Enam belas

845 100 1
                                    


"Alhamdulillah adik-adik kamu udah bisa tempatin panti".

"Serius Yah? Alhamdulillah".

Dengan segala macam basa basi akhirnya Ayah menjelaskan pada Rakha perihal panti yang sudah sempurna dan dihuni para adik-adik kecil Rakha.

Sebelumnya Ayah dan Rakha sendiri sudah menelusuri tentang kesenjangan sosial para anak-anak jalanan. Tak semua dari mereka yang tidak mampu, terkadang banyak dari mereka yang menggunakan alasan mengemis karena malas mencari pekerjaan.

Maka dari itu, Rakha dan Ayah lebih memilih memindahkan anak-anak panti yang bangunannya tidak pernah diurus dan tidak mempunyai kepala panti.

"Bu melati sudah resmi menjadi kepala panti disana, Ayah gak ajak Adek karena Ayah dapet kabar kondisi Adek masih belum stabil." Ucap Ayah yang hanya disenyumi Rakha.

Bu melati adalah seorang wanita berusia 45 tahun yang hidup sebatang kara didaerah panti kumuh itu, jadi dengan keyakinan Ayah akhirnya wanita itu resmi menjadi kepala panti.

"Besok pulang sekolah mau kesana boleh?" Tanya Rakha tentunya diangguki Ayah.

"besok Ayah anter, sekalian kenalin mereka ke Adek" ucap Ayah ikut meringkuk diatas kasur bersama putra bungsunya.

Rakha menikmati hal itu, dia ikut nyaman. Beginilah Rakha akan selalu menjadi bayi Dimata sang Ayah.

"Oh iya, Ayah mau tanya kapan acara camping nya?" Tanya Ayah.

"Tiga hari lagi, hari Kamis" jawab Rakha

"nginep?" Tanya Ayah.

Rakha mengangkat bahunya, dan memainkan kancing Ayah yang sedikit terbuka.

"besok mau rapat lagi buat pastiin, semoga aja engga soalnya kalo nginep Adek belum persiapin" ucap Rakha diangguki Ayah.

"Adapun kalau nginep Adek harus jaga diri ya, belakangan ini Ayah lihat kondisi Adek lagi gak baik. Kebanyakan tugas sih" sindir Ayah, Rakha hanya tersenyum kecil.

"Iya Ayah, parnoan banget deh".

"Bukan parnoan, tapi lebih ke was-was." Ucap Ayah memeluk erat tubuh Rakha.

***

"haduh kamu ini gimana si Rakh? Masa disuruh lari tiga keliling aja loyo begini? Tunjukin diri kamu yang biasanya dong".

"Maaf pak".

Senin pagi yang tentunya diawali dengan upacara dan dilanjut dengan kelas olahraga untuk kelas 12.

"Santai aja kali pak, lagian Rakha gak bukan atlet sekolah kok." Sinis Sandy melihat pak Atam si guru olahraga yang sedari tadi mengerutkan keningnya karena sinar matahari.

"Nilainya bisa turun kalo dia gak memenuhi target San, bapak dapet amanah dari kepala sekolah buat pertahanin nilai Rakha" jelas pak Atam.

Sandy yang sudah menyelesaikan tiga putaran yang diperintah hanya duduk dan menegak air mineral yang sudah disediakan.

"Cape banget" ucap Gio, dan Yuda ikut menyusul Sandy.

"Air dong San" pinta Yuda pada Sandy langsung memberikan air mineral pada Yuda.

"Kok gue ngerasa, makin kesini lapangan makin luas ya" tanya melas Gio yang kelelahan.

"Lo nya aja yang makin melebar hahaha, lagian mana bisa lapangan permanen gini bisa berubah" ucap Yuda diangguki Sandy.

"matahari nya terik banget, biasanya pak Atam gak nyuruh kita praktek lapangan kalo cuaca gini" ucap Sandy.

"Iya, mana tadi upacara juga pidato Kepsek lama banget, astagfirullah" umpat Gio.

"Si Andra sama Rakha kok belum muncul ya? Masih berapa putaran lagi mereka?" Tanya Sandy.

"Tinggal sekali lagi, Andra sengaja pelanin larinya biar bareng Rakha. Tuh anak lagian belum bener-bener sembuh udah main nerobos aja. Mana acara udah didepan mata" ucap Yuda, Sandy dan Gio hanya menyimak.

Tak lama setelah itu datanglah Andra dan Rakha yang sudah bercucuran keringat, Sandy dan yang lainnya langsung bergeser guna memberi tempat duduk untuk kedua sahabatnya.

Sandy juga memberikan dua botol air mineral yang tutupnya sudah ia buka.

"merah banget muka Lo Rakh" ucap Gio.

Rakha mengabaikan hal itu, dia terlalu semangat menegak air minumnya hingga hampir habis.

"Makasih San" ucap Rakha setelah selesai dengan minumnya.

Sandy mengangkat tangannya dan meraba kening Rakha. "dingin Rakh".

Rakha menghempaskan pelan tangan Sandy, dia menatap malas kearah pria itu dan menatap dengan sebal. "Gue udah gapapa" ucap Rakha.

Sandy menatap ketiga sahabat yang lain. Andra hanya mengangguk untuk tak membahas itu lagi. Ya seperti yang mereka rasakan, Rakha tidak ingin kembali diperlakukan berlebihan oleh sahabat-sahabatnya.

"Eh iya Rakh, kemarin gue sama Yuda debat" ucap Gio membuat atensi Rakha berpindah.

"Debat?" Tanya ulang Rakha diangguki Gio.

Yuda menyenggol lengan Gio dan menggerutu sebal. "gak usah diomongin lagi anjir, gue malu sendiri" gerutu Yuda.

Rakha semakin penasaran dan menatap heran. "kenapa?" Tanya Rakha sinis.

Gio terkekeh sebentar, dua menggaruk tengkuknya hingga tatapan heran kembali Rakha perlihatkan.

"gak ngomong ya udah, udah gak peduli tuh" ucap Rakha yang kembali acuh.

Gio menyenggol lengan Yuda dan ikut menggerutu. "Ishh biarin aja anjir, kalo gue bener kan gue dapet burger dari Lo" gerutu Gio pada Yuda.

Andra dan Sandy menghela nafas, sudah tau dengan apa yang dimaksud Gio dan Yuda.

Andra menarik nafas dan menatap Rakha. "Mereka debatin, bener gak sih dirumah Lo ada lift" ucap Andra santai dan mendapat tatapan menahan tawa dari Rakha.

"Udah Rakh gak usah dijawab, emang aneh spesies kek mereka itu" saran Sandy yang ikut lelah dengan sikap Gio dan Yuda.

Rakha menggelengkan kepalanya, memang aneh sekali para sahabatnya ini.

"Kalo gue bilang ada, Lo percaya?".

Pada hakikatnya tentu saja dirumah Rakha ada lift, bukan hanya untuk kelantai dua saja. Melainkan untuk kelantai tiga bahkan empat dimana rooftop berada.

***

Daniswara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang