 ya."
"Lah ko cepet banget, mau ngapain emang?"
"Gue ada tiket konser The Script. Nanti malem jam 8 kebetulan gue bulan lalu mesen dua sama pacar gue, tapi keburu putus jadi yah gue mau ajak lo sama Yul. "
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Time
Random"Sekali lagi lo hina sahabat gue. Gue jamin dalam dua hari ke depan lo nyesel ber-urusan sama gue." Ancam Yuri. Setelahnya. Gadis nakal itu pergi meninggalkan Jessica yang berdiri dengan senyum sinis. "Sampai matipun aku nggak bakal ber-urusan sam...